Analisis Pelaksanaan Budaya Keselamatan Pasien Terhadap Insiden Keselamatan Pasien (Menggunakan Instrumen Hospital Survey On Patient Safety Culture di RS X Kota Malang)
Abstract
Keselamatan pasien merupakan aspek paling penting yang harus
diterapkan dalam fasilitas pelayanan kesehatan sebagai tolak ukur terhadap mutu
atau kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Institute of
Medicine (IOM) mendeklarasikan laporan yang berjudul “To Err is Human” dan
berisi kejadian tidak diharapkan pada pasien rawat inap di seluruh dunia yang
semakin meningkat dan menimbulkan kematian.
Hasil studi pendahuluan diketahui bahwa angka pelaporan insiden
keselamatan pasien tertinggi adalah medical error, kurangnya keterbukaan
komunikasi dan terjadinya kesalahan saat serah terima atau operan pada saat
pergantian shift, sedangkan data insiden keselamatan pasien di RS X pada tahun
2022 untuk KTD, KPC, KNC, dan KTC berturut-turut adalah sebanyak 99 kasus,
37 kasus, 308 kasus, dan 417 kasus.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, jenis penelitian
analitik dengan desain crosssectional study. Penelitian dilakukan di RS X pada
bulan Januari-Februari 2023. Populasi penelitian ini 150 responden yaitu perawat
RS X berdasarkan kriteria. Sampel penelitian 109 responden dengan teknik
sampling menggunakan simple random sampling. Variabel bebas pada penelitian
ini adalah 12 dimensi budaya keselamatan pasien sedangkan variabel terikat pada
penelitian ini adalah insiden keselamatan pasien. Pengambilan data menggunakan
kuesioner dan analisis data menggunakan analisis data regresi ordinal.
Hasil analisis persepsi perawat tentang budaya keselamatan pasien pada
tingkat unit memiliki rata-rata 78,63% (persepsi positif baik), tingkat manajemen
81,7% (persepsi positif baik), dan outcome keselamatan memiliki rata-rata 70,4%
(persepsi positif sedang). Analisis pelaksanaan budaya keselamatan pasien
terhadap insiden keselamatan pasien menunjukkan hasil persepsi keseluruhan tentang keselamatan pasien (p = 0,015), keterbukaan komunikasi (p = 0,000),
umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan (p = 0,008), frekuensi pelaporan
kejadian (p = 0,483), serah terima dan transisi (p = 0,022), dukungan manajemen
terhadap upaya keselamatan pasien (p = 0,000), respons non-punitive (tidak
menghukum) terhadap kesalahan (p = 0,235), pembelajaran organisasi dan
perbaikan berkelanjutan (p = 0,657), staffing (p = 0,031), kerjasama antar unit (p
= 0,002), kerjasama dalam unit (p = 0,008), dan ekspektasi dan tindakan
supervisor/ manager dalam mempromosikan keselamatan pasien (p = 0,000).
Kesimpulan menunjukkan bahwa usia responden terbanyak 25-35 tahun
(70,64%), perawat perempuan (83,49%) lebih banyak daripada laki-laki (16,51%),
dan mayoritas berpendidikan minimal D3 (75,22%) yang lama bekerjanya 1-3
tahun (33%). Tiga aspek budaya keselamatan pasien untuk tingkat unit rata-rata
persepsi positif perawat adalah 78,63% (baik), tingkat manajemen 81,7% (baik),
dan outcome keselamatan rata-rata 70,4% (sedang). Dimensi budaya keselamatan
pasien yang berpengaruh secara signifikan terhadap insiden keselamatan pasien
adalah persepsi keseluruhan tentang keselamatan pasien, keterbukaan komunikasi,
umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan, serah terima dan transisi,
dukungan manajemen, staffing, kerjasama antar unit, kerjasama dalam unit, dan
ekspektasi dan tindakan supervisor/ manager dalam mempromosikan keselamatan
pasien sedangkan dimensi budaya keselamatan pasien yang tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap insiden keselamatan pasien adalah frekuensi pelaporan
kejadian, respons non-punitive (tidak menghukum) terhadap kesalahan, dan
pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan.
Saran yang dapat diberikan kepada RS X adalah meningkatkan komitmen
mengenai pentingnya budaya keselamatan pasien sehingga dapat menjadi
kebiasaan yang wajib dilaksanakan dan perlunya sosialisasi secara
berkesinambungan terhadap pentingnya budaya keselamatan pasien.
Collections
- MT-Sciences of Health [112]