TUGAS HAKIM DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERCERAIAN DENGAN ALASAN PERSELISIHAN TERUS MENERUS DI PENGADILAN AGAMA JEMBER
Abstract
Penulisan skripsi ini pada dasarnya, dilatar belakangi oleh perceraian yang terjadi
di Indonesia yang disebabkan oleh berbagai faktor, yang salah satunya adalah karena
perselisihan dan pertengkaran terus menerus, yang dalam Bahasa Arab disebut syiqoq,
dan dalam Bahasa Belanda disebut dengan Onhetbaretweespalts. Hal ini pula menuntut
adanya pengaturan yang dapat mengakomodasi semua permasalahan yang diajukan ke
Pengadilan. Dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
disebutkan alasan-alasan mengenai terjadinya perceraian.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Penulis tertarik untuk mengkaji dan
menganalisa lebih lanjut beberapa persoalan yang berhubungan dengan perceraian yang
didasarkan pada alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus (syiqoq) dalam suatu
karya ilmiah, berbentuk skripsi dengan judul: ”Tugas Hakim dalam Pemeriksaan
Perkara Perceraian dengan Alasan Perselisihan Terus Menerus Di Pengadilan
Agama Jember (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor
1883/Pdt.G/2005/PA.Jr).
Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini meliputi 2 (dua) hal. Pertama, apa
tugas Hakim Pengadilan Agama dalam memeriksa dan memutus perkara perceraian
dengan alasan pertengkaran terus menerus (syiqoq). Kedua, apa yang dipakai
pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Agama dalam mengabulkan atau menolak
perceraian dengan alasan pertengkaran terus menerus (syiqoq).
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui maksud dari
permasalahan yang dibahas. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah
pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute
approach), sumber bahan hukum yaitu terdiri dari bahan hukum primer, dan bahan
hukum sekunder, sedangkan analisis bahan hukum yang digunakan adalah dengan
menggunakan metode deduktif.
Kesimpulan yang didapat dari penulisan skripsi ini adalah tentang tugas Hakim
Pengadilan Agama dalam memeriksa dan memutus perkara perceraian dengan alasan
pertengkaran terus menerus, berdasarkan fakta / kasus perkara pada Putusan Pengadilan
Agama Nomor 1883/Pdt.G/2005/PA.Jr. ( Lampiran 3), yang disebutkan bahwa Muji
xv
Rahayu binti Matali sebagai Penggugat yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama
Jember kepada suaminya yaitu Slamet Iriyanto sebagai Tergugat dengan alasan sering
terjadi pertengkaran dan perselisihan yang disebabkan Tergugat sering bertindak
melampaui batas terhadap Penggugat. Dalam hal ini, sebelum Hakim menjatuhkan
putusan sudah diadakan upaya-upaya perdamaian pada kedua belah pihak, baik oleh
Hakim sendiri ataupun dari kedua belah pihak keluarga namun upaya perdamaian
tersebut tidak membuahkan hasil. Maka berdasarkan hal itu dan diperkuat dengan adanya
keterangan dari saksi-saksi bahwa memang keadaan rumah tangga pasangan suami dan
isteri tersebut sudah tidak harmonis lagi Hakim mempunyai keyakinan bahwa rumah
tangga pasangan tersebut sudah pecah dan telah sesuai dengan Pasal 19 huruf f Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, sehingga Hakim berpendapat bahwa jalan terbaik satusatunya
adalah
dengan
mengabulkan
gugatan
Penggugat.
Adapun saran yang dapat penulis sumbangkan adalah sebagai berikut: pertama,
harus adanya saling komunikasi antara para pihak (suami dan isteri), sehingga perceraian
dengan alasan apapun khususnya alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus
dapat ditekan seminimal mungkin. Sebab keterbukaan dan komunikasi merupakan salah
satu jalan untuk dapat mempertahankan rumah tangga dari ujung perceraian. Namun
demikian, apabila ternyata perceraian merupakan jalan satu-satunya maka lakukan
dengan penuh kekeluargaan tanpa harus ada emosi dan dendam terhadap pihak yang lain.
Kedua, perlu adanya pengaturan yang dapat mengakomodasi semua permasalahan yang
diajukan ke Pengadilan Agama. Walaupun dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor
9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan disebutkan alasan-alasan terjadinya perceraian. Namun, tidak dapat
mengakomodasi setiap permasalahan yang timbul. Sehingga, Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan perlu kiranya direvisi dan dijelaskan lebih lanjut tentang
pengertian pengertian utamanya mengenai alasan pengajuan cerai yang terdapat dalam
pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yaitu adanya pengaturan
mengenai alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebagai salah satu alasan
dapat diajukannya cerai.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]