Asuhan Keperawatan Pada Ny.A Pasien Stroke Iskemik dengan Masalah Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik di Ruang Melati RSUD Dr.Haryoto Lumajang Tahun 2023
Abstract
Stroke iskemik merupakan proses dimana otak kehilangan fungsinya yang
disebabkan karena suplai darah ke otak berhenti karena embolus dan trombus, maka
sel yang ada di otak akan mati karena suplai oksigen tidak mencukupi. Tanda yang
paling menonjol pada pasien stroke iskemik adalah hemiparesis atau lumpuhnya
salah satu sisi tubuh sehingga muncul masalah keperawatan gangguan mobilitas
fisik. Hemiparesis juga menyebabkan hilangnya mekanisme reflek postural normal
seperti dalam mengontrol siku, mengontrol gerak kepala untuk keseimbangan, dan
rotasi tubuh untuk gerak fungsional pada ekstremitas. Hemiparesis menyebabkan
fungsi neuron di system saraf pusat menurun dan akan menghasilkan kelambanan
gerak, dan berpikir, bicara tremor serta kekakuan apabila tidak ditangani dapat
menyebabkan kecacatan permanen. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk
mengeksplorasi Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Iskemik dengan masalah
keperawatan gangguan mobilitas fisik di Ruang Melati RSUD dr. Haryoto
Lumajang Tahun 2023.
Dalam penulisan ini yang digunakan oleh penulis adalah Laporan Kasus.
Partisipan yang dipilih sesuai dengan kriteria dan batasan istilah dengan pasien di
Ruang Melati RSUD dr. Haryoto Lumajang yang didiagnosis Stroke Iskemik dalam
rekam medis pasien dengan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik dengan
memenuhi kriteria minimal 80% tanda mayor dan bersedia menjadi partisipan.
Pengambilan data dilakukan di Ruang Melati RSUD dr. Haryoto Lumajang dalam
rentang waktu 08 April-12 April 2023. Teknik pengumpulan data melalui
wawancara, observasi, studi dokumentasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Rencana keperawatan mengacu pada Standar Intervensi Keperawatan
(SIKI) yaitu intervensi mobilitas fisik.
Hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Ny.A terdapat 100% tanda gejala
mayor masalah keperawatan Gangguan mobilitas fisik yaitu mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas, kekuatan oto menurun dengan nilai 3 pada ekstremitas
atas bawah sebelah kanan, sendi kaku, gerakan terbatas dan fisik lemah. Intervensi
yang dilakukan adalah mobilitas fisik dan pemberian obat yang salah satunya
terdapat melakukan pergerakan yaitu dengan terapi cermin. Luaran yang digunakan
adalah dukungan mobilisasi dengan status tujuan meningkat dengan 6 indikator.
Implementasi yang dilaksanakan ada 5 observasi, 4 terapeutik, 4 edukasi, dan dari
10 intervensi tersebut terdapat 2 tindakan yang tidak bisa di implementasikan yaitu
monitor frekuensi jantung sebelum memulai mobilisasi dan libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan. Hasil evaluasi pada Ny.A
menunjukkan kriteria tercapai setelah dilakukan implementasikan keperawatan
selama 5 hari di rumah sakit.
Hasil tersebut diharapkan untuk penulis selanjutnya perlu melakukan validasi
dengan menambahkan waktu dan jumlah pasienn untuk bisa membandingkan hasil
dari beberapa pasien dan membuktikan keefektifan dari terapi cermin yang berguna
untuk mengurangi masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik. Latihan ini dapat
menjadi terapi untuk meningkatkan mobilitas fisik dan meningkatkan kekuatan otot
saat di rumah sakit dan bagi perawat rumah sakit dapat mengimplementasikan
latihan ini sebagai tindakan mandiri kepada pasien yang mengalami gangguan
mobilitas fisik.