Kebijakan Pemerintahan Orde Baru: Penyelesaian Masalah Etnis Tionghoa melalui Asimilasi Pendidikan di Indonesia Tahun 1967-1998
Abstract
Kebijakan penyelesaian masalah etnis Tionghoa di Indonesia melalui
asimilasi pendidikan oleh pemerintah Orde Baru merupakan kebijakan pembauran
golongan Tionghoa dan golongan pribumi ke dalam kehidupan bangsa Indonesia
melalui sekolah nasional dan sistem pendidikan di Indonesia. Kebijakan tersebut
bertujuan untuk menghilangkan jarak serta sentimen-sentimen negatif yang
selama ini memicu munculnya aksi rasial anti Tionghoa di Indonesia. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah (1) apa latar belakang pemerintah Orde Baru
mengeluarkan kebijakan penyelesaian masalah etnis Tionghoa melalui asimilasi
pendidikan di Indonesia tahun 1967-1998?; (2) bagaimana implementasi
kebijakan pemerintah Orde Baru dalam menyelesaikan masalah etnis Tionghoa
melalui asimilasi pendidikan di Indonesia tahun 1967-1998?; (3) bagaimana
dampak kebijakan penyelesaian masalah etnis Tionghoa melalui asimilasi
pendidikan di Indonesia tahun 1967-1998?. Tujuan dan manfaat dari penelitian ini
yaitu dapat menganalisis masalah yang terdapat pada rumusan masalah dan
memberi manfaat bagi peneliti, masyarakat luas, pemerintah dan ilmu
pengetahuan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah
yang meliputi heuristik (proses pengumpulan sumber untuk memperoleh data,
materi dan evidensi sejarah), kritik (proses penulisan mencari kebenaran informasi
pada suatu sumber dengan cara melakukan kritik ekstern dan kritik intern),
interpretasi (proses mengkaitkan fakta-fakta sejarah agar dapat diberi makna) dan
historiografi (proses menyajikan hasil penelitian dalam bentuk tertulis).
Historiografi yang dilaksanakan disokong dengan pendekatan sosiologi politik
dan teori kebijakan publik.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) latar belakang dikeluarkannya kebijakan
penyelesaian masalah etnis Tionghoa melalui asimilasi pendidikan pada masa Orde
Baru disebabkan oleh sentimen anti Tionghoa yang muncul sejak masa kolonial
Belanda sebagai akibat dari kebijakan untuk memisahkan hubungan golongan
Tionghoa dan masyarakat pribumi. Adanya sentimen anti Tionghoa sering memicu
terjadinya peristiwa rasial terhadap golongan Tionghoa di Indonesia. Hal tersebut
mendorong munculnya perdebatan di kalangan Tionghoa peranakan mengenai
konsep penyelesaian masalah etnis Tionghoa yaitu melalui konsep integrasi dan
konsep asimilasi. Pasca peristiwa G30S 1965, terjadi aksi-aksi rasial dan
penutupan sekolah-sekolah Tionghoa di Indonesia yang menyebabkan anak-anak
Tionghoa tidak memperoleh pendidikan. Untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut, pemerintah Orde Baru mengeluarkan kebijakan penyelesaian masalah
etnis Tionghoa dengan memakai konsep asimilasi di bidang pendidikan; (2)
implementasi kebijakan penyelesaian masalah etnis Tionghoa melalui asimilasi
pendidikan dilakukan melalui penyelenggaraan Sekolah Nasional Proyek Khusus
(SNPK) sebagai suatu proyek percobaan. Dikarenakan proyek SNPK mengalami
banyak kendala, pelaksanaan asimilasi kemudian dilanjutkan melalui Sekolah
Pembauran. Dalam proses pelaksanaanya, sekolah pembauran juga mengalami
berbagai hambatan yang meliputi biaya, lokasi sekolah, situasi lingkungan
sekolah, faktor-faktor psikologis dan lain sebagainya; (3) dampak kebijakan
penyelesaian masalah etnis Tionghoa melalui asimilasi pendidikan menyebabkan
berubahnya struktur pendidikan golongan Tionghoa di Indonesia, memudarnya
identitas ketionghoaan dalam diri pelajar Tionghoa, berubahnya orientasi pelajar
Tionghoa pada bangsa Indonesia dibandingkan negeri leluhurnya, dan
meningkatnya hubungan sosial antara pelajar Tionghoa dan pelajar pribumi.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan penyelesaian masalah etnis
Tionghoa melalui asimilasi pendidikan memberikan dampak terhadap
memudarnya jarak dan perbedaan yang tajam diantara golongan Tionghoa dan
pribumi walaupun tidak sepenuhnya berhasil menyelesaikan masalah etnis
Tionghoa di Indonesia. Sentimen anti Tionghoa kembali terjadi pada peristiwa
kerusuhan Mei 1998.