dc.description.abstract | Tujuan perkawinan itu sendiri adalah untuk membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dipandang dari segi agama Islam, tujuan pokok dari perkawinan adalah agar
kehidupan rumah tangga suami isteri menjadi tenang, tentram, penuh kasih sayang
atau sakinah, mawaddah, wa rahmah. Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila
tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Seorang suami atau isteri dapat mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya
perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
Sehingga dengan dibatalkannya perkawinan tersebut maka akan menimbulkan
akibat hukum baik terhadap status perkawinan yang pernah dilaksanakannya
maupun status kedua belah pihak.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk membahas
persoalan tersebut dalam judul “PEMBATALAN PERKAWINAN YANG
DISEBABKAN MEMPELAI WANITA TELAH HAMIL DI LUAR
PERKAWINAN DENGAN PIHAK KETIGA (Studi Putusan Pengadilan
Agama Wonosari Nomor 230/Pdt.G/2007/PA.Wno)”.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah apakah pertimbangan
hukum hakim Pengadilan Agama Wonosari membatalkan perkawinan dalam
perkara nomor 230/Pdt.G/2007/PA.Wno.
Tujuan umum penulisan skripsi ini salah satunya untuk memenuhi dan
melengkapi tugas serta syarat-syarat yang diperlukan untuk meraih gelar Sarjana
Hukum di Universitas Jember. Tujuan khususnya untuk menjawab rumusan
masalah yang telah ditetapkan.
Metode yang digunakan adalah metode dengan tipe yuridis normatif.
Dengan pendekatan masalah yaitu Pendekatan Undang-Undang (statute
approach), Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) dan Pendekatan Kasus
(Case Approach). Sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum
sekunder. Analisis bahan hukum dengan cara mengindentifikasi fakta hukum
untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan, yang selanjutnya menarik
kesimpulan dalam bentuk argumentasi. Kesimpulan dari penulisan Skripsi ini adalah pertama pertimbangan
hukum hakim dalam memutuskan perkara pembatalan perkawinan yang
disebabkan mempelai wanita telah hamil dengan pihak ketiga menggunakan pasal
27 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Jo pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum
Islam sebagai dasar hukum. Dasar hukum tersebut muncul setelah adanya
kesesuaian keterangan dari para saksi dan alat bukti yang mengarah pada fakta
bahwa pada saat melangsungkan perkawinan Termohon telah hamil dan Pemohon
merasa tertipu dengan keadaan diri termohon. Selain itu hakim menggunakan
pasal 125 HIR untuk memutuskan perkara tersebut secara verstek mengingat
pihak Termohon tidak pernah hadir dalam persidangan. Kedua bahwa pembatalan
perkawinan menyebabkan adanya akibat hukum bagi para pihak. Bagi Pemohon
statusnya kembali menjadi Perjaka atau bujang dan Pemohon tidak mempunyai
kewajiban untuk memberikan nafkah kepada anak dan Termohon. Bagi Termohon
status yang disandangnya adalah lajang, karena menurut kondisi sosial masyarakat
kita status perawan kurang tepat. Kata perawan lebih tepat bagi wanita yang
belum pernah melakukan hubungan seks. Bagi si anak nasabnya akan mengikuti
garis keturunan dari ibunya sehingga anak tersebut kelak bila lahir hanya dapat
mewarisi harta dari ibunya (Termohon) saja.
Adapun saran yang penulis sumbangkan adalah sebagai berikut : pertama,
Setiap pihak yang akan melangsungkan perkawinan diharapkan dapat bersikap
terbuka dan jujur mengenai keadaan dirinya. Selain itu penulis menyarankan agar
setiap petugas yang mengemban tugas untuk mengawasi jalannya perkawinan
harus lebih berhati-hati dan waspada agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan
seperti perkara pembatalan perkawinan yang disebabkan mempelai wanita telah
hamil di luar perkawinan dengan pihak ketiga. Kedua, Adanya akibat hukum yang
ditimbulkan dari pembatalan perkawinan tersebut di atas hendaklah sebisa
mungkin mempelai wanita (Termohon) melakukan perkawinan dengan pihak
ketiga yang telah menghamilinya. Hal ini bertujuan agar anak dilahirkan dalam
perkawinan yang sah dan statusnya menjadi anak sah dan tetap memiliki
hubungan nasab dengan ayah kandungnya sesuai dengan tujuan perkawinan yang
ingin dicapai. | en_US |