PENGARUH JENIS GADUNG DAN LAMA PEREBUSAN TERHADAP KADAR SIANIDA GADUNG
Abstract
Gadung (Discorea hispida Dennst.) merupakan anggota umbi-umbian yang
mengandung zat gizi dan senyawa racun berbahaya. Kandungan utama umbi gadung
yang berupa karbohidrat menjadikan umbi ini banyak digunakan masyarakat sebagai
sumber energi alternatif. Umbi gadung juga dapat digunakan untuk menurunkan
kadar gula darah penderita Diabetes mellitus dan dapat juga mengobati penyakit
rematik. Namun, gadung juga mengandung sianida (HCN) yang merupakan senyawa
racun berbahaya dan salah satu zat goitrogenik alami di dalam bahan makanan.
Berdasarkan kajian medis diketahui bahwa sianida dapat mengganggu kesehatan,
terutama sistem pernafasan, karena oksigen di dalam darah terikat oleh senyawa
beracun tersebut. Gejala keracunan akibat mengonsumsi sianida yang terkandung
dalam makanan antara lain radang kerongkongan, pusing, lemas, mutah-mutah,
pingsan, dan kejang perut. Sianida dapat juga menjadi penyebab penyakit-penyakit
neurologis dan dapat merusak asam amino esensial yang mengandung sulfur seperti
metionin dan sistein. Asupan sianida juga dapat memperburuk kondisi gondok dan
kretinisme di daerah kekurangan yodium.
Kadar sianida gadung harus dikurangi atau dihilangkan agar aman
dikonsumsi. Kadar sianida dapat dikurangi melalui proses pengecilan ukuran,
pencucian, perendaman, pemanasan, dan penjemuran. Perebusan merupakan salah
satu proses pemanasan yang umum dilakukan masyarakat sebelum gadung
dikonsumsi. Melalui perebusan, kadar sianida dalam umbi gadung dapat diturunkan.
Sehingga, dapat menurunkan sifat goitrogen dari umbi gadung karena zat goitrogenik
yang terdapat dalam gadung dapat menghambat penangkapan iodium oleh sel kelenjar gondok dan mengganggu proses yodisasi pada pembentukan hormon
tiroksin. Dalam SNI batas maksimal sianida dalam produk pangan adalah 1 ppm.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kadar sianida
berdasarkan jenis gadung dan lama perebusan.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental semu (quacy
experimental) dengan menggunakan bentuk rancangan desain faktorial (factorial
design). Jumlah pengulangan pada penelitian ini adalah sebanyak 6 kali dan terdapat
6 kelompok, diantaranya 4 kelompok perlakuan dan 2 kelompok kontrol. Untuk
kelompok perlakuan yaitu gadung putih untuk perebusan selama 10 menit, gadung
putih untuk perebusan selama 15 menit, gadung kuning untuk perebusan selama 10
menit, dan gadung kuning untuk perebusan selama 15 menit. Sedangkan untuk
kelompok kontrol yaitu kelompok gadung putih dan gadung kuning yang tidak diberi
perlakuan perebusan.
Hasil analisis dengan uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan kadar sianida yang signifikan berdasarkan jenis gadung dan lama
perebusan dengan nilai p = 0,030 (p < 0,05). Berdasarkan hasil pengujian kadar
sianida dengan metode spektrofotometri, perebusan gadung selama 10 dan 15 menit
mampu menurunkan kadar sianida pada kedua jenis gadung hingga di bawah 1 ppm.
Dengan demikian, kadar sianida yang tersisa dalam gadung yang direbus selama 10
dan 15 menit telah mencapai batas aman sianida dalam makanan menurut SNI yaitu
maksimal 1 ppm. Bagi masyarakat disarankan agar melakukan perebusan selama 10
atau 15 menit untuk mendapatkan gadung yang aman dikonsumsi.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2256]