Perilaku Perawatan Bayi pada Masyarakat Suku Tengger di Desa Argosari Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang
Abstract
Masyarakat Suku Tengger sangat berkaitan erat dengan tradisi dan perawatan secara tradisional menggunakan ramuan-ramuan, pantangan, dan doa-doa yang selalu dilakukan dan diwariskan secara turun menurun. Faktor lingkungan sosial budaya menjadi yang paling berpengaruh. Perilaku perawatan bayi secara tradisional yang tidak sesuai usia perlakuan dapat menyebabkan kematian bayi, yakni pada tahun 2020 terjadi 2 kematian bayi di Argosari akibat pemberian MP-ASI pada bayi usia 1 bulan sehingga bayi tersedak atau asfiksia. Penelitian ini bertujuan mengkaji perilaku perawatan bayi pada masyarakat Suku Tengger di Desa Argosari Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan observasi partisipatif. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive dengan kriteria ibu bayi Suku Tengger yang memiliki bayi 0-12 bulan dengan total informan sebanyak 19 informan yang terdiri dari 10 orang informan utama, 6 informan kunci, dan 3 informan tambahan. Penelitian ini dilakukan di Dusun Krajan Desa Argosari Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang pada bulan Juni 2022-Mei 2023. Data informan divalidasi melalui triangulasi sumber. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis isi tematik untuk memahami suatu budaya.
Thought and feeling terwujud dalam pengetahuan dan sikap ibu bayi Suku Tengger dalam melakukan perawatan bayi. Pengetahuan informan buruk dalam mendefinisikan usia bayi, informan menganggap disebut bayi hingga usia 0-5 bulan dan bayi berusia 44 hari. informan menganggap bayi lahir normal melalui vagina dan spontan menangis. Sikap informan setuju terhadap perawatan bayi secara tradisional. Personal references meliputi dukun bayi, ibu kandung, dukun adat, keluarga, dan influencer. Resources berupa sarana prasarana, biaya, waktu, dan tenaga yang membantu selama melakukan perawatan bayi. Sarana dan prasarana yakni menggunakan selimut, lampu kuning, sepeda motor, jimat bundelan, jimat kalung, jimat ruangan, duri, daun dlingu, bawang putih, bedak bayi, minyak telon, minyak kayu putih, minyak rambut, handuk, sawi ireng, ketirem, jaket, gedong bayi, baju, sarung tangan, topi, ramuan daun dlingu, ramuan minyak gas, ramuan kunyit, ramuan tebu hitam bakar, baby cream, cool fever, kopi, abu, lemah kanthol dan ramuan jeruk kecap.
Prasarana dan fasilitas adalah puskesmas pembantu dan balai desa untuk Posyandu dan penyuluhan kesehatan serta fasilitas media informasi melalui media cetak. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan perawatan bayi berkisar antara gratis hingga Rp. 6.000.000. Sedangkan biaya ritual kekerik berkisar Rp. 1.000.000-3.000.0000. Waktu untuk melakukan perawatan bayi setiap hari dan upacara kekerik ketika bayi berusia 35-44 hari setelah lahir. Sedangkan tenaga yang membantu selama melakukan perawatan bayi berasal dari pihak keluarga, bidan desa, dukun adat, suami dan dukun bayi. Culture (budaya) pada penelitian ini dilakukan upacara adat among-among, netepke jeneng, dan kekerik.
Perilaku perawatan bayi Suku Tengger meliputi pemberian ASI non eksklusif karena diselingi dengan tradisi didhulang sejak bayi berusia 15 hari. Pemberian ramuan bobok kunir, daun dlingu, sawi ireng, kunir madu, jeruk kecap, dan tebu ireng. Memakaikan jimat bundelan, jimat kalung, jimat ruangan, dan duri untuk melindungi bayi dari sawan. Pemberian abu dan lemah kanthol pada tali pusat bayi, pemberian bedak yang berlebihan pada bayi, memandikan bayi 1-2 hari sekali, pantangan makan pada bayi dan ibu menyusui, serta anjuran minum kopi pada bayi usia 7-9 bulan. Saran pada penelitian ini perlu pembuatan video emo-demo terkait bahaya pemberian makanan, ramuan, kopi dan jamu pada bayi sebelum usia 6 bulan. Pelatihan tentang teknik pemijatan, memandikan bayi, pengobatan tradisional bayi, dan pantangan makan bagi bayi dan ibu menyusui.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2226]