dc.description.abstract | Perdagangan merupakan sektor ekonomi yang diuntungkan dari kemajuan
teknologi informasi. Saat ini perdagangan di Indonesia mulai berkembang melalui
internet. Segala produk dapat dipasarkan secara online salah satunya melalui
marketplace. Beberapa tahun terakhir semenjak menyebarnya covid 19 isu
kesehatan menjadi perhatian salah satunya di negara Indonesia. Masyarakat
membutuhkan obat dan suplemen sebagai pencegahan dan meningkatkan daya
tahan tubuh. Hal ini menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk mengedarkan obat
maupun suplemen. Adanya teknologi yang semakin canggih, produk obat maupun
suplemen banyak diedarkan secara daring melalui marketplace. Namun, sesuai
fakta yang terjadi banyak vitamin D3 tiruan dan tidak mempunyai izin edar.
Sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen terkait masalah kesehatan,
keamanan, khasiat, dan manfaat akibat mengkonsumi produk vitamin D3 tanpa
izin edar yang telah dibeli. Berdasarkan alasan yang telah dipaparkan, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul : “Perlindungan
Hukum Terhadap Konsumen Atas Penjualan Vitamin D3 Tanpa Izin Edar
Melalui Marketplace”.
Berdasarkan paparan latar belakang, maka terdapat isu hukum yang
dirumuskan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana Pengaturan Pengawasan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan terkait penjualan vitamin D3 melalui
marketplace?, (2) Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi konsumen yang
dirugikan atas penjualan vitamin D3 tanpa izin edar melalui marketplace?, (3)
Bagaimana upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh konsumen yang
dirugikan atas penjualan vitamin D3 tanpa izin edar melalui marketplace?.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut skripsi ini mempunyai tujuan untuk
menjawab dan mengetahui permasalahan yang dijawab Metode penelitan hukum
yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode penelitian yuridis
normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan
konseptual. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan non hukum dengan metode pengumpulan studi
kepustakaan.
Hasil pembahasan dalam penelitian ini, pertama, pengawasan vitamin D3
tanpa izin edar di marketplace diatur dalam Pasal 25 Peraturan BPOM No.8
Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara
Daring yang ditekankan melalui sistem pengawasan post market yang dilakukan
oleh BPOM dengan Kementerian dan pihak swasta yaitu marketplace sebagai
PSE. Namun, pengawasan belum dilakukan secara maksimal. Hal ini karena
dalam Pasal 32 ayat (2) Peraturan BPOM No. 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan
Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring meskipun mengatur sanksi
bagi PSE, tetapi didalamnya sebagian besar sanksi tetap ditunjukan kepada pelakuusaha. Pengawasan vitamin D3 tanpa izin edar di marketplace yang dilakukan
oleh BPOM akan lebih efektif apabila diimbangi adanya sanksi yang lebih tegas
kepada pihak marketplace selaku PSE dan kerjasama yang baik antar pihak.
Kedua, bentuk perlindungan hukum menurut moch isnaeni dibagi menjadi 2 yaitu
internal dan eksternal. Perlindungan hukum internal didapatkan melalui klausa-
klausa perjanjian yang dibentuk para pihak. Dalam penjualan vitamin D3 tanpa
izin edar di marketplace, perlindungan internal didapat melalui klausa perjanjian
oleh pihak marketplace yang tercantum dalam syarat dan ketentuan. Bentuk
perlindungan hukum secara eksternal dibentuk oleh negara yang didapat melalui
Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 4,
Pasal 8 UUPK. Konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi
vitamin D3 tanpa izin edar berhak mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha
sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 19 UUPK. Ketiga, Penyelesaian
sengketa dapat diselesaikan secara non litigasi melalui BPSK dan litigasi melalui
peradilan umum.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa: Pertama,
Pengaturan Pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan terkait Penjualan
Vitamin D3 melalui Marketplace diatur dalam Pasal 25 Peraturan BPOM No.8
Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara
Daring. Pengawasan BPOM mempunyai 2 sistem, pre market dan post market.
Pengawasan BPOM terhadap penjualan vitamin D3 tanpa izin edar di
marketplace dapat ditekankan melalui pengawasan post market yang bekerja sama
dengan Kementerian perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan
penyelanggara sistem elektronik (marketplace). Kedua, Perlindungan hukum
terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat penggunaan produk vitamin
D3 tanpa izin edar dapat dilakukan dengan perlindungan hukum internal melalui
klausa-klausa perjanjian oleh pihak marketplace yang tercantum dalam syarat dan
ketentuan. Perlindungan eksternal terdapat dalam Pasal 197 Undang-Undang
No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 4, Pasal 8 UUPK. Konsumen
yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi vitamin D3 tanpa izin edar
berhak mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha sebagaimana yang telah diatur
dalam Pasal 19 UUPK serta dapat mengajukan gugatan kepada pelaku usaha atas
dasar Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan Melawan Hukum. Ketiga,
Upaya untuk menyelesaikan sengketa yang dapat dilakukan oleh konsumen yang
dirugikan akibat mengkonsumsi vitamin D3 tanpa izin edar dapat menempuh 2
jalur yaitu jalur Non Litigasi melalui BPSK dan jalur litigasi melalui pengadilan.
Terdapat 3 (tiga) saran yang diberikan dari masalah tersebut.
Pertama,Badan Pengawas Obat dan Makanan diharapkan dapat meningkatkan
pengawasan terhadap peredaran suplemen atau vitamin D3 secara daring melalui
marketplace dan memberi kepastian hukum terhadap jual beli obat dan makanan
salah satunya suplemen yang diedarkan secara online melalui marketplace.
Kedua, pelaku usaha seharusnya memperhatikan keamanan, keselamatan dan
kenyamanan konsumen dengan mendaftarkan izin edar produk vitamin D3
melalui BPOM. Ketiga, kepada konsumen harus mempunyai sikap selektif
mengenai legalitas produk sebelum dilakukan pembelian | en_US |