PAYA CHINA UNTUK MENINGKATKAN HUBUNGAN DENGAN NEGARA-NEGARA INDOCHINA
Abstract
China mengadopsi konsep Confidence Building Measures (CBM) untuk
memulai kebijakan luar negerinya yang baru yaitu dengan melakukan normalisasi
hubungan diplomatik serta menjalin kerjasama bilateral, melalui soft power, dengan
negara-negara yang pernah bersitegang maupun yang berseberangan secara ideologi
serta yang berdekatan secara geografis. Setelah hubungan diplomatik tercapai dan
hubungan bilateral terjalin, China, dengan memanfaatkan perkembangan fenomena
regionalisme, mengadakan kerjasama multilateral di kawasan Asia Tenggara, khususnya
di kawasan Indochina. China, dengan bantuan Asian Development Bank (ADB),
mengajak negara-negara Indochina (negara-negara yang dilalui Sungai Mekong) untuk
mengembangkan diri dalam mencapai pertumbuhan ekonomi bersama dengan
pendekatan yang sesuai dengan komunikasi ekonomi yaitu melalui kerjasama Greater
Mekong Subregion (GMS).
Greater Mekong Subregion (GMS) merupakan kerjasama subregional yang
beranggotakan negara-negara yang dilalui Sungai Mekong yaitu Republik Rakyat
China, Myanmar, Kamboja, Laos, Thailand, serta Vietnam yang dibentuk pada tahun
1992. Alasan GMS ini dibentuk salah satunya berdasarkan kemiripan budaya, agama,
sejarah dan bahasa serta untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi negara-negara yang
dilalui Sungai Mekong ini. Dari alasan-alasan tersebut, enam negara anggota GMS
berusaha meningkatkan hubungan ekonomi mereka yang meliputi sembilan sektor
utama, yaitu pertanian, energi, lingkungan, pengembangan sumber daya manusia,
investasi, telekomunikasi, pariwisata, infrastruktur transportasi serta fasilitas
perdagangan dan transportasinya. edangkan bagi China, alasannya menjadi bagian penting GMS adalah karena
latar belakang dinamika hubungan yang konfrontatif dengan beberapa negara-negara
Indochina dan yang dapat menghambat reformasi ekonominya. Rekam jejak konflik
antara China dengan negara-negara Indochina terjadi akibat perbedaan ideologi serta
perbedaan persepsi dalam penanganan Perang Saudara di Kamboja pada masa Perang
Dingin. Berdasarkan latar belakang hubungan yang kurang baik tersebut, maka China
menginginkan harmonisasi hubungan dengan negara-negara Indochina dapat tercapai
dan hal ini dapat terlihat dari pola soft diplomacy yang dikembangkan oleh China antara
lain dalam bentuk kunjungan diplomasi, kerjasama ekonomi dan pertukaran
perdagangan. Melalui kerjasama ekonomi serta normalisasi hubungan diplomatik yang
kemudian berkembang menjadi kerjasama subregional bersama lima negara Indochina
lain, China mencoba menjelaskan perubahan kebijakan luar negerinya yang lebih soft
yaitu ‘tumbuh dengan damai’ dan diharapkan hal ini lambat laun dapat meningkatkan
hubungan China dengan negara-negara Indochina.