| dc.description.abstract | Surat dakwaan  harus memenuhi syarat formal seperti diatur dalam pasal
143 ayat (2) huruf a KUHAP, dan syarat material seperti diatur dalam pasal 143
ayat  (2) huruf b KUHAP.  Ketika dakwaan tidak memenuhi  syarat  formal  maka
konsekuensi  hukumnya  dakwaan  bisa  dinyatakan  “tidak  dapat  diterima”,
sedangkan apabila dakwaan tidak memenuhi syarat  material  maka konsekuensi
hukumnya dakwaan adalah “batal demi  hukum” sebagaimana diatur jelas dalam
Pasal  143 ayat  (3) KUHAP.  Dalam putusan Pengadilan Negeri  Jember  Nomor
253/PID.B/2009/PN.Jr,  hakim   mengabulkan   keberatan  penasihat  hukum
terdakwa  dengan  menyatakan  surat  dakwaan  penuntut  umum Nomor  :  PDM34/JMBER/01/2009
 batal  demi  hukum  dan  memerintahkan  agar  terdakwa
dibebaskan  dari  tahanan  demi  hukum.  Berdasarkan   uraian  tersebut,   penulis
tertarik  untuk  untuk  membahas  dan  menganalisis  lebih  lanjut  dalam skripsi
dengan judul :  “ANALISIS YURIDIS   SURAT DAKWAAN PENUNTUT
UMUM  BATAL DEMI  HUKUM (  Putusan  Pengadilan  Negeri  Jember
Nomor 253/Pid.B/2009/PN.Jr)”.
Rumusan masalah dalam skripsi  ini adalah apakah  putusan hakim sudah
tepat  menyatakan  surat  dakwaan  penuntut  umum  Nomor  PDM34/JEMBER/01/2009
batal  demi  hukum dikaitkan dengan ketentuan Pasal  143
ayat  (2)  KUHAP;  dan  apakah  konsekuensi  yuridis  terhadap  status  penahanan
terdakwa   setelah hakim menyatakan surat  dakwaan batal  demi  hukum dalam
Putusan Pengadilan Negeri Jember  Nomor 253/PID.B/2009/PN.Jr.
Tujuan  penelitian  skripsi  ini  adalah  untuk menganalisis  putusan hakim
menyatakan surat  dakwaan penuntut  umum Nomor  PDM-34/JEMBER/01/2009
batal  demi  hukum dikaitkan dengan ketentuan Pasal 143 ayat  (2) KUHAP,  dan
untuk  menganalisis konsekuensi  yuridis  terhadap  status  penahanan  terdakwa
setelah  hakim menyatakan  surat  dakwaan  batal  demi  hukum  dalam Putusan
Pengadilan Negeri Jember  Nomor 253/PID.B/2009/PN.Jr.  
 Metode penelitian dalam penyusunan skripsi  ini  menggunakan metode
yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan pendekatan undang-undang
(statue  approach) dan  pendekatan  konseptual  (conceptual  approach)  dengan 
penggunaan bahan hukum primer  yaitu  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981  Tentang  Hukum Acara  Pidana,  Undang-undang  Nomor  23  Tahun  2002
Tentang Perlindungan Anak, Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia
No.3  Tahun 2002 tertanggal  30 Januari  2002 tentang  Nebis  In  Idem,  Putusan
Pengadilan  Negeri  Jember  Nomor  253/Pid.b/2009/PN.Jr  dan  bahan  hukum
sekunder meliputi buku-buku teks (literatur)   jurnal-jurnal hukum, komentar atas
putusan pengadilan serta internet yang relevan dengan isu yang diangkat.  
Kesimpulan skripsi  adalah  Pertama,  Putusan Pengadilan Negeri  Jember
Nomor 253/Pid.B/2009/PN.Jr,  yang menyatakan surat  dakwaan penuntut umum
batal demi hukum menurut penulis adalah tepat.  Surat dakwaan penuntut umum
Nomor  PDM-34/JEMBER/01/2009 tidak  memenuhi kriteria jelas sesuai  dengan
ketentuan Pasal 142 ayat (2) KUHAP sehingga surat dakwaan tersebut melanggar
ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP yang berakibat batal demi hukum. Kedua,
Konsekuensi yuridis terhadap status penahanan terdakwa dengan adanya putusan
surat  dakwaan  batal  demi  hukum  dalam  Putusan  Pengadilan  Negeri  Jember
Nomor  253/Pid.B/2009/PN.Jr adalah  terdakwa  segera  dibebaskan  dari  tahanan
setelah putusan diucapkan. Landasan hukum perintah pembebasan yaitu  Pasal
199 ayat (1) huruf c KUHAP dan juga hasil Rakernas Mahkamah Agung dengan
Ketua Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia tahun 1985 yang menetapkan bahwa:
“Putusan  dakwaan  batal  demi  hukum  harus  disertai  dengan  perintah
dikeluarkannya Terdakwa dari tahanan ”
Saran skripsi adalah Pertama, mengingat arti penting dari surat dakwaan,
Jaksa Penuntut  Umum harus  meningkatkan profesionalitas  dalam merumuskan
surat  dakwaan.  Sedangkan Hakim harus objektif  dalam menilai  surat  dakwaan
khususnya  apabila  terhadap  dakwaan  tersebut  diajukan  keberatan  (eksepsi)
sehingga tidak ada pihak yang dirugikan baik korban maupun terdakwa ketika
hakim  menjatuhkan  putusan.  Kedua,   Penahanan   merupakan  perampasan
kemerdekaan terhadap terdakwa  sehingga perlu adanya pengaturan yang lebih
ekspilsit  untuk menghindari  pemahaman multi  tafsir  terhadap status penahanan
terdakwa setelah hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan surat  dakwaan
batal demi hukum. | en_US |