dc.description.abstract | Tanaman edamame (Glycine max L. Merr.) merupakan jenis kedelai dari
Jepang yang memiliki polong lebih besar dibandingkan kedelai biasa, serta
memiliki potensi ekspor yang dapat meningkatkan devisa negara. PT Gading Mas
Indonesia Teguh (GMIT) adalah salah satu produsen yang berfokus pada ekspor
edamame. Permintaan ekspor kedelai edamame semakin meningkat setiap
tahunnya, namun PT GMIT belum dapat memenuhi semua permintaan ekspor
tersebut karena beberapa kendala. Salah satu kendala yaitu adanya serangan hama
kutu kebul (Bemisia tabaci) yang menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas
kedelai edamame.
Kutu kebul menghisap cairan daun, merusak jaringan tanaman, dan
menurunkan hasil panen hingga 80%. Kutu kebul juga dapat berperan sebagai
vektor penyakit kuning dan mosaik. Pengendalian hama yang diterapkan oleh PT
GMIT belum efektif, karena kurangnya data mengenai pengaruh perbedaan umur
dan lokasi pertanaman terhadap populasi kutu kebul. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh tersebut, sehingga PT GMIT dapat
mengambil langkah pengendalian hama yang lebih tepat guna meningkatkan
produktivitas dan kualitas ekspor edamame.
Pengamatan populasi kutu kebul dilakukan menggunakan yellow sticky trap
yang dipasang dengan metode silang diagonal pada 9 titik sampel. Pengamatan
populasi kutu kebul dilakukan pada 10 HST, 20 HST, 30 HST, 40 HST, dan 50
HST. Perhitungan populasi kutu kebul yang menempel pada yellow sticky trap
dilakukan dengan bantuan mikroskop. Pengukuran faktor fisik lingkungan seperti
suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya juga dilakukan pada masing-masing titik
sampel setiap pagi, siang, dan sore hari. Data hasil perhitungan populasi kutu kebul
dan faktor fisik lingkungan ditabulasi menggunakan Microsoft Excel. Tabulasi data
kemudian dianalisis menggunakan uji normalitas Shapiro Wilk, uji parametrik
Independent Samples T-test, uji Analysis of Variance (ANOVA), uji lanjut Tukey
HSD, dan Analisis Canonical Correspondence Analysis (CCA). Hasil penelitian menunjukkan populasi kutu kebul di lahan Ajung (6.709
imago) lebih tinggi dibandingkan lahan Jenggawah (5.876 imago). Populasi kutu
kebul pada dua lokasi tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji Independent
Samples T-test (p-value 0,874 > 0,05). Faktor yang mempengaruhi tidak adanya
perbedaan yaitu kesamaan ketinggian lokasi, teknik budidaya, dan sistem tanam
monokultur. Populasi kutu kebul juga meningkat seiring bertambahnya umur
tanaman kedelai edamame, terutama pada fase generatif (30-50 HST). Hasil
tersebut terjadi karena adanya peningkatan ketersediaan nutrisi yang menjadi
sumber makanan bagi kutu kebul dan adanya daya tarik fisiologis tanaman.
Faktor lingkungan seperti suhu dan intensitas cahaya lebih tinggi di lahan
Ajung, sementara kelembaban lebih tinggi di lahan Jenggawah. Kondisi tersebut
dapat memengaruhi variasi populasi kutu kebul karena suhu dan cahaya terbukti
mempercepat siklus hidup serangga ini. Analisis faktor fisik lingkungan melalui uji
CCA juga menegaskan bahwa suhu, cahaya, dan kelembaban memengaruhi
dinamika populasi, dengan suhu dan intensitas cahaya memiliki pengaruh dominan
dibandingkan kelembaban. | en_US |