dc.description.abstract | Keterlibatan investor asing dalam penanaman modal terhadap suatu kegiatan
usaha di dalam negeri terkadang menimbulkan beberapa permasalahan salah satunya
gagal bayarnya debitor terhadap pembayaran bunga atau pokok investasi kepada
para investor (dalam hal ini dapat disebut sebagai kreditor asing). Upaya
penyelesaian sengketa yang dapat dipilih oleh para pihak berkaitan dengan
permasalahan utang-piutang tersebut yaitu dengan mengajukan permohonan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pada dasarnya penyelesaian
perkara PKPU dengan melibatkan unsur asing di dalamnya, menjadi ranah persoalan
hukum kepailitan lintas batas (cross border insolvency). Salah satu contoh kasus
penyelesaian PKPU di Indonesia yang bersifat lintas batas adalah PKPU yang
dialami oleh PT. Bakrie Telecom Tbk. Kasus ini dikategorikan sebagai perkara yang
bersifat lintas batas dikarenakan terdapat beberapa kreditor asing yang turut terlibat
dalam penyelesaian PKPU tersebut. Dalam hal ini Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU masih belum mengatur mengenai
ketentuan penyelesaian sengketa yang bersifat cross border insolvency tersebut,
sehingga berdasarkan hal tersebut apabila terdapat penyelesaian PKPU di
Pengadilan Niaga yang melibatkan unsur asing, sehingga perlu untuk dikaji
bagaimana kedudukan hukum bagi kreditor asing yang terlibat dalam proses PKPU
di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengangkat permasalahan ini
menjadi sebuah karya ilmiah berjudul “Kedudukan Kreditor Asing pada Perkara
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Debitor yang Berkedudukan di
Indonesia.” Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini dirumuskan dalam tiga
rumusan masalah. Pertama, Apakah kreditor asing memiliki kedudukan hukum
dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap debitor di
Indonesia, Kedua, Bagaimana kepastian hukum bagi kreditor asing pada perkara
penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), Ketiga, Bagaimana bentuk
perlindungan hukum terkait kedudukan kreditor asing dalam proses PKPU di
Indonesia yang memenuhi aspek kepastian hukum.
Tujuan yang akan dicapai untuk penelitian ini terbagi menjadi tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umum, untuk melaksanakan syarat wajib dalam
menyelesaikan studi ilmu hukum dan mendapatkan gelar Sarjana Hukumm di
Fakultas Hukum Universitas Jember, sedangkan tujuan khusus yang akan dicapai
yaitu untuk mengetahui kedudukan kreditor asing dalam proses restrukturisasi utang
pada perkara PKU, untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan dalam
memberikan kepastian hukum bagi kreditor asing yang terlibat restrukturisasi utang
oleh debitur yang mengalami PKPU, serta untuk mengetahui upaya perlindungan
hukum bagi kedudukan kreditor asing yang terlibat pada proses restrukturisasi utang
pada perkara PKPU yang sesuai aspek kepastian hukum. Metode yang penulis
gunakan daam skripsi ini adalah hukum normative. Pendekatan yang digunakan yaitu
pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual
(conseptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum yang
penulis gunakan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non
hukum. Sedangkan pada analisis bahan hukum penulis menggunakan metode
deduktif yaitu dengan menganalisa atau mengkaji suatu masalah dengan
memunculkan pertanyaan yang bersifat umum kemudian ditarik suatu kesimpulan
yang berifat khusus.
Hasil penelitian dari skripsi ini dapat dijelaskan bahwa dalam suatu perkara
PKPU yang didalamnya terdapat kreditor asing, dapat digolongkan sebagai perkara
cross border insolvency. Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 pada
dasarnya belum mengakomodir pengaturan mengenai penyelesaian perkara yang
bersifat cross border insolvency. Hal ini tentu menimbulkan suatu ketidakpastian
terkait kedudukan hukum bagi kreditor asing yang terlibat dalam proses kepailitan
ataupun restrukturisasi pada perkara PKPU. Pengaturan mengenai cross border
insolvency sebenarnya telah dibuat dalam bentuk model hukum oleh United Nation
agar dapat diterapkan oleh tiap-tiap negara dalam penyelesaian sengketa lintas batas.
Model hukum ini adalah UNCITRAL Model Law Cross Border Insolvency with
Guide to Enactment dan model hukum ini telah banyak diadopsi oleh negara-negara
lain. Mengingat perkembangan ekonomi yang semakin tak terbatas, maka dirasa
perlu Indonesia memperbaharui dan melengkapi aturan hukum kepailitan dan PKPU
yang ada saat ini.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah Pertama, penyelesaian perkara utangpiutang melalui PKPU yang didalamnya memuat unsur asing dapat dikategorikan
sebagai perkara cross border insolvency. Pengaturan mengenai cross border
insolvency belum termuat dalam UU Kepailitan dan PKPU, sehingga kedudukan
kreditor asing dalam penyelesaian PKPU di Indonesia menjadi tidak jelas. Kedua,
pengaturan mengenai cross border insolvency dalam hukum kepailitan dan PKPU di
Indonesia masih belum ada, sehingga hal ini menyebabkan timbulnya suatu
ketidakpastian hukum terkait kedudukan kreditor asing dalam penyelesaian perkara
PKPU di Indonesia. Ketiga, dalam rangka memberikan perlindungan kepada para
pihak yang terlibat dalam penyelesaian PKPU, khususnya kreditor asing maka perlu
dilakukan suatu pembaharuan hukum guna menyempurnakan menyempurnakan
atura-aturan yang telah ada khususnya yang berkaitan dengan mekanisme
penyelesaian perkara PKPU yang bersifat lintas batas.
Saran yang dapat penulis berikan dalam skripsi ini yaitu, Pertama seyogyanya
perlu dilakukan perubahan terhadap instrument hukum nasional terkait isu cross
border insolvency dengan mempertegas masalah kedudukan kreditor asing dalam
proses kepailitan dan PKPU yang dilakukan di Indonesia. Kedua, seyogyanya
perubahan terhadap UU Kepailitan dan PKPU perlu untuk segera dilakukan,
sehingga kreditor asing yang hendak menanamkan modal atau memberikan pinjaman
kepada perusahaan Indonesia dapat memperoleh kepastian hukum, mengingat
perkembangan ekonomi yang semakin tidak terbatas. Ketiga, dalam
menyempurnakan hukum nasional, UNCITRAL Model Law dapat dijadikan sebagai
acuan atau sumber referensi guna melengkapi ketentuan yang berkaitan dengan
permasalahan cross border insolvency dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004. | en_US |