dc.description.abstract | Perkembangan tentang hukum yang terkait dengan masalah kesehatan
tampak menjadi salah satu perhatian utama masyarakat dalam beberapa dekade
ini. Perhatian masyarakat muncul sejalan dengan bangkitnya kesadaran akan hak
asasi manusia dalam bidang kesehatan dan meningkatnya pengetahuan pasien
dalam berbagai masalah kesehatan selain itu masyarakat juga belum puas atas
pelayanan medis yang diberikan.
Sehat adalah kebutuhan mutlak bagi setiap manusia karena apabila
seseorang dalam keadaan yang tidak sehat, maka dia tidak dapat menjalankan
aktivitas sebagaimana mestinya. Ketika seseorang merasa dirinya dalam keadaan
sakit atau tidak sehat maka dia akan menghubungi dokter untuk mencari
penyembuhan dari penyakitnya tersebut. Hubungan yang demikian dikenal
dengan istilah transaksi terapeutik. Dalam transaksi terapeutik itulah dapat
menimbulkan suatu masalah yang mengakibatkan pihak pasien menuntut ganti
kerugian kepada dokter atau Rumah Sakit dimana dokter tersebut bekerja.
Masalah tersebut dalam dunia kesehatan dikenal dengan malpraktik medis.
Permasalahan yang akan dibahas adalah: apakah hubungan hukum antara
dokter dengan pasien dalam pelayanan medis, apakah bentuk perlindungan hukum
bagi pasien dalam pelayanan medis, apakah pertanggungjawaban perdata dokter
apabila terjadi malpraktik.
Tujuan yang ingin dicapai secara umum adalah guna memenuhi
persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jember. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk membahas
masalah perlindungan hukum hak-hak pasien dalam pelayanan medis.
Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif artinya (legal research), artinya permasalahan yang diangkat,
dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan
kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Selain itu penulis juga
akan melengkapinya dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Pada bahan hukum, penulis
xii
menggunakan tiga jenis bahan hukum, antara lain bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan non hukum. Pada analisis bahan hukum dilakukan
dengan menggunakan deskriptif kualitatif.
Hubungan hukum antara pasien dan dokter dalam pelayanan medis dikenal
dengan istilah transaksi terapeutik. Hubungan hukum ini awalnya bersifat vertikal
paternalistic kemudian bergeser menjadi horizontal kontraktual. Hubungan
horizontal contractual melahirkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak
yaitu dokter dan pasien. Hubungan hukum yang bersifat horizontal contractual
secara tersirat diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktek kedokteran dimana intinya adalah bahwa penyelenggaraan
praktek kedokteran harus dilaksanakan berdasarkan nilai keseimbangan sehingga
tidak terjadi benturan kepentingan antara kepentingan dokter dan pasien. Untuk
mewujudkannya adalah bahwa masing-masing pihak (dokter dan pasien)
melaksanakan kewajibannya dan mendapatkan haknya sebagaimana telah diatur.
Bentuk perlindungan hukum dalam pelayanan medis diatur pada Undang-undang
Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dalam Pasal 44 tentang standar
pelayanan, Pasal 45 tentang Persetujuan Tindakan Medik dan Pasal 46 tentang
Rekam medis. Hubungan hukum antara dokter dan pasien tidak hanya melahirkan
hak dan kewajiban tetapi juga tanggung jawab hukum, tanggung jawab perdata
dokter apabila terjadi malpraktek adalah tanggung jawab karena wanprestasi
(Pasal 1239 BW), tanggung jawab karena perbuatan melanggar hukum (Pasal
1365 BW), dan tanggung jawab berdasarkan Pasal 1367 BW.
Saran yang dapat diberikan adalah dokter dalam memberikan upaya
pelayanan medis kepada pasien harus memperhatikan hak-hak pasien
sebagaimana telah diatur dalam undang-undang sehingga pasien diharapkan dapat
memperoleh pelayanan dengan sebaik-baiknya dan Undang-undang Nomor 29
Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran perlu dilakukan amandemen mengenai
ganti rugi apa saja yang diperoleh bagi pasien yang dirugikan, dalam bentuk apa
saja ganti rugi tersebut dan bagaimana cara mendapatkannya karena Undangundang
Nomor
29
Tahun
2004
Tentang
Praktik
Kedokteran
tidak
mengatur
secara
jelas
mengenai
ganti
kerugian
tersebut | en_US |