dc.description.abstract | Putusan Nomor 9/Pid.Sus-Anak/2019/PN SDA terdapat seorang pelaku anak yang didakwa oleh JPU menggunakan dakwaan alternatif yaitu Pasal 112 atau Pasal 127 UU Narkotika, setelah proses pemeriksaan persidangan kemudian hakim menyatakan anak terdakwa melanggar Pasal 112 UU Narkotika dan dijatuhkan pidana penjara selama 2 tahun serta pelatihan kerja selama 2 bulan. maka, dalam hal ini penulis menemukan permasalahan, yang pertama Apakah hakim menjatuhkan sanksi pidana berdasarkan Pasal 112 UU Narkotika dalam Putusan Nomor 9/Pid.Sus-Anak/2019/PN SDA telah sesuai dengan fakta yang
terungkap di persidangan dan yang kedua Apakah ratio decidendi hakim memutuskan pemidanaan terhadap terdakwa dalam Putusan Nomor 9/Pid.Sus Anak/2019/PN/SDA sesuai dengan peraturan perundangan terkait anak penyalahguna narkotika. Tujuan dari penelitian yaitu melakukan evaluasi terhadap putusan hakim menjatuhkan pidana berdasarkan Pasal 112 UU Narkotika dalam Putusan Nomor 9/Pid.Sus-Anak/2019/PN SDA telah sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan dan mengevaluasi ratio decidendi hakim memutuskan pemidanaan terhadap terdakwa dalam Putusan Nomor 9/Pid.Sus Anak/2019/PN/SDA sesuai dengan peraturan perundangan terkait anak penyalahguna narkotika, memberikan alternatif hukuman pidana menjadi tindakan
kepada anak terdakwa.
Dalam penelitian skripsi, penulis menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dan menggunakan pendekatan masalah yang berupa pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual yang bertujuan menganalisis kesesuaian fakta di persidangan dan dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana berdasarkan Pasal 112 UU narkotika yang kemudian dikaitkan dengan prinsip
kepentingan yang terbaik bagi anak, asas lex tempus delicti dan asas ultimum remediumHakim dalam Putusun Nomor 9Pid. sus-Anak2019PN SDA dengan memperhatikan fakta persidangan, Hakim memilih dakwaan alternatif kesatu yaitu pasal 112 ayat 1 UU Narkotika kepada anak terdakwa, dimana menurut hakim anak terdakwa memenuhi semua unsur. Pasal 112 UU Narkotika memiliki
unsur makna yang sangat luas dimana jika seseorang terbukti memenuhi unsur memiliki, menyimpan dan menguasai maka jaksa penuntut umum akan mendakwakan Pasal tersebut atau hakim bisa memutus untuk menggunakan Pasal tersebut. Hal ini membuat multitafsir penggunaan Pasal 112 dan Pasal 127 UU Narkotika dan ketidakpastian hukum dalam penerapannya, maka dibutuhkan suatu kaedah hukum yang tegas, jelas, tidak mempunyai arti ganda. Oleh sebab itu muncullah SEMA No. 4 tahun 2010. Berdasarkan SEMA perbuatan anak terdakwa tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang telah diatur di SEMA tersebut, barang bukti anak terdakwa 0,19 gram dalam SEMA jenis sabu harus memiliki berat kurang lebih 1 gram, tidak adanya surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater, karenanya anak terdakwa tidak dapat terbukti sebagai Penyalahguna. Pasal 1 ayat 3 UU SPPA yang mengatur pembatasan usia terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun sehingga anak yang berkonflik dengan hukum yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun dalam penanganan perkara di atur menggunakan UU SPPA, anak terdakwa telah berusia 18 tahun lebih 3 bulan saat dijatuhi putusan oleh hakim, sebab itu hakim dalam pertimbangan tidak sependapat dengan BAPAS jika dijatuhi putusan berupa
tindakan. Berdasarkan Pasal 20 UU SPPA menyatakan bahwa anak yang melampaui batas 18 tahun tapi belum berumur 21 tahun maka sidang yang dipakai adalah sidang anak, diartikan anak terdakwa masih kategori anak meskipun usianya melampaui dikarenakan anak terdakwa belum berusia 21 tahun, dan dilihat dari waktu anak terdakwa melakukan tindak pidana tersebut, anak
terdakwa masih di usia kurang dari 18 tahun, yang dijelaskan dalam lex tempus delicti yaitu berdasarkan waktu, untuk menentukan suatu UU dapat diterapkan terhadap suatu tindak pidana. Penerapan sanksi untuk anak juga diatur dalam UU
SPPA, dan juga tetap berpegang pada prinsip yang terdapat di UU Perlindungan anak
Berdasarkan kasus diatas terdapat saran yang perlu diperhatikan yaitu,Putusan hakim harus juga mengutamakan fakta di persidangan, karena keduaPasal tersebut adalah Pasal yang Multitafsir. dan lebih diutamakan penerapan sanksi yaitu berupa rehabilitasi. Pertimbangan hakim memutuskan pemidanaan seharusnya lebih mengutamakan Diversi, | en_US |