dc.description.abstract | Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Joint Operation (JO) seringkali menjadi pilihan dalam menentukan Pilihan Bentuk Usaha dalam pelaksanaan proyek pada sektor kontruksi. Putusan pailit akan dijatuhkan pada suatu perusahaan sepanjang perusahaan tersebut telah memenuhi syarat pailit yakni adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih seta seorang debitor memiliki minimal 2 (dua) kreditor. Akibat hukum penetapan status pailit ini telah diterima oleh BTID dalam putusan pailit yang diputus oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor putusan 42/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst perkara antara POC melawan BTID. Bersama dengan in BTID terdorong untuk mengajukan upaya hukum Kasasi (telah putus pada tanggal 28 oktober 2010) putusan nomor 740K/Pdt.Sus/2010. Dalam putusannya BTID menyangkal dalil-dalil tersebut dalam tanggapannya dimana unsur jatuh tempo dan dapat ditagih tidak terpenuhi, serta khususnya lagi terkait tidak terpenuhinya syarat pengajuan permohonan kepailitan minimal 2 (dua) kreditor.
Tujuan penelitian dalam skripsi in terdiri dua bagian, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan khusus dalam penelitian ini yakni mengetahui Penetapan Objek Utang dalam Gugatan Kepailitan PT. Bali Turtle Island Development melawan Penta Ocean Construction Co. Ltd termasuk dalam Event of Default dan mengetahui Joint Operation Penta Ocean Construction Co, Ltd dan PT. Surya Prasudi Utama dapat disebut sebagai kreditor PT. Bali Turtle Island Development dalam pemenuhan syarat pengajuan gugatan pailit. Metode penulisan dalam skripsi ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif serta 2 (dua) pendekatan, yakni pendekatan Undang-undang (statute approach) dan pedekatan konseptual (conceptual approach). Sumber penelitian hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah sumber penelitian berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, serta analisa bahan hukum yang digunakan adalah metode deduktif. Kajian Pustaka mejelaskan tentang gambaran umum sebagai bahan penelitian dalam skripsi mengenai akibat hukum, kepailitan, penetapan utang, dan kedudukan Joint Operation (JO) sebagai kreditor dalam kepailitan.
Pembahasan, dimana dalam bab ini akan menjelaskan serta menjawab permasalahan berdasarkan latar belakang penelitian, yakni: Pertama, peneliti membahas tentang Penetapan Objek Utang dalam Gugatan Kepailitan PT. Bali Turtle Island Development melawan Pent Ocean Construction Co.Ltd termasuk dalam Event of Default. Dimana dalam kasus ini, Pemenuhan unsur percepatan waktu penagihan tang (akselerasi) yakni pada sat terjadinya kesepakatan penghentian pengerjaan proyek sementara melalui surat Nomor 1756/BTID/PSJ-BALI/98 tertanggal 15 Mei 1998, dengan meninggalkan tang yang disepakati sejumlah nominal sesuai hasil kerja sebagian (progress statement), Majelis Hakim memutus bahwa objek tang tersebut dengan tidak memberikan pertimbagan adanya percepatan waktu penagihan tang (akselerasi) dengan menyatakan bahwa default (wanprestasi) yang dilakukan ole debitor bukan merupakan suatu hal yang dapat menyebabkan percepatan waktu penagihan utang (akselerasi), dan Majelis Hakim hanya memutus telah jatuh waktu utang tersebut merupakan jatuh waktu/tempo dari suatu utang pokok. Kedua, peneliti membahas tentang apakah Joint Operation Penta Ocean Construction Co, Ltd dan PT. Surya Prasudi Utama dapat disebut sebagai kreditor PT. Bali Turtle Island Development dalam pemenuhan syarat pengajuan gugatan pailit. Dimana, Status hukum Joint Operation (JO) sebagai badan usaha berbentuk Persekutuan perdata Pasal 1618 BW secara umum dan berbentuk Firma menurut Pasal 16 KUH Dagang secara khusus memberikan titik terang pada persoalan tanggung jawab para peserta Joint Operation (JO). Oleh karena itu, Joint Operation (JO) adalah merupakan satu kesatuan entitas yang dapat dikategorikan sebagai Firma, syarat pailit dua atau lebih kreditor tidak terpenuhi. Sebagai satu kesatuan entitas, Joint Operation (JO) tapa mendalilkan kreditor lainnya, tidak memenuhi syarat pailit suatu subjek hukum yang dimohokan pailit.
Kesimpulan dalam penelitian skripsi in diantaranya adalah : Pertama, Objek tang dalam kasus in memenuhi unsur percepatan waktu penagihan utang (akselerasi), yang dibuktikan tang yang menjadi objek gugatan merupakan utang hasil pekerjaan sebagian (progress statement), yang notabene pekerjaan proyek belum selesai dilakukan sampai dengan finish and secure. Kedua, Joint Operation (JO) tidak memenuhi syarat pailit dalam mengajukan permohonan terhadap debitornnya. Joint Operation (JO) dihitung sebagai satu kesatuan tau sama dengan satu kreditor. Oleh karena itu, permohonan pailit yang diajukan hanya oleh Joint Operation (JO) tapa mendalilkan kreditor lain, tidak memenuhi syarat pailit adanya Minimal 2 (dua) Kreditor atau lebih (Concursus Creditorium).
Saran yang dapat diberikan penulis adalah : Pertama, Pengertian mengenai percepatan waktu penagihan tang (akselerasi) hendaknya diatur dalam hukum materil, agar para hakim tidak mempunyai penafsiran yang berbeda mengenai pengertian dari percepatan waktu penagihan tang (akselerasi) tersebut serta sebaiknya kalimat "*utang yag telah jatuh waktu dan dapat ditagih" dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU diubah menjadi "utang yang telah jatuh waktu atau dapat ditagih". Mengingat utang dapat saja ditagih walaupun belum jatuh waktu, salah satunya karena percepatan waktu penagihan utang (akselerasi). Kedua, Perlu adanya pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur lebih spesifik terkait keberadaan (eksistensi) atau kedudukan Joint Operation (JO) baik dari segi definisi, hubugan hukum, aturan pajak, dan lain sebagainya. Hal ini ditujukan untuk memberikan kepastian hukum atas bentuk badan usaha Joint Operation (JO), yang mana dewasa ini bentuk badan usaha Joint Operation (JO) banyak digunakan dan sering terbetuk ole pelaku ekonomi atau pelaku bisnis di Indonesia. | en_US |