Campur Kode dalam Komunikasi Berbahasa Jawa Masyarakat Etnik Madura Dusun Puntir Desa Martopuro Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan
Abstract
Indonesia merupakan negara yang kaya budaya dan bahasa sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia termasuk masyarakat bilingual. Hal tersebut memungkinkan terjadinya fenomena campur kode dalam kegiatan bersosial, campur kode adalah masuknya serpihan-serpihan bahasa lain dalam suatu tuturan. Campur kode dapat terjadi dimana saja salah satunya terjadi di Dusun Puntir, Desa Martopuro, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk campur kode dan faktor
penyebab terjadinya campur kode pada masyarakat etnik Madura di Dusun Puntir, Desa Martopuro, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan menggunakan tiga tahap penelitian, yaitu : pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Pengumpulan data menggunakan metode simak, dilanjutkan dengan teknik sadap sebagai teknik dasarnya beserta teknik lanjutannya yakni teknik simak libat cakap (SLC) dan teknik simak bebas libat cakap (SBLC), lalu dilanjutkan dengan teknik wawancara. Analisis data dilakukan dengan metode agih dan padan. Metode agih dalam peneltian ini menggunakan
teknik dasar bagi unsur langsung (BUL) untuk mengetahui bentuk campur kode. Metode padan yang digunakan yakni metode padan referensial dengan teknik dasar pilah unsur penentu. Metode hasil penelitian ini menggunakan metode penyajian secara informal karena pemaparan hasil berupa kata-kata bukan berupa lambang.
Berdasarkan hasil analisis ditemukan bentuk campur kode bahasa Jawa kedalam bahasa Madura dalam tuturan yang dilakukan oleh masyarakat etnik Madura Dusun Puntir, Desa Martopuro, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, yaitu kata (kata dasar, kata berimbuhan, dan kata ulang), frasa, dan klausa. Contoh penyisipan kata dasar yang ditemukan yakni bârâmpa, settong, jhâu, dan saèbu. Contoh penyisipan kata berimbuhan yakni, kalakoan dan ngeteraghih. Contoh penyisipan kata ulang yakni nya’-bânynya’, tè-matèan lâmmâlem dan lalakè’. Contoh penyisipan frasa yang ditemukan yaitu aba’en tao reh yeh dan Pas kecapah bânynya’. Contoh penyisipan klausa yang ditemukan yaitu engko’ ghellâ’ masak e d̩ âpor dan Padang koh e pasang bi engko’ palappa mera. Bentuk campur kode yang dominan dalam komunikasi berbahasa Jawa masyarakat etnik Madura yakni bentuk kata. Penyebab terjadinya campur kode dalam tuturan sehari-hari masyarakat Dusun Puntir, Desa Martopuro, Kecamatan
Purwosari, Kabupaten Pasuruan, sebagai berikut. (1) Faktor kebahasaan mitra bicara. Mitra bicara bisa terdiri atas individu dan kelompok. Kegiatan campur kode umumnya terjadi ketika masyarakat bilingual berinteraksi dengan mitra bicara yang memiliki latar belakang kebahasaan yang sama sehingga penutur dan mitra tutur secara spontan menuturkan tuturan tersebut. Hal ini terjadi secara ketidak sengajaan penutur karena kebiasaannya menggunakan bahasa yang
berbeda dalam satu tuturan. (2) Keterbatasan penggunaan kode. Faktor keterbatasan penggunaan kode merupakan hal yang normal terjadi karena memang pada awal latar belakang sosial masyarakat adalah masyrakat madura yang sudah menetap lama di tempat yang mayoritasnya menggunakan bahasa Jawa. (3) Pergantian bahasa ibu. Bahasa ibu merupakan salah satu faktor paling mudah untuk mengetahui suku dari suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi, dalam kenyataannya ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang atau suatu
kelompok mengganti bahasa ibunya dengan bahasa ibu suku lain. Hal ini dapat terjadi jika dalam interaksi sosial sesorang lebih dominan menggunakan bahasa lain, akan tetapi hal tersebut tidak mengganti keseluruhan bahasa yang digunakan.