Penerapan Diversi pada Anak Pelanggar Lalu Lintas Ditinjau dari Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Abstract
Anak merupakan unsur yang menyatu dengan kelangsungan
kehidupan manusia, bangsa, dan negara. Penempatan anak yang menjalani
proses peradilan yang menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa proses peradilannya
untuk ditempatkan pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) serta
penerapan keadilan restoratif (restorative justice) dan diversi. penegakan
hukum dengan melakukan razia lalu lintas terhadap anak belum mampu
mengatasi atau menghindari terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terjadi.
Penelitian ini menguraikan dan menganalisis mengenai kebijakan hukum
pidana di masa akan datang terkait dengan peraturan tentang anak pelanggar
lalu lintas di masa yang akan datang. Tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini yaitu, mendeteksi penerapan diversi dalam sistem peradilan
pidana anak terhadap pelanggaran lalu lintas oleh anak, menggali amar
putusan pidana denda oleh hakim terhadap anak pelanggar lalu lintas,
membuat reformulasi peraturan tentang anak pelanggar lalu lintas di masa
yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis
normatif yaitu dengan mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma
hukum positif. Dengan menggunakan 3 pendekatan masalah, yaitu
pendekatan perundang-undangan (statute aprroach), pendekatan konseptual
(conseptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Sebagai
sumber bahan hukum, dalam penulisan ini menggunakan 2 sumber bahan
hukum yaitu, bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder. Menurut hasil dari observasi yang telah dilaksanakan, kepolisan
melakukan razia lalu lintas tanpa pengecualian baik pada subjek hukum anak
maupun dewasa. Pelaksanaan razia dilakukan dengan berdasarkan pada
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, yang termuat pada pasal 260 ayat (1). Alasan lain dari dilaksanakannya
razia lalu lintas yaitu karena angka pelanggaran serta kecelakaan lalu lintas
yang meningkat, sehingga kepolisan menerapkan upaya razia lalu lintas
dengan tujuan menurunkan adanya kecelakaan lalu lintas. Data yang telah
dipaparkan diperoleh menunjukan angka kecelakaan pada tahun 2018 yang
meningkat dibandingkan kecelakaan pada tahun 2017 dan 2019, maka dapat
dimengerti bahwa penegakan hukum dengan melakukan razia lalu lintas
terhadap anak belum mampu mengatasi atau menghindari terjadinya
kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Sedangkan pada data yang diperoleh
bahwa pada amar putusan hakim terhadap anak pelanggar lalu lintas ialah
pidana denda dengan subsider pidana kurungan. Menurut hemat penulis bahwa dalam melakukan pemeriksaan atau
menangani perkara pelanggaran lalu lintas oleh anak lebih tepat jika
menerapkan azas lex specialis derogat legi generali. Pada data yang diperoleh
terkait amar putusan hakim, terlihat bahwa pidana yang dijatuhkan ialah
pidana denda subsider pidana kurungan, sedangkan dalam Undang-Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak tidak memuat pidana kurungan atau pidana
denda. Sebenarnya apabila dirujukan kepada ketentuan dari bunyi Pasal 71, maka penerapan pidana denda yang dilakukan Kepolisian terhadap anak yang
melakukan pelanggaran lalu lintas tidak tepat dan tidak sesuai. Oleh sebab itu
dalam menyikapi dan menerapkan dari bunyi Pasal 7 ayat (1) diperlukan
adanya duduk bersama antara Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman untuk
mendiskusikan lebih lanjut tentang penerapan diversi terhadap anak yang
melakukan pelanggaran tilang lalu lintas tersebut. Reformulasi peraturan
tentang anak pelanggar lalu lintas dimasa yang akan datang, untuk anak
sebagai pelaku pelanggaran lalu lintas dibedakan dengan pelaku dewasa yang
dianggap sudah cakap, yaitu dengan memberikan pidana pelatihan kerja
berwujud pelatihan kerja berbasisi kompetensi serta pelatihan industri kreatif
pada Balai Latihan Kerja sesuai dengan minat dan kejuruan, dikarenakan
denda yang timbul pada anak pelanggar lalu lintas sebagian besar dibayarkan
oleh orang tua dari anak pelanggar lalu lintas, jadi anak pelaku pelanggaran
lalu lintas tidak merasa dirugikan atau tidak ikut menanggung perbuatannya.
Collections
- MT-Science of Law [335]