Kebijakan Presiden B J Habibie dalam Menangani Tindak Kekerasan dan Pelecehan Seksual terhadap Perempuan Etnis Tionghoa Tahun 1998-1999
Abstract
Kebijakan Presiden B. J. Habibie dalam Menangani Tindak Kekerasan dan Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan Etnis Tionghoa Tahun 1998-1999; Khofifatul Husnah, 190210302068; 2023; xiii+73 halaman; Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
Kebijakan dalam menangani tindak kekerasan dan pelecehan seksual tahun 1998-1999 melalui pembentukan Komnas Perempuan oleh B. J. Habibie merupakan kebijakan yang dikeluarkan sebagai respon adanya perempuan etnis Tionghoa yang mengalami tindak kekerasan dan pelecehan seksual pada Mei 1998. Kebijakan tersebut bertujuan memberikan keadilan hukum bagi para korban tindak kekerasan dan pelecehan seksual selama Mei 1998. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) mengapa pemerintahan Presiden B. J. Habibie mengeluarkan kebijakan terhadap kasus kekerasan dan pelecehan seksual tahun 1998-1999?; (2) bagaimana implementasi kebijakan pemerintahan Presiden B. J. Habibie dalam menangani kasus kekerasan dan pelecehan seksual tahun 1998-1999?; (3) bagaimana dampak kebijakan Presiden B. J. Habibie mengenai penyelesaian masalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual perempuan etnis Tionghoa melalui pembentukan komnas perempuan tahun 1998-1999?. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji latar belakang, implementasi, serta dampak dikeluarkannya kebijakan terhadap kasus kekerasan dan pelecehan seksual tahun 1998-1999 oleh pemerintahan B. J. Habibie . Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yang dilakukan melalui empat tahap yaitu: heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Historiografi yang dilaksanakan disokong dengan pendekatan sosiologi politik dan teori kebijakan publik.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) latar belakang B. J. Habibie mengeluarkan kebijakan pembentukan Komnas Perempuan disebabkan adanya peristiwa tindak pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi kepada perempuan etnis Tionghoa. Peristiwa tersebut diawali adanya kerusuhan dan penjarahan terhadap aset-aset warga etnis Tionghoa pada Mei 1998 karena adanya krisis ekonomi yang terjadi masa itu. Sentimen terhadap etnis Tionghoa membuat perempuan etnis tersebut menjadi sasaran kerusuhan, salah satunya adalah terjadi pemerkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa. Kasus penjarahan dan pelecehan seksual yang terjadi secara massal pada Mei 1998 menelan banyak korban, namun sulit mengetahui angka pastinya. Hal tersebut memicu B. J. Habibie mengeluarkan kebijakan yang mendorong dibentuknya sebuah lembaga untuk menangani kasus ini; (2) implementasi kebijakan B. J. Habibie dalam menangani tindak kekerasan dan pelecehan seksual tahun 1998-1999 diwujudkan melalui pembentukan lembaga negara yang bersifat independen. Lembaga independen yang dimaksud adalah Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Tujuan didirikannya Komnas Perempuan guna menindaklanjuti protes masyarakat terkait dengan peristiwa perkosaan yang terjadi pada perempuan etnis Tionghoa. Selain itu, Komnas Perempuan turut hadir sebagai lembaga yang menjamin hak asasi perempuan dimasa yang akan datang sehingga peristiwa pemerkosaan dan pelecehan seksual tidak terulang kembali. Pelaksanaan peningkatan dilakukan melalui pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta dalam tragedi Mei 1998; (3) dampak kebijakan yang dikeluarkan B. J. Habibie dalam menangani tindak pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan etnis Tionghoa menyebabkan terbukanya fakta-fakta baru mengenai peristiwa perkosaan Mei 1998 terhadap perempuan etnis Tionghoa, terselesaikannya kasus perkosaan dan pelecehan seksual pada peristiwa Mei 1998, penjaminan HAM bagi perempuan, terbukanya wawasan masyarakat mengenai tindak perkosaan dan pelecehan seksual agar lebih berani bersuara atas tindakan kejahatan yang dialami atau dilihat.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan B. J. Habibie dalam menangani tindak pelecehan dan kekerasan seksual terhadap etnis Tionghoa memberikan peran penting terhadap perlindungan perempuan Indonesia, terutama perempuan etnis Tionghoa. Selain itu, kebijakan tersebut juga menjadi perlindungan dan ruang dalam menyuarakan dan mencari keadilan hukum bagi kaum perempuan.