Show simple item record

dc.contributor.authorDIAH RATRI OKTAVRIANA
dc.date.accessioned2014-01-17T06:34:14Z
dc.date.available2014-01-17T06:34:14Z
dc.date.issued2014-01-17
dc.identifier.nimNIM030710101103
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/16093
dc.description.abstractPenulisan skripsi ini pada dasarnya, dilatar belakangi dengan lazimnya perceraian yang terjadi di Indonesia yang disebabkan oleh berbagai faktor, yang salah satunya adalah fasakh karena suami tidak mampu (Mu’sir). Hal ini pula menuntut adanya pengaturan yang dapat mengakomodasi semua permasalahan yang diajukan ke pengadilan. Dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan alasan-alasan mengenai terjadinya perceraian. Namun demikian, tidak dapat mengakomodasi setiap permasalahan yang ada. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisa lebih lanjut beberapa persoalan yang berhubungan dengan perceraian yang didasarkan pada alasan pertengkaran karena ketidakmampuan ekonomi suami (Mu’sir) dalam suatu karya ilmiah, berbentuk skripsi dengan judul: ”Kajian Yuridis Tentang Perceraian dengan Alasan Pertengkaran karena Ketidakmampuan Ekonomi Suami (Mu’sir) Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”. Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini meliputi 2 (dua) hal. Pertama, bagaimanakah penyelesaian perceraian dengan alasan pertengkaran karena ketidakmampuan ekonomi suami (Mu’sir) menurut perspektif doktrin dan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kedua, bagaimana pengaturan ketidakmampuan ekonomi suami (Mu’sir) sebagai salah satu alasan perceraian menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui maksud dari permasalahan yang dibahas. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), sumber bahan hukum yaitu terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum, sedangkan analisis bahan hukum yang digunakan adalah dengan menggunakan metode deduktif. Kesimpulan yang didapat dari penulisan skripsi ini adalah: pertama, penyelesaian perceraian dengan alasan pertengkaran karena ketidakmampuan ekonomi suami (Mu’sir) menurut perspektif doktrin adalah dapat dilakukan oleh seorang istri ketika seorang suami benar-benar tidak mampu dalam memberikan nafkah kepada keluarganya akan tetapi harus melalui pembuktian terlebih dahulu. Sebagaimana yang terdapat dalam beberapa Kitab Fiqh Klasik seperti Kitab Bughyatul Mustarsyidin, bahwa seorang suami yang tidak menghasilkan nafkah untuk istrinya selama tiga hari berturut-turut, maka pada hari keempatnya Hakim boleh memfasakh (merusak perkawinan) mereka atas tuntutan istri. Sedangkan menurut perspektif Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam putusan Pengadilan Syari’at atau Pengadilan Agama alasan perceraian karena ketidakmampuan ekonomi suami (Mu’sir) dimasukkan pada alasan perceraian yang terdapat dalam pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Hal ini dikarenakan tidak diaturnya alasan ketidakmampuan ekonomi suami (Mu’sir) sebagai alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan cerai. Kedua, terkait dengan pengaturan ketidakmampuan ekonomi suami (Mu’sir) sebagai salah satu alasan perceraian menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan seperti telah dijelaskan diatas bahwa tidak ada pengaturan khusus yang mengatur tentang hal tersebut. Namun demikian, dasar Hakim memutuskan perkara cerai yang diajukan istri terhadap suami karena ketidakmampuannya dalam hal ekonomi adalah dimasukkan pada pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sehingga dengan demikian, tidak memakai alasan perceraian karena ketidakmampuan ekonomi suami (Mu’sir), tetapi karena terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus menerus antara suami dan istri yang disebabkan karena ketidakmampuan ekonomi suami (Mu’sir). Adapun saran yang dapat penulis sumbangkan adalah sebagai berikut: pertama, harus adanya saling komunikasi antara para pihak (suami dan istri), sehingga perceraian dengan alasan apapun khususnya alasan ketidakmampuan ekonomi suami (Mu’sir) dapat ditekan seminimal mungkin. Sebab keterbukaan dan komunikasi merupakan salah satu jalan untuk dapat mempertahankan rumah tangga dari ujung perceraian. Namun demikian, apabila ternyata perceraian merupakan jalan satu-satunya maka lakukan dengan penuh kekeluargaan tanpa harus ada emosi dan dendam terhadap pihak yang lain. Kedua, perlu adanya pengaturan yang dapat mengakomodasi semua permasalahan yang diajukan ke Pengadilan Agama. Walaupun dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan alasan-alasan terjadinya perceraian. Namun, tidak dapat mengakomodasi setiap permasalahan yang timbul. Sehingga, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan perlu kiranya direvisi utamanya mengenai alasan pengajuan cerai yang terdapat dalam pasal 19 yaitu adanya pengaturan mengenai alasan ketidakmampuan suami dalam hal ekonomi (Mu’sir) sebagai salah satu alasan dapat diajukannya cerai.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries030710101103;
dc.subjectperkawinan, perceraianen_US
dc.titleKAJIAN YURIDIS TENTANG PERCERAIAN DENGAN ALASAN PERTENGKARAN KARENA KETIDAKMAMPUAN EKONOMI SUAMI (MU’SIR) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINANen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record