dc.contributor.author | PUTRIWARDANI, Dinda Anindita | |
dc.date.accessioned | 2025-08-06T06:58:59Z | |
dc.date.available | 2025-08-06T06:58:59Z | |
dc.date.issued | 2023-06-22 | |
dc.identifier.nim | 160710101104 | en_US |
dc.identifier.uri | https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/127780 | |
dc.description | Validasi_firli_5_agustus_25; Finalisasi oleh Taufik_Alya Tgl 6 Agustus 2025 | en_US |
dc.description.abstract | Alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana ada lima, yang salah satunya adalah keterangan saksi. Keterangan saksi yang di diberikan dalam persidangan harus diucapkan di bawah sumpah agar keterangan itu sah di mata hukum dan dapat dipertanggungjawabkan, seorang saksi juga harus didukung oleh alat bukti lain. Dalam Pasal 55 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, satu keterangan saksi cukup untuk membuktikan bersalah apabila disertai alat bukti pengakuan terdakwa. Permasalahan yang menarik untuk dikaji adalah bagaimanakah penerapan azas Unus Testis Nullus Testis pada Pasal 55 Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dihubungkan dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP. Dalam KUHAP keterangan saksi merupakan alat bukti yang sah apabila saksi di dalam memberikan keterangannya di bawah sumpah, apabila saksi tersebut memberikan keterangan tanpa adanya sumpah maka hakim menilai bahwa itu merupakan petunjuk saja bukan merupakan alat bukti yang sah. Adanya persesuaian antara keterangan saksi dengan saksi lainnya, keterangan saksi dengan alat bukti lainnya, alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan tertentu, cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi, dapat tidaknya keterangan itu dapat dipercaya. Penerapan asas Unus Testis Nullus Testis dalam Pasal 55 Undang- undang Nomor 23 Tahun 2004 bertentangan dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP.
Selain itu Pengakuan terdakwa juga sebagai alat bukti telah dikenal dalam tatanan peradilan pidana Indonesia sejak berlakunya Het Inlandsch Reglement (HIR), akan tetapi menurut perkembangan regulasi peradilan pidana pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kedudukan dan nomenklatur “Pengakuan terdakwa”, secara formil telah hilang. Namun, secara eksplisit “Pengakuan terdakwa” masih menjadi bagian penting, yang selalu dijadikan orientasi dalam system pembuktian. Dan pada perkembangan teori dan praktek di Negara common law, “Pengakuan terdakwa” sangat membantu efisiensi peradilan, yang pada sisi yang bersamaan tidak menghilangkan tujuan kebenaran materiil. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | Fakultas Hukum | en_US |
dc.subject | KUHP | en_US |
dc.subject | KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA | en_US |
dc.subject | UNUS TESTIS NULLUS | en_US |
dc.subject | ALAT BUKTI | en_US |
dc.title | Kajian Alat Bukti dalam Undang-Undang Penghapusan Kekekrasan dalam Rumah Tangga | en_US |
dc.type | Skripsi | en_US |
dc.identifier.prodi | Ilmu Hukum | en_US |
dc.identifier.pembimbing1 | Halif, S.H., M.H | en_US |
dc.identifier.pembimbing2 | Dina Tsalist Wildana, S.H.I., LL.M. | en_US |
dc.identifier.validator | Validasi_firli_5_agustus_25 | en_US |
dc.identifier.finalization | Taufik | en_US |