Gambaran Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat dalam Melaksanakan Pelayanan di Puskesmas Wilayah
Abstract
Keselamatan pasien merupakan suatu sistem layanan kesehatan yang
membuat asuhan pasien menjadi lebih aman. Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan primer harus menempatkan keselamatan pasien sebagai fokus utama
dalam pelayanannya. Keselamatan pasien berhubungan erat dengan mutu
pelayanan kesehatan, termasuk pencegahan kesalahan medis, peningkatan kualitas
prosedur klinis, dan perlindungan pasien dari potensi bahaya selama perawatan.
Implementasi keselamatan pasien di puskesmas dapat meningkatkan efisiensi,
kepercayaan masyarakat, dan standar pelayanan kesehatan. Perawat, sebagai tenaga
kesehatan dengan jumlah terbanyak dan intensitas interaksi tinggi dengan pasien,
memiliki peran penting dalam penerapan budaya keselamatan pasien. Penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan budaya keselamatan pasien yang diterapkan oleh
perawat dalam pelayanan di Puskesmas wilayah Jember, guna mengurangi risiko
serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan metode total
sampling, melibatkan 80 responden perawat yang bekerja di Puskesmas wilayah
Jember. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik, bertujuan untuk
mendeskripsikan variabel-variabel terkait 12 dimensi keselamatan pasien
berdasarkan pedoman AHRQ. Pengumpulan data dilakukan menggunakan
kuesioner Hospital Survey on Patient Safety Culture (HSOPSC) yang disebarkan
melalui Googleform. Kuesioner ini dirancang untuk mengukur budaya keselamatan
pasien secara komprehensif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi
Kerjasama dalam Unit (62,5%) dalam kategori budaya kuat, Harapan dan Tindakan
Atasan dalam Mempromosikan keselamatan Pasien (68,75%) dalam kategori
budaya sedang, Pembelajaran Organisasi Perbaikan Berkelanjutan (95%) dalam kategori budaya sedang, Dukungan Manajemen untuk Keselamatan Pasien (83,25)
dalam kategori budaya sedang, Persepsi Keseluruhan tentang Keselamatan Pasien
(86,25%) dalam kategori budaya kuat, Kerjasama Antar Unit (82,5%) dalam
kategori budaya kuat, Penempatan Staf (78,75%) dalam kategori budaya sedang,
Handoff dan Transisi (61,25%) dalam kategori budaya sedang, Respon yang Tidak
Menghakimi (65%) dalam kategori budaya sedang. Umpan Balik dan Komunikasi
Tentang Kesalahan (48,75%) dalam kategori budaya sedang, Komunikasi Terbuka
(72,5%) dalam kategori budaya sedang, dan Frekuensi Pelaporan Kejadian
(71,25%) dalam kategori budaya sedang. Dilihat dari hasil tiap dimensi, budaya
keselamatan pasien di puskesmas wilayah Jember berada dalam kategori sedang,
dengan tingkat respon positif sebesar 66,6%. Hal ini mengindikasikan bahwa
meskipun sebagian besar dimensi keselamatan pasien telah diterapkan, masih
terdapat beberapa aspek yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas budaya
keselamatan pasien di puskesmas. Seperti dukungan menejemen, tingkat kesadaran
staf, konsistensi dalam penerapan prosedur, keterbatasan sumber daya, pelaporan
kejadian dan komunikasi yang kurang efektif menjadi hambatan utama. Untuk
meningkatkan budaya keselamatan ini, diperlukan langkah strategis seperti
pelatihan berkala, penguatan prosedur dan sistem, dukungan manajemen, dan
peningkatan komunikasi internal. Dengan upaya yang berkelanjutan, diharapkan
budaya keselamatan pasien dapat meningkat, sehingga memberikan pelayanan yang
lebih aman dan berkualitas.
Collections
- UT-Faculty of Nursing [1554]