PEWARISAN TERHADAP ANAK LUAR KAWIN BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
Abstract
RINGKASAN
Waris, kata itu sering kita dengar dan sering diperdebatkan oleh orang-
orang atau para ahli waris yang menggugat pembagian warisan. Dari situ muncul
sengketa yang terjadi antar saudara, untuk menyelesaikan sengketa waris tersebut
diperlukan suatu hukum yang mengatur, yaitu Hukum Waris. Dalam skripsi ini
penulis melihat Hukum Waris dari sudut pandang Burgerlijk Wetboek (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata) yang diatur dalam Buku II perihal Kebendaan.
Menurut doktrin yang ada, Hukum Perdata dibagi dalam empat bagian yaitu :
hukum tentang orang, hukum keluarga, hukum kekayaan, dan hukum waris
(Subekti, 2003:16). Dalam skripsi ini yang dibahas adalah mengenai pewarisan
terhadap anak luar kawin. Dikatakan sebagai anak luar kawin dikarenakan ia lahir
sebelum dilakukannya suatu perkawinan yang sah oleh orang tuanya dan tidak
terikat perkawinan sebelumnya. Sehingga menimbulkan suatu permasalahan
dalam hak dan kewajibannya sebagai anak luar kawin, yang salah satunya adalah
mengenai pewarisannya. Dikatakan berdasarkan Burgerlijk Wetboek (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata), karena disekitar penulis banyak menjumpai
orang-orang yang masih keturunan Tiong Hoa, sehingga penulis memilih
pewarisan terhadap anak luar kawin berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
Permasalahan yang dapat ditarik dalam skripsi ini adalah (1) Apakah
setiap anak luar kawin dapat menjadi ahli waris?, (2) Apakah pengakuan terhadap
anak luar kawin oleh ibu atau ayah biologis dapat menunjukkan bahwa ada
hubungan darah?, dan (3) Apabila menjadi ahli waris berapa bagian besarnya hak
waris anak luar kawin?.
Dari penulisan karya ilmiah yang berbentuk skripsi ini, bertujuan untuk
mengetahui bagaimana anak luar kawin ini dalam pewarisannya, apakah ia dapat
menjadi seorang ahli waris dari orang tuanya, jika ia dapat dikatakan sebagai ahli
waris ada syarat yang harus dipenuhi sebelumnya bahwa ia harus diakui baik oleh
ibu maupun ayahnya dengan sah. Dalam pengakuan yang dilakukan orang tua
biologisnya tersebut dapat menunjukkan adanya hubungan darah atau tidak, serta
untuk mengetahui besarnya hak waris anak luar kawin jika ia menjadi ahli waris.
Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan tipe penelitiannya yuridis
normatif yang berarti penelitiannya difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidahkaidah
atau norma-norma dalam hukum positif, selain itu menggunakan
pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual, dengan sumber-sumber
bahan hukum baik primer, sekunder, serta bahan non hukum.
Seorang anak luar kawin dapat menjadi ahli waris jika ia diakui oleh ibu
dan ayahnya melalui penetapan Pengadilan Negeri oleh Hakim seperti yang
tertuang dalam Pasal 1923-1926 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata), jika tidak maka tidak dapat menjadi ahli waris. Pengakuan yang
dilakukan oleh ayah biologisnya sebelumnya harus mendapatkan persetujuan dari
sang ibu dari anak luar kawin ini, hal ini sesuai dengan Pasal 284 ayat (1)
Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Pengakuan yang
sah oleh ibu dan ayah terhadap anak luar kawin tersebut, maka anak luar kawin ini
berhak atas warisan orang tuanya dan jumlah warisan anak luar kawin ini
ditentukan oleh keberadaan dari Golongan I,II,III ataupun IV sesuai dalam Pasal
282, 863 dan 865 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Saran kepada Pembentuk Undang-Undang supaya membentuk UndangUndang
baru mengganti Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata) karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat yang ada.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]