ANALISIS YURIDIS PEMBERLAKUAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS SEBAGAI STRATEGI MENARIK INVESTOR ASING
Abstract
Melalui kesepakatan pada 25 Juni 2006 antara pemerintah Indonesia dan
Singapura. Daerah Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) akhirnya ditetapkan sebagai
kawasan ekonomi khusus (KEK). Lahirnya KEK di Riau Kepulauan itu tidak bisa
dilepaskan dari sejarah kawasan tersebut yang senantiasa mendapat ”keistimewaan”.
Batam sudah ditetapkan sebagai kawasan pergudangan (bonded warehouse) dan
kemudian kawasan berikat (bonded zone) dengan cakupan wilayahnya diperluas sampai
Pulau Rempang dan Galang.
Ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi, pemerintah membuat kebijakan
mencabut keistimewaan yang dimiliki Batam, yaitu melalui PP 39/1998 tentang
Pengenaan PPN dan PPn-BM di Batam. Keputusan tersebut mendapat reaksi masyarakat
dan pengusaha Batam. Akhirnya, pemerintah menerbitkan penundaan lewat PP 45/2000.
Selang tiga tahun kemudian pemerintah kembali mengeluarkan PP 63/2003 tentang
Pengenaan PPN dan PPn-BM di Batam, sekaligus mencabut PP 39/1998. Kebijakan
tersebut membuat iklim usaha di Batam dan sekitarnya mengalami degradasi. Selama
2004-2005 terjadi sejumlah penutupan dan relokasi pabrik di sector manufaktur. Kini,
setelah BBK ditetapkan sebagai KEK, iklim investasi di kawasan tersebut memberikan
sinyal yang menggembirakan. Menurut Gubernur Kepri Ismeth Abdullah, sedikitnya
delapan perusahaan asal Singapura akan menanamkan modal di Batam dan Bintan
dengan nilai investasi sekitar US$ 31,6 juta dengan rencana penyerapan tenaga kerja
2.000 orang (Bisnis Indonesia, 24/7). Masuknya kembali investasi asing ke Batamtersebut semoga saja menjadi awal sukses memikat modal asing ke Indonesia, khususnya
ke wilayah Batam, Bintan dan Karimun. Sebagaimana yang terjadi di negara lainhadirnya Kawasan Ekonomi Khusus ini dapat menjadi magnet bagi investor asing untukmenanamkan modalnya di negara tersebut.
Collections
- UT-Faculty of Law [6263]