PELAKSANAAN ASAS ITIKAD BAIK NASABAH DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK
Abstract
Pada saat membahas tentang perjanjian kredit, maka tidak dapat
memisahkan hubungan antara pihak Bank dan pihak nasabah, dimana hubungan
tersebut dituangkan ke dalam suatu perjanjian baku yang disebut dengan
perjanjian kredit. Hubungan antara perjanjian dengan itikad baik tidak dapat
dipisahkan, sebab dalam sebuah perjanjian harus terdapat itikad baik dalam
pelaksanaan perjanjian tersebut, hal demikian telah diatur didalam Pasal 1338 ayat
(3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Dalam perjanjian kredit Bank, asas itikad baik mutlak diperlukan dan
harus dilaksanakan oleh para pihak, khususnya nasabah, karena Bank selaku
kreditur yang memberikan kredit tentu mempunyai itikad baik. Berbeda dengan
nasabah, tidak semua nasabah melaksanakan kewajiban secara patut, pantas dan
adil dimana ada nasabah yang memperlambat atau menunda-nunda pembayaran
angsuran, menyalahgunakan kredit tanpa sepengetahuan Bank selaku kreditur.
Didalam perjanjian kredit Bank menggunakan ukuran kemampuan penerima
kredit untuk tindakan antisipasi dalam mengembalikan pinjaman yang dipinjam
oleh nasabah yakni berpedoman dan berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian
(prudential principle).
Pelaksanaan asas itikad baik didalam suatu perjanjian tertulis seperti
perjanjian kredit tidak hanya terjadi pada saat pada saat pelaksanaan perjanjian
tersebut, melainkan juga sebelum pelaksanaan perjanjian dilaksanakan. Itikad baik
terbagi dalam dua arti, yakni itikad baik dalam arti yang subjektif dan itikad baik
dalam arti yang objektif. Itikad baik dalam arti subjektif dapat juga diartikan
dengan “kejujuran”. Itikad baik dalam arti objektif, yakni kaitannya dengan
“kepatutan”. Asas itikad baik dalam suatu perjanjian memberikan kewenangan
kepada hakim untuk mengintervensi isi dalam suatu perjanjian, yakni dapat
menambah, membatasi dan bahkan meniadakan setiap klausul yang telah
diperjanjikan melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Berdasarkan hal tersebut dalam Skripsi ini penulis merumuskan rumusan
masalah apa upaya Bank untuk mencegah terjadinya perjanjian kredit yang tidak
dilaksanakan dengan itikad baik, bagaimana pelaksanaan asas itikad baik dalam
perjanjian kredit Bank dan apa konsekuensi hukum asas itikad baik dalam
perjanjian kredit Bank. Adapun tujuan penelitian dalam Skripsi ini adalah untuk
menganalisis maksud dari permasalahan yang hendak dibahas dalam Skripsi ini.
Pada penulisan Skripsi ini penulis menggunakan tipe penelitian yang
bersifat yuridis normatif (legal research), yaitu penelitian yang difokuskan untuk
mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang
berlaku. Adapun pendekatan yang digunakan adalah menggunakan pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Pada bahan hukum, penulis menggunakan tiga jenis bahan hukum,
antara lain bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum.
Sedangkan pada analisis bahan hukum, penulis menggunakan metode deduksi
yaitu berpedoman dari prinsip-prinsip dasar kemudian menghadirkan objek yang
hendak diteliti.
Adapun kesimpulan pada Skripsi ini adalah upaya Bank untuk mencegah
terjadinya perjanjian kredit yang tidak dilaksanakan dengan itikad baik meliputi
beberapa tindakan. Tindakan-tindakan tersebut antara lain: penerapan prinsip
kehati-hatian (prudential principle) dalam setiap prosedur kredit, penerapan
prinsip mengenal Nasabah (know your customer principles), penggunaan sistem
BI-Checking untuk mengetahui informasi calon Debitur, serta peningkatan peran
aktif Bank terhadap kelangsungan usaha Nasabah. Pelaksanaan asas itikad baik
dalam perjanjian kredit terjadi pada saat sebelum pelaksanaan perjanjian serta saat
pelaksanaan perjanjian. Pelaksanaan asas itikad baik pada saat sebelum
pelaksanaan perjanjian misalnya meliputi itikad baik Nasabah dalam proses
pengisian formulir-formulir pemberian kredit yang ditetapkan oleh Bank serta
itikad baik Nasabah dalam proses pembebanan jaminan. Pelaksanaan asas itikad
baik pada saat pelaksanaan perjanjian kredit misalnya meliputi itikad baik
Nasabah dalam penggunaan fasilitas kredit yang telah diberikan oleh Bank
berdasarkan tujuan penggunaan fasilitas kredit yang telah diperjanjikan antara
Nasabah dengan Bank. Konsekuensi hukum asas itikad baik dalam perjanjian
kredit yang tidak dilaksanakan dengan itikad baik adalah hakim berdasarkan asas
itikad baik dapat mengubah klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjian kredit
berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Pengubahan klausul-klausul dalam
perjanjian kredit meliputi penambahan, pengurangan atau penghapusan klausul-
klausul yang terdapat dalam perjanjian kredit tersebut dengan memperhatikan asas
itikad baik.
Collections
- UT-Faculty of Law [6263]