dc.description.abstract | Okra (Abelmoschus esculentus) adalah jenis sayuran yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hasil produksi okra di kabupaten Jember belum bisa memenuhi pasar nasional maupun internasional. Beberapa tantangan dalam proses budidaya okra yaitu adanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) berupa gulma. Gulma dapat menurunkan kualitas dan kuantitas tanaman okra. Keberadaan gulma akan menyebabkan dampak negatif pada tanaman utama karena kebutuhan gulma sama dengan kebutuhan tanaman utama yang dapat menyebabkan persaingan unsur hara, air, cahaya matahari, ruang tumbuh, alelopati dan lain lain. Pengendalian gulma menggunakan herbisida dapat menekan biaya produksi karena lebih cepat, mudah, dan tenaga kerja yang sedikit. Pengaplikasian herbisida kimia sintetik dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di sekitar karena dapat meninggalkan residu yang menumpuk di produk hasil tanaman okra, serta dapat membunuh semua mikroorganisme di dalam tanah baik yang menguntungkan ataupun merugikan. Pengaplikasian bioherbisida merupakan solusi dari permasalahan kerusakan ekosistem tersebut karena pengendalian menggunakan bioherbisida ini ramah lingkungan. Tanaman ketapang mengandung terpenoid, tannin, saponin, flavonoid, steroid, kuinon, asam fenolik, fenol, dan kumarin yang dapat menyebabkan efek fitotoksisitas terhadap beberapa gulma. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode RAK (Rancangan Acak Kelompok) faktorial, yang terdiri dari 7 perlakuan. P0 (Kontrol), P1 (Ekstrak daun ketapang utuh 50%), P2 (Ekstrak daun ketapang kasar 50%), P3 (Ekstrak daun ketapang halus 50%), P4 (Ekstrak daun ketapang utuh 75%), P5 (Ekstrak daun ketapang kasar 75%), P6 (Ekstrak daun ketapang halus 75%), Setelah data di peroleh lalu dilakukan analisis deskriptif dan analisis regresi-korelasi. Variabel yang diamati berupa inventarisasi gulma, skoring tingkat keracunan herbisida, fitotoksisitas, dan intensitas keracunan gulma. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu gulma yang mendominasi pada lahan tanaman okra yaitu Acalypha indica dengan frekuensi relatif 7,560 dan kerapatan relatif 19,582, gulma ini termasuk kategori gulma daun lebar. Skoring keracunan herbisida Tingkat keracunan herbisida terparah disebabkan oleh perlakuan halus 75% dengan nilai rata-rata 1,331. Fittoksisitas tidak berpengaruh. Intensitas keracunan gulma memiliki nilai korelasi termasuk kategori sangat kuat dan tergolong signifikan pada nilai alpa >0,05%. | en_US |