Evaluasi Kemampuan Shovel Komatsu PH4100 untuk Mencapai Rencana Produksi Bijih Tembaga Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness
Abstract
Dalam dunia pertambangan, alat muat seperti shovel memiliki peran penting
pada proses pemuatan dan pengangkutan material, dimana kegiatan pemuatan
menjadi salah satu kegiatan utama. PT X memiliki rencana produksi bijih tembaga
sebesar 4.170.000 ton/bulan pada bulan November 2023, tetapi realisasi produksi
bijih tembaga dengan lima unit Shovel Komatsu PH4100 pada Oktober 2023
sebesar 2.961.700 ton/bulan. Tidak tercapainya rencana produksi bijih tembaga
terjadi karena waktu kerja efektif alat muat yang digunakan relatif rendah, yaitu
rata-rata sebesar 390 jam/bulan dari 630 jam/bulan waktu kerja tersedia. Hal ini
disebabkan karena adanya loss time pada alat, sehingga menurunkan produktivitas
alat. Analisis produktivitas dan evaluasi pada jam kerja alat perlu dilakukan untuk
mencari penyebab maupun tindakan suatu permasalahan. Oleh karena itu,
diperlukan evaluasi mengenai kemampuan alat muat Shovel Komatsu PH4100.
Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi data rencana produksi bijih
tembaga bulan November 2023, spesifikasi Shovel Komatsu PH4100, data rencana
kerja harian, waktu edar lima unit Shovel Komatsu PH4100, jam kendala
penggunaan alat muat, dan curah hujan harian bulan November 2023. Data yang
telah diperoleh kemudian dikelompokkan sesuai dengan kegunaannya untuk lebih
memudahkan dalam menganalisa faktor-faktor penyebab ketidaktercapaian
produksi, kemudian dilakukan perhitungan produktivitas pada lima unit Shovel
Komatsu PH4100. Setelah itu dilakukan perhitungan produksi menggunakan
metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk mengukur tingkat efektivitas
peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Kemudian, dilakukan identifikasi
penyebab masalah menggunakan diagram fishbone untuk mengetahui faktor-faktor
penyebab rendahnya produktivitas pada alat muat. Penyebab-penyebab utama
diidentifikasi menggunakan konsep 3M + 1 E yaitu Machine (mesin/peralatan),
Method (metode), Man (operator) dan Environment (lingkungan). Berdasarkan
hasil analisis menggunakan diagram fishbone, dapat diidentifikasi hambatan yang
memiliki potensi untuk perbaikan atau pengurangan waktu tidak produktif
(downtime), sehingga dapat dioptimalisasi. Setelah melakukan optimalisasi
terhadap waktu kerja yang hilang, langkah berikutnya adalah mengevaluasi upaya
perbaikan tersebut dengan menghitung kembali nilai overall equipment
effectiveness untuk mengetahui ketercapaian produksi bijih tembaga.
Hasil analisis efisiensi kerja SH 1 sebesar 59%, SH 2 sebesar 62%, SH 3
sebesar 69%, SH 5 sebesar 63%, dan SH 6 sebesar 58%. Sementara itu, waktu edar
rencana sebesar 133,2 detik, tetapi pada aktualnya tidak ada satupun shovel yang
dapat mencapai waktu edar yang direncanakan. Dimana nilai rata-rata waktu edar
SH 1 sebesar 167,7 detik, SH 2 sebesar 165,2 detik, SH 3 sebesar 146,9 detik, SH
5 sebesar 151,2 detik, dan SH 6 detik 202,4. Hal ini tentu berpengaruh pada
produktivitas alat, dimana selisih produktivitas SH 1 sebesar 368 ton/jam dari produktivitas rencananya 1791 ton/jam, selisih produktivitas SH 2 sebesar 362
ton/jam dari produktivitas rencananya 1882 ton/jam, selisih produktivitas SH 3
sebesar 196 ton/jam dari rencananya 2095 ton/jam, selisih produktivitas SH 5
sebesar 227 ton/jam dari rencananya 1912 ton/jam, dan selisih produktivitas SH 6
dengan selisih terbesar 602 ton/jam dari rencananya 1761 ton/jam. Hasil evaluasi
produksi menggunakan metode overall equipment effectiveness sebesar 3.651.822
ton/bulan yang berarti terdapat ketidaktercapaian produksi bijih tembaga 17%,
dengan nilai overall equipment effectiveness SH 1 39%, SH 2 42%, SH 3 53%, SH
5 47%, dan SH 6 32%. Rendahnya nilai overall equipment effectiveness alat muat
tersebut disebabkan karena adanya loss time pada Shovel Komatsu PH4100.
Akar penyebab rendahnya nilai overall equipment effectiveness dari alat muat
dapat diketahui dengan diagram fishbone. Hasil analisis digram fishbone
menunjukkan bahwa terdapat kendala-kendala yang menyebabkan tingginya loss
time, antara lain faktor peralatan 66%, faktor metode 25%, faktor lingkungan 5%,
dan faktor manusia 4%. Upaya agar rencana produksi bijih tembaga dapat tercapai
diantaranya dengan optimalisasi loss time yang menyebabkan turunnya
produktivitas alat muat. Setelah dilakukannya optimalisasi, total loss time masingmasing alat berkurang menjadi 37,16 jam/bulan dari 46,9 jam/bulan, SH 2
berkurang menjadi 20,91 jam/bulan dari 28,74 jam/bulan, SH 3 berkurang menjadi
15,81 jam/bulan dari 25,57 jam/bulan, SH 5 berkurang menjadi 36,07 jam/bulan
dari 45,73 jam/bulan, dan SH 6 berkurang menjadi 25,57 jam/bulan dari 33,24
jam/bulan. Sehingga terjadi peningkatan jam operasi pada alat muat SH 1 sebesar
423,81 jam/bulan dari 370 jam/bulan, SH 2 meningkat sebesar 433,31 jam/bulan
dari 389,68 jam/bulan, SH 3 sebesar 484,93 jam/bulan dari 437,68 jam/bulan, SH
5 meningkat sebesar 447,5 jam/bulan dari 394,78 jam/bulan, dan SH 6 meningkat
sebesar 415,3 jam/bulan dari 364,36 jam/bulan. Dengan demikian, terjadi
peningkatan nilai overall equipment effectiveness SH 1 sebesar 45%, SH 2 sebesar
47%, SH 3 sebesar 59%, SH 5 sebesar 53%, dan SH 6 sebesar 37% dimana nilai
produksi bijih tembaga juga mengalami peningkatan sebesar 4.646.084 ton/bulan
yang berarti telah mencapai rencana produksi.
Produksi bijih tembaga sebelum dilakukan optimalisasi mengalami
ketidaktercapaian sebesar 17% dari rencana produksi 4.420.000 ton/bulan. Setelah
dilakukan analisis dan optimalisasi loss time pada faktor hambatan, maka terjadi
peningkatan pada jam operasi. Sehingga produksi bijih tembaga mengalami
peningkatan sebesar 26% dan sudah melampaui rencana produksi sebesar 5%.
Secara keseluruhan, meskipun perbaikan yang telah dilakukan menunjukkan hasil
positif dalam hal produksi, tetapi masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk
meningkatkan nilai overall equipment effectiveness untuk mencapai standar optimal
agar efisiensi operasional dapat ditingkatkan secara berkelanjutan.
Collections
- UT-Faculty of Engineering [4394]