STATUS KEPEMILIKAN TANAH SEBAGAI HARTA WARIS YANG DIGADAIKAN PEWARIS SEWAKTU HIDUP KEPADA PENERIMA GADAI (STUDI PUTUSAN NOMOR : 57/PDT.G/2011/PN.Jr)
Abstract
Skripsi ini terdapat dua rumusan masalah yang dibahas yaitu , kesatu apa
akibat hukum kepemilikan tanah sebagai harta waris yang telas digadaikan si
pewaris sewaktu pewaris masih hidup. Kedua apa ratio decidendi hakim pada
Putusan Nomor :57/Pdt.G/2011/PN. Jr dalam memutus sengketa kepemilikan
tanah sebagai harta waris yang digadaikan pewaris sewaktu hidup kepada
penerima gadai. Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui, memahami, dan
menganalisa akibat hukum kepemilikan tanah sebagai harta waris yang telah
digadaikan si pewaris sewaktu pewaris hidup dan untuk mengetahui dan
menganalisa ratio decidendi hakim pada Putusan Nomor :57/Pdt.G/2011/PN. Jr
dalam memutus sengketa kepemilikan tanah sebagai harta waris yang digadaikan
pewaris sewaktu hidup kepada penerima gadai. Metode penelitian yang digunakan
adalah yuridis normatif (legal research), pendekatan masalah menggunakan
pendekatan Perundang - undang (Statue Approach), pendekatan konseptual
(Conceptual Approach). Pendekatan undang - undang (statue approach) yaitu
Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Pendekatan studi kasus (Case Study
Approach) yaitu Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor :57/Pdt.G/2011/PN.
Jr. Bahan hukum yang digunakan yakni bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.
Hukum waris adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat hukum dari
kematian seseorang terhadap harta dengan kekayaan-kekayaan yang berwujud dan
perpindahan kekayaan dari si pewaris dan akibat hukum perpindahan tersebut bagi
para ahli waris, baik dalam hubungan antara sesama ahli waris maupun antara
mereka dengan pihak ketiga. Pewaris adalah setiap orang yang meninggal dunia
dengan meninggalkan harta peninggalan (harta kekayaan) disebut pewaris
(Erflatar). Meninggalnya seseorang tesebut maka seluruh harta kekayaannya
beralih kepada ahli waris. Ahli waris adalah orang yang menggantikan kedudukan
si Pewaris dalam bidang hukum harta kekayaan, karena meninggalnya Pewaris
Ahli waris adalah orang yang menggantikan kedudukan si Pewaris dalam
bidang hukum harta kekayaan, karena meninggalnya Pewaris.2 Ahli waris berbuat
berdasarkan hukum dalam memiliki benda-benda, hak-hak dan kewajiban-
kewajiban dari orang yang meninggal dunia (pewaris) yang kemudian juga
menjadi kewajiban mereka (ahli waris). Mereka wajib membayar hutang-hutang
dan beban-beban lainnya, seperti biaya penguburan dan sebagainya yang dapat
dihitung sebagai hutang (hutang boedel) dalam kaitannya dalam harta peninggalan
Kesimpulan dari pokok bahasan yang diuraikan adalah kesatu, akibat
hukum atas status kepemilikan tanah sebagai harta waris yang telah digadaikan si
Pewaris sewaktu hidup pada penerima gadai, akibat hukum bagi ahli waris adalah
menggantikan kedudukan si Pewaris dalam bidang hukum harta kekayaan karena
meninggalnya Pewaris maka ahli waris harus menebus atau membayar hutang
pewaris terhadap penerima gadai. Penerima Gadai atau kreditur tidak
diperkenankan untuk memiliki atau menjadi pemilik atas benda yang digadaikan,
sedangkan akibat hukum bagi ahli waris pada saat tanah gadai dialihkan si
penerima gadai yaitu ahli waris berhak menggugat upaya segala apa saja yang
termasuk harta peninggalan si meninggal diserahkan padanya berdasarkan haknya
sebagai ahli waris. Gugatan ini ditujukan kepada orang yang menguasai satu
benda warisan dengan maksud untuk memilikinya. Kedua, Ratio Decidendi
Hakim Pada Putusan Nomor : 57/PDT.G/2011/PN.Jr Dalam Memutus Sengketa
Kepemilikan Tanah Sebagai Harta Waris Yang Digadaikan Pewaris Sewaktu
Hidup Kepada Penerima Gadai ,Mengenai eksepsi yang diajukan oleh Para
Tergugat, hakim bahwa setiap orang dapat menggugat siapa saja apabila merasa
telah mengganggu dan melanggar haknya sesuai Pasal 163 HIR. Mengenai
persoalan yang didalilkan Para Penggugat adalah Gadai. Terkait hal ini, bahwa
karena pokok persoalan yang didalilkan para Penggugat adalah gadai, maka sesuai
dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia :420K/Sip/68
tanggal: 15 Maret 1969 bahwa “gadai tidak tunduk kepada daluwarsa, sehingga
eksepsi tersebut tidak berdasar hukum dan harus ditolak”. Saran dari penulis,
Kesatu, kepada Ahli waris yang akan menggantikan kedudukan si pewaris dalam
bidang harta kekayaan berbuat berdasarkan hukum untuk memiliki benda-benda,
hak-hak dan kewajiban-kewajiban, dari orang yang meninggal dunia (pewaris)
yang kemudian harus menjadi kewajiban ahli waris yang mana ketika pewaris
meninggal, ahli waris yang menerima warisan tesebut wajib membayar hutang-
hutang dan beban-beban lainnya si Pewaris. Kedua, kepada pemberi gadai dan
penerima gadai yang telah melakukan perjanjian gadai, harus mentaati peraturan
dalam perjanjian tersebut apabila salah satu pihak mengingkari isi perjanjian
tersebut seperti penerima gadai,maka penerima gadai tidak dapat mengalihkan
gadai tersebut menjadi miliknya atau milik orang lain tanpa persetujuan pemilik
gadai atau harus melalui putusan hakim dan dilelang di muka umum.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]