PERUBAHAN ADAT DI DALAM SISTEM PERTANIAN ATAS DASAR NILAI RELIGI PADA MASYARAKAT TANI TENGGER DI DESA NGADAS KABUPATEN MALANG
Abstract
Sabtu tanggal 12 Oktober 2002, hampir mendekati tengah malam ketika terjadi
satu peristiwa yang seolah membalikkan keadaan 180 derajat. Bom dengan kekuatan
ledak yang dahsyat telah meluluhlantakkan Kuta-Ikon industri pariwisata Bali hanya
dalam sekejap mata. Citra Bali sebagai sebagai daerah yang paling aman danstabil di
Indonesia seolah telah sirna dan menjadi cerita dongeng masa lalu.
Semua mata terkesima, tak percaya dengan apa yang terjadi melihat ratusan
manusia terbakar, hangus, bahkan hancur menjadi serpihan-serpihan kecil yang sulit
dikenali lagi. Mayoritas korban adalah turis asing asal Australia yang sedang
menghabiskan malam minggu menikmati suasana malam di Kuta. Sari Club dan Paddy’s
Pub dua bangunan tempat terjadinya ledakan hancur luluh, terbakar dan hangus dijilat
kobaran api. Kerugian yang ditimbulkan akibat ledalkan bom Bali adalah korban fisik
diantaranya adalah korban jiwa 205 orang tewas, luka berat dan ringan 324 orang, 25
buah mobil rusak, 11 buah motor rusak, 4 buah gardu listrik rusak, dan 303 bangunan
rusak-rusak. Korban meninngal paling banyak yaitu 67 orang Australia, 20 orang Inggris,
12 orang Indonesia, dan selebihnya orang AS, jepang, Singapura, Swedia, Denmark, dan
lain-lain.
Pada saat malam kejadian Kuta menjadi begitu bersahabat, akrab dan
mengharukan sekaligus mengherankan, karena di sela-sela ketegangan , kekacauan ,
kebingungan dan proses evakuasi tidak terdapat satupun tindakan kriminalitas terjadi.
Kesemuanya terjadi berkat teguhnya masyarakat akan adat dan budaya Bali. Mereka
percaya dan yakin akan karmapala. Siapa yang berbuat jahat atau baik maka akan
mendapatkan ganjaran yang setimpal. Di sinilah letak arifnya roh Bali.
Kemarahan dan rasa kaget akibat ledakan bom Bali tidak dikeluarkan dalam
bentuk tindakan yang anarkhis tetapi dikembalikan kedalam menjadi sebuah introspeksi.
Wujud introspeksi direalisasikan oleh masyarakat Bali kedalam suatu bentuk upacara
adapt guna memohon ampunan kepada Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha
Esa ) dan memohon kembali kebersihan bumi Bali dari segala bentuk pengrus