JANJI MENGASURANSIKAN OBYEK HAK TANGGUNGAN PADA AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN (APHT) DAN AKIBAT HUKUM JIKA TERJADI RISIKO DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK
Abstract
Mengingat kegiatan pemberian kredit oleh bank mengandung risiko macet,
maka bank dalam penyaluran kredit selalu meminta barang jaminan pada debitor.
Dalam perkembangannya bentuk jaminan yang oleh lembaga perbankan dianggap
paling efektif dan aman adalah tanah dengan jaminan hak tanggungan. Walaupun
demikian, bukan berarti jaminan hak tanggungan tidak memiliki risiko sama
sekali. Nilai obyek hak tanggungan dapat menyusut atau menurun jika mengalami
suatu kerusakan atau musnah yang ditimbulkan oleh musibah atau malapetaka
seperti kebakaran atau gempa bumi. Oleh karena itu bank dapat mengalihkan
risiko tersebut dengan meminta barang jaminan (obyek hak tanggungan) untuk
diasuransikan. Dalam proses pembebanan hak tanggungan, janji untuk
mengasuransikan obyek hak tanggungan tersebut dicantumkan dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang kemudian didaftarkan pada Kantor
Pertanahan.
Permasalahan yang hendak dibahas meliputi bagaimana pelaksanaan
perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan, bagaimana kekuatan hukum
janji mengasuransikan obyek hak tanggungan dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT), serta akibat hukum jika terjadi risiko pada obyek hak
tanggungan dan terjadi kredit macet. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah
untuk mengkaji dan menganalisa permasalahan yang telah dirumuskan, yakni
untuk mengkaji dan menganalisa tentang perjanjian kredit dengan jaminan hak
tanggungan, untuk menganalisa kekuatan hukum janji mengasuransikan obyek
hak tanggungan pada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), serta untuk
menganalisa akibat hukum jika terjadi risiko pada obyek hak tanggungan dan
terjadi kredit macet. Agar penulisan skripsi ini mempunyai nilai ilmiah, maka
dalam penyusunanya harus menggunakan metode penelitian. Tipe penelitian yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif, sedangkan
pendekatan masalah yang digunakan adalah dengan pendekatan Perundangundangan
(statute
approach).
Perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan melalui beberapa tahap
yaitu, tahap permohonan kredit, analisa kredit, keputusan kredit, perjanjian kredit,
xii
serta pengikatan jaminan yang disebut dengan pembebanan hak tanggungan.
Perjanjian kredit bank dituangkan dalam bentuk standard contract. Dengan
ditandatanganinya APHT oleh kedua belah pihak, maka janji mengasuransikan
obyek hak tanggungan telah mengikat dan memiliki daya memaksa bagi para
pihak yang membuatnya. Setelah APHT didaftarkan ke Kantor Pertanahan, janji
mengasuransikan obyek hak tanggungan memiliki kekuatan mengikat pihak
ketiga. Kemudian akibat hukum jika terjadi risiko dan terjadi kredit macet adalah
pihak bank selaku pemegang hak tanggungan dapat mengajukan klaim asuransi
pada bank serta berhak memperoleh seluruh atau sebagian dari uang ganti
kerugian asuransi tersebut. Uang ganti kerugian asuransi tersebut digunakan untuk
melunasi utang debitor yang macet.
Saran dari penulisan skripsi ini adalah mengingat dalam hukum perbankan
kita belum ada pengaturan secara jelas dan khusus mengenai perjanjian baku,
dalam pembuatan perjanjian kredit oleh bank hendaknya mengacu pada UndangUndang
No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen. Di dalam UndangUndang
tersebut
telah
memberi
batasan
pada
pihak
pelaku
usaha
dalam
membuat
perjanjiaan
baku, sehingga kedudukan debitor dapat dilindungi. Dalam
menyalurkan kreditnya, hendaknya bank selalu meminta agar jaminan
diasuransikan. Karena dengan ditutupnya asuransi pada jaminan, maka jika
terjadi risiko bank akan menerima uang penggantian kerugian dari pihak asuransi.
Selain itu bank hendaknya selalu melakukan analisis secara teliti dan mendalam
pada setiap permohonan kredit agar terhindar dari risiko kredit macet.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]