dc.description.abstract | Penyakit CMV adalah salah satu penyakit yang sulit dikendalikan dan
sering ditemukan pada pertanaman tembakau Na-Oogst (NO) di Jember. Virus ini
mempunyai kisaran inang yang luas dan dapat ditularkan melalui biji terinfeksi,
cara mekanis seperti sentuhan atau alat-alat pertanian dan serangga vektor secara
nonpersisten. Pengendalian hayati dengan memanfaatkan bakteri golongan
pseudomonad fluoresen yang disebut Plant Growth-Promoting Rhizobacteria
(PGPR) sedang dikembangkan, salah satunya dengan memanfaatkan bakteri
Pseudomonas aeruginosa. P. aeruginosa 7NSK2 dapat menginduksi ketahanan
tanaman kacang-kacangan terhadap Botrytis cinerea dan efektif mengendalikan
patogen akar Pythium splendens pada tanaman tomat. Diketahui pula
P. aeruginosa pada medium King’s B mampu menghasilkan senyawa pioverdin
untuk menghambat pertumbuhan miselium Rigidoporus lignosus, penyebab
penyakit akar putih pada tanaman karet.
Isolat P. aeruginosa koleksi Ir. Tri Candra Setiawati, MSi belum pernah
diteliti sebagai agen pengendali hayati. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui (1) kemampuan P. aeruginosa mendominasi rhizosfer
tembakau H382 di lapangan, (2) kemampuan P. aeruginosa mengendalikan CMV
pada tembakau H382 yang terinfeksi CMV secara alami dan akibat inokulasi
CMV-48 di lapangan.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Nopember 2004 di
lahan percobaan berukuran 17x30 m di Desa Tegalgede Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember. Penelitian ini disusun dengan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) Faktorial yang terdiri atas 2 faktor perlakuan 2 taraf dengan 3 ulangan.
Kombinasi perlakuan adalah +B+V (introduksi P. aeruginosa
iv
Cl+
dan CMV),
+B-V (introduksi P. aeruginosa
Cl+
tanpa CMV), -B+V (inokulasi CMV tanpa
P. aeruginosa
Cl+
), -B-V (tanpa CMV dan P. aeruginosa
Cl+
). Untuk mengetahui
pengaruh introduksi P. aeruginosa terhadap keparahan penyakit CMV digunakan
uji chi kuadrat (X
2
) sedangkan hubungan antara populasi afid dengan insiden
penyakit CMV dianalisis menggunakan uji regresi.
Kerapatan P. aeruginosa
Cl+
2x10
6
cfu/ml sebanyak 5 ml diintroduksikan ke
dalam media tumbuh bibit tembakau 6 hari sebelum tanam dan 2 hari setelah
tanam (hst). Inokulasi CMV-48 secara mekanik pada daun ke-3 dari bawah
dilakukan pada 21 hst. Keparahan penyakit pada 20 tembakau sampel pada tiap
petak diamati selang waktu 7 hari setelah inokulasi virus sampai 70 hst menurut
Raupach et al., (1996). Insiden penyakit (IP) diamati selang waktu 7 hari mulai 7
hst sampai 70 hst. Populasi P. aeruginosa dalam rhizosfer dihitung pada umur 35 dan 65 hst dengan metode pour plate yang ditambah 40 µl kloramfenicol pada
perlakuan +B+V dan +B-V masing-masing diambil 3 sampel tanah tiap petak
serta populasi bakteri dalam jaringan akar. Antibiotik kloramfenicol merupakan
antibiotik bersifat bakteriostatis dan mempunyai spektrum kerja yang luas. Tujuan
penambahan kloramfenicol adalah memperoleh bakteri yang resisten terhadap
antibiotik kloramfenicol. P. aeruginosa mempunyai ketahanan terhadap
kloramfenicol pada konsentrasi 250 µg/ml dengan populasi bakteri 118,33 x 10
cfu/ml (Himawan, 2002). Populasi bakteri dalam rhizosfer dihitung menurut
Arwiyanto et al. (1997). Berat basah daun dihitung dengan menimbang berat daun
keseluruhan dari seluruh tanaman tiap perlakuan yang dipanen.
Populasi tertinggi P. aeruginosa
Cl+
pada 65 hst di rhizosfer tembakau
dengan CMV 66,58x10
8
cfu/g tanah kering diikuti dengan keparahan penyakit
terendah (15%) dan pada tembakau tanpa CMV 9,42x10
v
8
cfu/g tanah kering
diikuti dengan keparahan penyakit tertinggi (22,92%). Populasi P. aeruginosa
dalam jaringan akar tembakau dengan CMV lebih banyak daripada tanpa CMV
masing-masing 2,18x10
8
dan 1,90x10
8
cfu/g akar segar.
Insiden penyakit CMV terus meningkat sampai 70 hst. Insiden penyakit
tertinggi (98,96%) terjadi pada tembakau yang diinokulasi CMV tanpa introduksi
P. aeruginosa
Cl+
, dan terendah (89,84%) pada tembakau dengan bakteri dan
CMV. P. aeruginosa
Cl+
tidak mempengaruhi peningkatan insiden penyakit
(X
2
<0,05) karena di lahan percobaan terdapat afid yang populasinya meningkat
sampai 35 hst. Akibatnya insiden penyakit meluas karena tembakau yang
terinfeksi CMV sebagai sumber inokulum dan disebarkan oleh afid ke tembakau
sehat yang lain walaupun populasi afid menurun setelah 35 hst.
Populasi P. aeruginosa
Cl+
pada tembakau dengan CMV lebih tinggi
daripada tanpa CMV sehingga keparahan penyakit dan insiden penyakit CMV
lebih rendah daripada perlakuan yang lain. Populasi afid yang sudah ada di
lapangan mempengaruhi peningkatan insiden penyakit CMV, akibatnya tembakau
yang tidak diinokulasi CMV menjadi terinfeksi CMV. Gejala mosaik pada daun
tembakau tidak mempengaruhi jumlah daun yang dipanen karena dalam tanaman
tembakau sudah terinduksi ketahanan sistemik sehingga gejala mosaik pada daun
terlihat samar. | en_US |