dc.description.abstract | Dalam menyusun putusan pemidanaan hakim wajib berpedoman pada Pasal 197 ayat (1) KUHAP, apabila tidak diindahkan maka dapat menyebabkan putusan batal demi hukum. Seperti contoh kasus dalam putusan Nomor 460/Pid.Sus/2022/PN Jmb yang didalamnya terdapat ketidaksesuaian kualifikasi kesalahan terdakwa. Rumusan masalah dalam penulisan ini yakni: pertama, apa apakah konsekuensi yuridis ketidaksesuaian kualifikasi tindak pidana dalam amar putusan hakim pada putusan nomor 460/Pid.sus/2022/ PN Jmb ditinjau dari Pasal 197 KUHAP? kedua, Bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap putusan Nomor 460/Pid.sus/2022/PN jmb pada Pengadilan Tinggi Jambi?
Terdapat dua tujuan penelitian dalam skripsi ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan khusus penelitian ini adalah: pertama, untuk memahami dan mengetahui apakah konsekuensi yuridis ketidaksesuaian kualifikasi tindak pidana dalam amar putusan hakim pada putusan nomor 460/Pid.sus/2022/ PN Jmb ditinjau dari Pasal 197 KUHAP. Kedua, Untuk memahami dan mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap putusan Nomor 460/Pid.sus/2022/PN Jmb pada Pengadilan Tinggi Jambi. Penelitian hukum doktrinal merupakan jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini, dengan menggunakan dua pendekatan masalah berupa pendekatan Undang-Undang dan Pendekatan Konseptual, bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Tinjauan pustaka dalam skripsi ini mencakup penjelasan terperinci tentang berbagai prinsip, teori, konsep, dan definisi yang berkaitan dengan topik penelitian yang dibahas dalam skripsi ini. Bab ini berisi tentang hukum acara pidana, tinjauan umum terhadap hakim, jaksa penuntut umum, dan terdakwa, putusan hakim, serta upaya hukum.
Hasil pembahasan skripsi ini meliputi hal berikut; pertama, Persyaratan materi dan isi putusan pengadilan dalam pemidanaan diatur oleh Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Ketentuan ini memiliki sifat yang memaksa (mandatory) dan tidak dapat diperluas atau ditambahkan (limitatif). Jika ketentuan tersebut tidak dipenuhi, putusan tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum. Sebuah putusan yang dinyatakan batal demi hukum tidak memiliki kekuatan dan konsekuensi hukum. Sebagai contoh, Putusan Nomor 460/Pid.Sus/2022/PN Jmb dianggap tidak pernah ada dan tidak dapat dilaksanakan karena lalai dalam penerapan Pasal 197 ayat (1) huruf h KUHAP. Kedua, Pengadilan yang memiliki kewenangan lebih tinggi dapat menyatakan suatu putusan batal demi hukum. Dalam kasus Putusan Nomor 460/Pid.Sus/2022/PN Jmb, upaya hukum yang dapat dilakukan adalah mengajukan banding ke pengadilan tingkat II, yaitu Pengadilan Tinggi Jambi. Melalui proses banding ini, pengadilan tinggi memiliki peran penting dalam menyatakan batal demi hukum suatu putusan dan melakukan perbaikan terhadap kesalahan yang terjadi pada tingkat pengadilan pertama.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini; pertama, Ketidaksesuaian kualifikasi tindak pidana dalam amar putusan hakim Nomor 460/Pid.Sus/2022/PN Jmb mengakibatkan putusan tersebut batal demi hukum, kedua, Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap Putusan Nomor 460/Pid.Sus/2022/PN Jmb yang batal demi hukum adalah dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jambi. Terdakwa dan kuasa hukumnya, atau jaksa penuntut umum, dapat melakukan upaya hukum ini untuk memperbaiki kesalahan dalam putusan tingkat pertama.
Saran yang penulis dapat berikan pertama, Bagi Hakim, perlu melakukan koreksi dan peninjauan ulang terhadap putusan yang telah mereka buat untuk menghindari kesalahan yang dapat menyebabkan putusan batal demi hukum. Kedua, Bagi Jaksa, apabila menemukan kecacatan atau kesalahan fatal dalam putusan yang akan dieksekusi, sebaiknya segera mengajukan upaya banding agar tidak timbul permasalahan baru dalam upaya eksekusi. | en_US |