Konflik Antar Pendukung dalam Pemilihan Kepala Desa di Desa Pakuwesi Kecamatan Curahdami Kabupaten Bondowoso tahun 2021
Abstract
Skripsi ini membahas tentang Konflik yang terjadi di Desa Pakuwesi Kecamatan
Curahdami Kabupaten Bondowoso pada Tahun 2021. Pakuwesi merupakan salah
satu desa yang berada di Kecamatan Curahdami Kabupaten Bondowoso. Desa
Pakuwesi merupakan desa yang terletak di Kabupaten Bondowoso dengan
menganut budaya Madura pada masyarakatnya. Nama Pakuwesi dikenal dengan
sebuah istilah rantai dan besi.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yaitu, 1) Mengetahui awal mula
terjadinya konflik pendukung menjelang pemilihan kepala desa di Desa Pakuwesi;
2) Menjelaskan proses kronologis konflik tersebut menjelang pemilihan kepala
desa di Desa Pakuwesi; dan 3) Mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan akibat
adanya konflik tersebut di Desa Pakuwesi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang
terdiri atas heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah ilmu politik. Penggunaan pendekatan
politik dianggap relevan, sebab dalam ilmu politik hal yang disoroti adalah aspek
yang berkaitan dengan kekuasaan, kepentingan dan partai, konflik dan konsesus,
keputusan dan kebijakan, massa dan pemilih dan lain sebagainya. Teori yang
digunakan adalah teori konflik oleh Ralf Dahrendorf. Menurut pandangan
Dahrendorf, teori konflik menjadi relevan saat terdapat suatu masyarakat jika
dalam fungsinya terjadi suatu perubahan, perkembangan yang cenderung lambat.
Dahrendorf menyebutkan masyarakat tidak selalu seimbang, akan tetapi akan
mengalami perubahan. Hubungan otoritas dan konflik sosial Ralf Dahrendorf
bahwa posisi yang ada dalam masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan
dengan intensitas yang berbeda-beda. Otoritas tidak terletak dalam diri individu,
tetapi dalam posisi, sehingga tidak bersifat statis. Jadi, seseorang bisa saja
berkuasa atau memiliki otoritas dalam lingkungan tertentu dan tidak mempunyai
kuasa atau otoritas tertentu pada lingkungan lainnya, sehingga seseorang yang
berada dalam posisi subordinat dalam kelompok tertentu, mungkin saja
menempati posisi superordinat pada kelompok yang lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan berkaca pada UU No. 6
tahun 2014 Pasal 31 disebutkan bahwa pemilihan kepala desa dilaksanakan secara
serentak di seluruh wilayah kabupaten/kota dengan pemerintah daerah
kabupaten/kota telah menetapkan kebijakan dari pelaksanaan pemilihan kepala
desa secara serentak tersebut. Destabilitasi politik dapat ditekan dengan konsep
demokrasi secara dua arah, yaitu adanya garis haluan penetapan keputusan yang
bersifat demokratis dan terciptanya suatu kultur budaya yang sesuai dengan
prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan masyarakat desa. Proses pemilihan
kepala desa serentak terjadi pada Kabupaten Bondowoso sesuai dengan arahan
ketentuan yuridis.
Desa Pakuwesi yang berlokasi di Kecamatan Curahdami ikut serta dalam
memeriahkan proses demokrasi lokal. Karakteristik masyarakat Desa Pakuwesi
sebagian besar merupakan Suku Madura. Pemakaian Bahasa Madura lebih
dominan digunakan oleh masyarakat Desa Pakuwesi dalam kehidupan sehari-hari.
Sifat kekeluargaan yang sangat erat di lingkungan masyarakat Desa Pakuwesi
menunjukkan perasaan saling peduli antar sesama masyarakat. Tingginya
partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala desa sering dipengaruhi dengan
ketidakharmonisan. Benturan dalam masyarakat desa juga sering terjadi,
meskipun mereka memiliki kedekatan dalam hubungan kekerabatan. Konflik yang
terjadi pada saat pemilihan kepala desa cenderung meningkat, seiring
permasalahannya baik sebelum pencoblosan maupun setelah pebcebolosan.
Konflik dalam pemilihan kepala desa dapat disebut sebagai konflik yang terjadi
akibat adanya perbedaan kepentingan. Artinya, terjadi di antara dua belah pihak
yang saling bertikai karena adanya perbedaan kepentingan yang tidak sejalan,
sehingga menimbulkan konflik.
Latar belakang perkara konflik ini terjadi karena adanya insiden perbedaan
dukungan dalam pemilihan kepala desa. Konflik berawal dari adanya adu mulut
antara kedua belah pihak calon pendukung kepala desa. Konflik ini melibatkan
sekitar 30 orang yang terjadi dari jumlah keseluruhan yang terlibat. Pada
kenyataannya, konflik yang terjadi ini sebagian besar melibatkan para massa
pendukung dari calon kepala desa, yaitu Syahrullah dan Mohammad Jasuli.
Konflik di Desa Pakuwesi mengakibatkan korban dengan tindak pidana
penganiayaan. Hambali merupakan korban dengan mendapat empat kali serangan
pedang dari Na’at selaku pelaku. Serangan pertama mengenai paha tetapi tidak
luka hanya mendapat luka memar, serangan kedua mengenai punggungnya tetapi
tidak ada luka, serangan ketiga mengenai perutnya tetapi tidak luka, serta
serangan terakhir Hambali dapat menangkisnya tetapi pedang Na’at berhasil
melukai lengan sebelah kirinya.
Penegakkan hukum terhadap konflik pendukung pemilihan kepala desa di
Desa Pakuwesi tersebut ditangani oleh pihak Kepolisian Sektor Kecamatan
Curahdami. Berdasarkan Surat Lepas yang diturunkan oleh Kementrian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB
Bondowoso, atas nama terang Na’at Adi Kurniawan yang dipidana selama 1 bulan
20 hari dinyatakan telah bebas seiring dengan dikeluarkannya surat lepas yang
bersangkutan.
Hal-hal yang berpotensi dalam menimbulkan konflik memang terkadang
sulit dihindari, karena tingkat pemahaman masyarakat desa yang belum merata.
Polirasi akibat dari perbedaan pilihan terjadi di setiap momentum politik,
sehingga harus dapat disikapi secara dewasa, baik oleh calon kepala desa, massa
pendukung, dan masyarakat desa tersebut, sehingga tidak akan menjadi sebuah
ancaman. Dampak dari adanya indikasi perbedaan pilihan saat pemilihan kepala
desa di Desa Pakuwesi yaitu penebangan lahan tembakau milik masyarakat
pendukung pihak yang menang. Pihak yang tidak dapat menerima atas
kekalahannya cenderung akan merusak dan melampiaskan hal-hal tersebut kepada
pihak yang menang. Hal ini dapat memberikan kerugian kepada orang merasakan
dampak atas kemarahan tersebut.