Show simple item record

dc.contributor.authorNita Ferilia
dc.date.accessioned2014-01-21T06:50:10Z
dc.date.available2014-01-21T06:50:10Z
dc.date.issued2014-01-21
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/19905
dc.description.abstractChina mengadopsi konsep Confidence Building Measures (CBM) untuk memulai kebijakan luar negerinya yang baru yaitu dengan melakukan normalisasi hubungan diplomatik serta menjalin kerjasama bilateral, melalui soft power, dengan negara-negara yang pernah bersitegang maupun yang berseberangan secara ideologi serta yang berdekatan secara geografis. Setelah hubungan diplomatik tercapai dan hubungan bilateral terjalin, China, dengan memanfaatkan perkembangan fenomena regionalisme, mengadakan kerjasama multilateral di kawasan Asia Tenggara, khususnya di kawasan Indochina. China, dengan bantuan Asian Development Bank (ADB), mengajak negara-negara Indochina (negara-negara yang dilalui Sungai Mekong) untuk mengembangkan diri dalam mencapai pertumbuhan ekonomi bersama dengan pendekatan yang sesuai dengan komunikasi ekonomi yaitu melalui kerjasama Greater Mekong Subregion (GMS). Greater Mekong Subregion (GMS) merupakan kerjasama subregional yang beranggotakan negara-negara yang dilalui Sungai Mekong yaitu Republik Rakyat China, Myanmar, Kamboja, Laos, Thailand, serta Vietnam yang dibentuk pada tahun 1992. Alasan GMS ini dibentuk salah satunya berdasarkan kemiripan budaya, agama, sejarah dan bahasa serta untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi negara-negara yang dilalui Sungai Mekong ini. Dari alasan-alasan tersebut, enam negara anggota GMS berusaha meningkatkan hubungan ekonomi mereka yang meliputi sembilan sektor utama, yaitu pertanian, energi, lingkungan, pengembangan sumber daya manusia, investasi, telekomunikasi, pariwisata, infrastruktur transportasi serta fasilitas perdagangan dan transportasinya. edangkan bagi China, alasannya menjadi bagian penting GMS adalah karena latar belakang dinamika hubungan yang konfrontatif dengan beberapa negara-negara Indochina dan yang dapat menghambat reformasi ekonominya. Rekam jejak konflik antara China dengan negara-negara Indochina terjadi akibat perbedaan ideologi serta perbedaan persepsi dalam penanganan Perang Saudara di Kamboja pada masa Perang Dingin. Berdasarkan latar belakang hubungan yang kurang baik tersebut, maka China menginginkan harmonisasi hubungan dengan negara-negara Indochina dapat tercapai dan hal ini dapat terlihat dari pola soft diplomacy yang dikembangkan oleh China antara lain dalam bentuk kunjungan diplomasi, kerjasama ekonomi dan pertukaran perdagangan. Melalui kerjasama ekonomi serta normalisasi hubungan diplomatik yang kemudian berkembang menjadi kerjasama subregional bersama lima negara Indochina lain, China mencoba menjelaskan perubahan kebijakan luar negerinya yang lebih soft yaitu ‘tumbuh dengan damai’ dan diharapkan hal ini lambat laun dapat meningkatkan hubungan China dengan negara-negara Indochina.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries70910101075;
dc.subjectUPAYA CHINA UNTUK MENINGKATKAN HUBUNGAN DENGAN NEGARA-NEGARA INDOCHINAen_US
dc.titlePAYA CHINA UNTUK MENINGKATKAN HUBUNGAN DENGAN NEGARA-NEGARA INDOCHINAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record