PENGARUH EKSTRAK KEDELAI (GLYCINE MAX (L.) MERILL) TERHADAP APOPTOSIS SEL KANKER KOLON PADA TIKUS PUTIH
Abstract
Kanker kolon merupakan salah satu penyakit keganasan yang insiden
maupun prevalensi meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan penelitian
Wiliams dan Hopper selama tahun 2002, di Eropa dan Amerika Serikat pasien
kanker kolon jauh lebih banyak dibandingkan di Asia. Insiden kanker kolon di
Indonesia juga cukup tinggi dan prevalensinya semakin meningkat setiap
tahunnya, demikian juga angka kematian yang terjadi akibat kanker ini. Berdasarkan
data
dari
Rumah
Sakit
Kanker
Dharmais
dinyatakan
bahwa
kanker
kolon
merupakan
salah
satu
dari
sepuluh
besar
kejadian
kanker
yang
sering
diderita
oleh
pasien.
Prevalensi kanker kolon di Kabupaten Jember juga mengalami peningkatan
selama
tahun
2008
sampai
2009.
Sebuah laporan yang ditulis oleh American Institute of Cancer Research
(16 Februari 2009) memperkirakan bahwa sekitar 45% dari kasus kanker kolon
dan 38% dari kasus kanker payudara di US dapat dicegah melalui diet, aktivitas
fisik dan menjaga berat badan. Salah satu alternatif pencegahan yang dapat
dilakukan secara mudah, efektif, efisien dan terjangkau yaitu melalui diet nutrisi.
Salah satu diet nutrisi yang menjadi perhatian selama beberapa tahun terakhir
karena memiliki potensi dalam mencegah dan mengobati penyakit kronis yaitu
konsumsi kedelai dan produk olahannya. Kedelai mengandung isoflavon yang
dipercaya mampu mencegah terjadi-nya kanker.
Penelitian ini merupakan penelitian True Experimental dengan desain Post
Test Control Group yang dilakukan secara Completely Randomized Design.
ix
Penelitian ini dilakukan di laboratorium secara in vivo menggunakan tikus putih
(Rattus Norvegicus strain Wistar) sebagai model. Dalam desain ini terdapat 5
kelompok yang masing-masing dipilih secara random dari populasi. Jumlah tikus
yang digunakan sebagai sampel adalah 30 ekor yang terbagi dalam 5 kelompok
perlakuan (t), dimana tiap kelompok terdiri 6 ekor (n).
Metode pembuatan tikus model kanker kolon dengan pemberian DMBA
sebanyak 35 mg/kg BB yang dilarutkan dalam 1 ml minyak wijen dan diberikan
ke tikus per oral. Pemberian DMBA dilakukan setiap hari pada kelompok 2
(kontrol negatif), kelompok 3 (perlakuan I), kelompok 4 (perlakuan II), dan
kelompok 5 (perlakuan III). Ekstrak kedelai diberikan melalui sonde dengan dosis
5 mg/kg BB untuk kelompok 3 (perlakuan I), 10 mg/kg BB untuk kelompok 4
(perlakuan II), dan 20 mg/kg BB untuk kelompok 5 (perlakuan III). Pemberian
DMBA dan ekstrak kedelai dilakukan setiap hari secara bersamaan selama 42
hari. Pada akhir perlakuan tikus dipuasakan selama 1 hari kemudian dibedah dan
selanjutnya dilakukan pembuatan preparat untuk pengujian TUNEL.
Jumlah apoptosis sel kanker kolon tikus dihitung berdasarkan jumlah ratarata
kematian
sel
kanker
yang
ditandai
fragmentasi
sitoplasma
dan
DNA
berwarna
coklat
pada 10 lapang pandang preparat kolon tikus setelah uji TUNEL melalui
mikroskop cahaya. Data hasil penelitian berupa rata-rata apoptosis dianalisis
secara statistik menggunakan Analisis of Variance (ANOVA). Hasil uji F pada
ANOVA menunjukkan bahwa minimal ada satu di antara kelima kelompok tikus
itu yang memberikan pertambahan jumlah apoptosis atau rata-rata jumlah
apoptosis yang berbeda dengan p-value 0,0001 (α = 0,01). Selain itu, plot data
kelompok perlakuan (X) dan jumlah apoptosis (Y) menunjukkan bahwa ada
perbedaan dan peningkatan jumlah apoptosis pada tiap kelompok perlakuan.
Berdasarkan hasil analisis statistik dan plot data X-Y tersebut dapat dikatakan
bahwa ada kecenderungan pengaruh pemberian ekstrak kedelai terhadap apoptosis
sel kanker kolon tikus.
Kemopreventif berpotensi untuk menjadi komponen utama kontrol kanker.
Salah satu upaya optimal untuk preventif kanker ini adalah kombinasi antara
manipulasi nutrisi dan pemberian bahan kemopreventif. Kemopreventif dalam hal
ini berperan mengembalikan fungsi gen yang terganggu, yaitu mengembalikan
fungsi apoptosis atau menginduksi apoptosis. Apoptosis adalah suatu proses
kematian sel yang terprogram dan diatur secara genetik. Dua metode yang dikenal
untuk mekanisme apoptosis, yaitu melalui jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.
Aspek gizi kedelai telah diteliti secara intensif selama 5-10 tahun lalu,
karena kedelai merupakan makanan unik sumber isoflavon, suatu group fitokimia.
Pemberian ektrak kedelai pada penelitian ini berpengaruh pada jumlah apoptosis
sel kanker kolon. Berdasarkan penelitian terdahulu dinyatakan bahwa salah satu
zat isoflavon kedelai yaitu genistein dapat menginduksi apoptosis baik melalui
jalur ekstrinsik maupun jalur instrinsik. Secara ekstrintik, genistein pada isoflavon
kedelai berkaitan dengan reseptor TNF yang pada akhirnya menyebabkan
apoptosois sel. Genistein dalam kedelai juga dapat menginduksi apoptosis sel
kanker melalui jalur intrinsik pada gen p53 dan protein Bax. Fungsi gen p53 yaitu
memperbaiki DNA yang rusak dan mengistirahatkan siklus sel di G1 sampai
perbaikan selesai. Jika perbaikan gagal dan terdapat kerusakan DNA yang hebat,
gen p53 akan memicu penghapusan sel dengan apoptosis.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat perbedaan rata-rata jumlah
apoptosis antara kelompok perlakuan dan dinyatakan terdapat kecenderungan
adanya pengaruh pemberian ekstrak kedelai terhadap apoptosis sel kanker kolon
tikus yang diinduksi DMBA. Saran pada penelitian ini yaitu perlu adanya
penelitian lanjutan untuk mengetahui jenis-jenis kandungan gizi kedelai sebagai
nutrisi pencegah kanker dan kelanjutan penelitian pada penentuan dosis ekstrak
kedelai yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk pencegahan kanker kolon.
Selain itu dapat dilakukan pengembangan penelitian terhadap manusia sehingga
mampu mengurangi insiden maupun prevalensi kanker kolon di masyarakat.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]