AKIBAT HUKUM PERCERAIAN DENGAN TALAK RAJ’I TERHADAP HAK ASUH ANAK (HADHANAH) ( Studi Putusan PA Palembang No: 0480/Pdt.G/2008/PA.Plg)
Abstract
Perkawinan merupakan idaman bagi setiap insan yang hidup di dunia ini.
Perkawinan sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab dengan jalan
perkawinan yang sah, pergaulan antara laki-laki dan perempuan terjadi secara
terhormat, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai mahkluk Allah yang paling
mulia. Saat manusia beranjak menjadi dewasa, ia akan menikah dan bertemu
dengan pasangan hidupnya untuk membangun dan menunaikan dharma baktinya,
yaitu tetap berlangsungnya tali keturunan.
Salah satu prinsip hukum perkawinan nasional yang seirama dengan ajaran
agama ialah mempersulit terjadinya perceraian (cerai hidup), karena perceraian
berarti gagalnya tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang kekal,
bahagia dan sejahtera.
Penulis menguraikannya dalam bentuk skripsi dengan judul
AKIBAT HUKUM PERCERAIAN DENGAN TALAK RAJ’I TERHADAP
HAK ASUH ANAK (HADHANAH) (Studi Putusan Pengadilan Agama
Plembang No: 0480/Pdt.G/2008/PA.Plg)
Rumusan masalah dalam skripsi ini meliputi 2(dua) hal, pertama bagaimanakah
pertimbangan hukum hakim dalam memutus perceraian dengan talak satu raj’i
dalam Putusan No. 0480/Pdt.G/2008/PA.Plg. Kedua bagaimanakah akibat hukum
perceraian terhadap hak asuh dan pemeliharaan anak dalam Putusan No.
0480/Pdt.G/2008/PA.Plg.
Tujuan dari penulisan skripsi ini meliputi untuk mengetahui dan mengkaji
pertimbangan hukum hakim dalam memutus perceraian dengan talak satu raj’i
dan untuk mengetahui dan mengkaji akibat hukum perceraian terhadap hak asuh
dan pemeliharaan anak sesuai dengan Putusan No. 0480/Pdt.G/2008/PA.Plg.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang
(statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Kesimpulan yang dapat ditulis dalam penulisan skripsi ini ialah pertama
Pertimbangan Hukum Hakim terkait dengan menjatuhkan putusan dalam kasus
perceraian antara Pemohon dengan Termohon dengan Talak Satu Raj’i dalam
Putusan No. 0480/Pdt.G/2008/PA.Plg dengan mengacu pada Pasal 19 huruf (f)
Peraturan Pemerintah no.9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam, yang berisikan bahwa salah satu alasan terjadinya perceraian adalah karena
telah terjadi perselisihan dan pertengkaran antara suami-istri yang tidak ada
harapan untuk hidup rukun lagi. Dalam kasus ini, antara Pemohon dan Termohon
diharapkan untuk dapat bersatu kembali, oleh karena itu, hakim memberi putusan
memberi izin kepada pemohon untuk menjatuhkan Talak satu Raj’i. Kedua Dalam
hal terjadinya perceraian, seorang Ibu adalah pihak yang berhak mengasuh,
mendidik dan merawat anak-anaknya selama mereka belum mumayyiz, dengan
ketentuan bahwa sang ayah juga wajib ikut berperan serta mengawasi dan
mendidik anak-anaknya walaupun hak asuh tidak diserahkan padanya, apabila
anak-anak tersebut sudah mumayyiz maka diberi kebebasan untuk memilih pihak
yang berhak mengasuh dirinya. Dan dalam terjadinya perceraian, mengacu pada
Pasal 45 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa orang tua
wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban
orang tua yang dimaksud dalam pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau
dapat berdiri sendiri, kewajiban tersebut berlaku terus meskipun perkawinan
antara kedua orang tua putus.
Adapun saran yang penulis sumbangkan adalah sebagai berikut: pertama
Sebaiknya perceraian dilakukan sebagai jalan keluar terakhir dari sebuah
permasalahan rumah tangga, perselisihan dan pertengkaran dalam kehidupan
berumah tangga adalah hal yang wajar, jadi ada baiknya, bila sebelum
memutuskan untuk mengajukan permohonan cerai, dilakukan musyawarah antara
kedua keluarga, dan mencari jalan tengah yang lebih baik dengan sikap yang lebih
sabar, karena korban dari ini semua adalah anak-anak dalam keluarga. Dan
penulis sependapat dengan putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, yaitu memberi
izin untuk menjatuhkan talak satu raj’i, karena dengan talak satu raj’i, masih
memberi waktu bagi suami-istri untuk dapat rujuk kembali. Kedua Sebaiknya hak
asuh/ hadlonah anak-anak yang belum mumayyiz diserahkan kepada ibunya
karena wanita memiliki hal-hal yang dibutuhkan oleh anak kecil seperti memberi
kasih sayang, pelayanan, perhatian dan segala hal kecil yang tidak mudah
dikerjakan oleh laki-laki
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]