dc.contributor.author | GINTING, Prima Jaya | |
dc.date.accessioned | 2025-01-21T03:20:07Z | |
dc.date.available | 2025-01-21T03:20:07Z | |
dc.date.issued | 2024-08-27 | |
dc.identifier.nim | 190710101266 | en_US |
dc.identifier.uri | https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/125009 | |
dc.description.abstract | Bahwa teori presipitasi korban dapat menjadi alasan teoritik bagi hakim untuk meringankan pidana kepada pelaku. Teori presipitasi korban sebagai alasan teoritik dapat diklasifikasikan sebagai peringanan pidana yang bersifat sekunder atau sering disebut sebagai alasan Non-Yuridis. Dasar hukum peringanan pidana yang bersifat sekunder adalah mengacu pada pasal 197 ayat (1) KUHAP. 83 Dipertimbangkannya teori presipitasi korban dalam praktek peradilan pidana juga selaras dengan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal tersebut mengatur bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan koridor tersebut, semakin jelas bahwa hakim peradilan pidana mempunyai ruang untuk mempertimbangkan teori presipitasi korban sebagai alasan yang dapat meringankan pidana bagi terdakwa. Teori presipitasi korban sebagai hal yang meringankan pidana dipertimbangkan dalam praktek peradilan adalah untuk menentukan kadar pertanggungjawaban antara pelaku dan korban dalam terjadinya viktimisasi. Para viktimolog dengan memakai terminologi dalam sistem hukum yang selama ini digunakan untuk menjelaskan pelaku terkait pertanggungjawaban (responsibility), kealpaan (culpability), dan kesalahan (guilt) juga dapat digunakan untuk menjelaskan posisi korban artinya,Korban dapat diposisikan dalam pertanggungjawaban, kealpaan, ataupun kesalahan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat ditemukan suatu konsep pertanggungjawaban yang terbagi antara korban dan pelaku, hal ini karena dalam proses viktimisasi, kedua belah pihak mempunyai kadar kesalahan, bahkan dalam kondisi tertentu, korban dapat lebih bersalah daripada pelaku. Sebagai contoh pada putusan Nomor 669/Pid.b/2022/PN Stb. Berdasarkan hasil pemeriksaan persidangan disimpukan bahwa penyebab awal terjadinya viktimisasi adalah karena korban memiliki kehendak untuk melakukan tindak pidana pencurian di kebun kelapa sawit milik terdakwa. Dalam kasus tersebut, dengan adanya unsur kesalahan yang juga dibuat oleh korban dalam viktimisasi, maka seharusnya unsur pertanggung jawabannya menjadi terbagi tidak mutlak pada pelaku, namun diukur sesuai dengan kadar kesalahan yang dimiliki pelaku dan korban. Bagi pelaku, bentuk pertanggungjawaban atas kesalahannya adalah berupa penjatuhan pidana. Sedangkan, bagi korban bentuk pertanggungjawaban atas kesalahannya adalah adanya keringanan pidana terhadap pelaku. Ditinjau dari perspektif teori presipitasi korban mengenai kadar kesalahan pelaku dan korban, gagasan teori presipitasi korban menjadi tidak mungkin untuk dipertimbangan ke dalam semua jenis tindak pidana. Teori ini akan menjadi cacat jika dipaksakan didalam kasus pidana tertentu. Misalnya, pada tindak pidana kejahatan tanpa korban. Konsep kejahatan tanpa korban adalah konsep dalam ilmu kriminologi yang menggambarkan bahwa dalam tindak pidana tersebut, pelaku juga dianggap sebagai korban. Dengan kata lain korban sekaligus sebagai si pelaku kejahatan. status korban yang juga sebagai pelaku kejahatan membuat teori presipitasi korban tidak dapat dipertimbangkan oleh hakim sebagai hal yang meringankan pidana. Hal ini karena teori presipitasi korban harus selalu melibatkan hubungan dua subjek hukum, yakni antara pelaku dan korban yang sama-sama bersifat aktif dalam terjadinya Viktimisasi. | en_US |
dc.description.sponsorship | Dosen Pembimbing Utama, Dr. Fanny Tanuwijaya, S.H., M.Hum.
Dosen Pembimbing Anggota Dina Tsalist Wildana, S.H.I., LL.M. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | Fakultas Hukum | en_US |
dc.subject | Teori Presipitasi Korban (Victim Precipitation Theory) | en_US |
dc.subject | i Parameter Peringan Pidana | en_US |
dc.subject | Terdakwa | en_US |
dc.title | Teori Presipitasi Korban (Victim Precipitation Theory) Sebagai Parameter Peringanan Pidana Bagi Terdakwa | en_US |
dc.type | Skripsi | en_US |
dc.identifier.prodi | Ilmu Hukum | en_US |
dc.identifier.pembimbing1 | Dr. Fanny Tanuwijaya, S.H., M. Hum | en_US |
dc.identifier.pembimbing2 | Dina Tsalist Wildana, S. H.I.,LL.M. | en_US |
dc.identifier.validator | Kacung- 6 Januari 2025 | en_US |
dc.identifier.finalization | 0a67b73d_2025_01_tanggal 21 | en_US |