Hubungan Antara Kecemasan Pra-Operasi dan Regimen Pramedikasi Anestesi pada Pasien Pediatrik di RSD dr. Soebandi Jember
Abstract
Permasalahan: Kecemasan pra-operasi pada anak merupakan hal yang sering terjadi, dengan prevalensi global mencapai 48%. Kecemasan pra-operasi pada anak dapat menyebabkan komplikasi yang berdampak langsung maupun tak langsung berupa nyeri berlebih, peningkatan risiko delirium, emergence agitation, gangguan tidur, gangguan makan, dan kecemasan akan perpisahan dengan orang tua. Literatur yang membahas hubungan antara kecemasan pra-operasi dan regimen pramedikasi yang diberikan pada pasien anak sangat terbatas, sehingga hingga saat ini masih belum jelas keterkaitan kedua variabel tersebut.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara kecemasan pra-operasi dan regimen pramedikasi anestesi pada pasien pediatrik di RSD dr. Soebandi Jember.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional-analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional. Data primer berupa tingkat kecemasan pra-operasi dan tingkat sedasi diperoleh secara langsung dengan melakukan penilaian menggunakan mYPAS (modified Yale Preoperative Anxiety Scale). Untuk menentukan keberhasilan pramedikasi, peneliti menggunakan RASS (Richmond Agitation-Sedation Scale) sebagai instrumen pengukuran tingkat sedasi, dimana skor 0 menunjukkan sedasi yang optimal sehingga pasien anak dapat melanjutkan ke tahap induksi. Data sekunder pada penelitian ini didapatkan dari rekam medis di RSD dr. Soebandi untuk melihat regimen pramedikasi anestesi yang digunakan.
Hasil: Data penelitian mengungkapkan dari 37 sampel, sebesar 75,7% (28) berjenis kelamin laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 24,3% (9). Sampel yang berusia 1-4, 5-6, dan 7-18 tahun secara berturut-turut adalah 29,7% (11), 13,5% (5), dan 56,8% (21). Sebanyak 78,4% (29) sampel mendapat regimen reguler. Insidensi kecemasan pra-operasi pada pasien anak sebesar 45,9%. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan pra-operasi pada pasien anak dengan regimen pramedikasi anestesi yang diberikan dan tidak terdapat perbedaan pada obat-obatan sedatif-hipnotik, analgetik, dan vagal blocker yang diberikan pada pasien yang mengalami kecemasan pra-operasi dan yang tidak mengalami kecemasan pra-operasi.
Kesimpulan: Kecemasan pra-operasi pada anak tidak memengaruhi pemberian regimen pramedikasi anestesi. Penelitian berikutnya diharapkan menggunakan sampel yang lebih besar dan homogen. Intervensi seperti penggunaan mobil listrik sebagai alat transportasi dari ruang rawat inap menuju ruang pre-op, melibatkan poli spesiali psikiatri dalam proses konsultasi pra-operasi, dan pemberian analgetik lokal saat akan memasang infus mungkin dapat menekan angka kecemasan pra-operasi yang tinggi.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]