Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Demam Tifoid di RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri
Abstract
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri Salmonella typhi dan berpotensi menyebabkan wabah. Antibiotik merupakan pilihan terapi yang tepat, namun dalam dekade terakhir terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik lini pertama. Resistensi dapat menimbulkan permasalahan lain seperti peningkatan morbiditas, mortalitas, dan biaya kesehatan, sehingga diperlukan evaluasi terhadap penggunaan antibiotik. Metode ATC/DDD merupakan metode evaluasi yang direkomendasikan oleh WHO, dan sering digunakan bersama metode DU 90%.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap demam tifoid tahun 2020 hingga 2022 di RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri, menggunakan metode ATC/DDD dan DU 90%. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengumpulkan data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi. Data dianalisis secara kuantitatif dengan menghitung nilai DDD/100 patient-days, segmen DU 90%, dan persentase kesesuaian penggunaan antibiotik.
Hasil penelitian menunjukkan pasien didominasi perempuan (53,25%), usia dewasa awal (45,56%), dan LOS 4-7 hari (81,06%). Penggunaan antibiotik didominasi oleh tiamfenikol dan seftriakson, sediaan antibiotik injeksi, dan rute parenteral. Antibiotik dengan nilai DDD/100 patient-days tertinggi tahun 2020-2022 adalah tiamfenikol sebesar 50,80; 56,63; 50,95, berturut-turut. Antibiotik yang masuk ke dalam segmen DU 90% yaitu tiamfenikol, sefriakson, kloramfenikol, sefoperazon, sefotaksim, levofloksasin, dan seftazidim. Kesesuaian penggunaan antibiotik tahun 2020 sebesar 76,39%, 58,82% pada tahun 2021, dan 72,45% pada tahun 2022.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1540]