Kepemimpinan Hoegeng Iman Santoso Sebagai Kapolri Pada Tahun 1968-1971
Abstract
Polri dibawah kendali ABRI terlibat dalam berbagai operasi keamanan
yang bekerja sama dengan kekuatan tentara dari angkatan darat, laut, dan udara.
Penempatan Polri dibawah kekuasaan ABRI dirasa kurang tepat, sehingga
Hoegeng menyadari hal ini pada saat menjabat Kapolri ke lima (Pamungkas,
2001:55). Selain sebagai Penegak Hukum, Polisi juga berperan untuk melindungi,
melayani, dan mengayomi masyarakat. Masa pemerintahan Orde Baru dibawah
komando ABRI, Pembangunan pada masa Orde Baru pembangunan ekonomi
sangat pesat hal ini menjadi celah bagi oknum pemerintahan untuk melakukan
kejahatan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hoegeng mulai menugaskan dan
menjalankan fungsi polisi dengan mulai melacak dan menindak pihak pemerintah
yang melakukan tindak pidana seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
merugikan pemerintah dan masyarakat.
Rumusan masalah dalam penelitian ini (1) Faktor apakah yang
menyebabkan Hoegeng Iman Santoso ditunjuk menjadi Kapolri pada tahun 1968
? (2) Bagaimana pola kepemimpinan Hoegeng sebagai Kapolri pada tahun 1968-
1971?. Tujuan dari penelitian ini (1) Untuk menganalisis faktor yang
menyebabkan Hoegeng diangkat menjadi Kapolri pada tahun 1968. (2) Untuk
menganalisis kepemimpinan dan manjerial Hoegeng sebagai Kapolri padatahun
1968-1971. Manfaat penelitian ini bagi ilmu pengetahuan, untuk menambah
wawasan dan pengetahuan sejarah Indonesia, khususnya untuk mata pelajaran
Sejarah Indonesia kelas XI KD 3.6. Bagi mahasiswa pendidikan sejarah, sebagai
sumber referensi untuk meningkatkan pengetahuam mengenai kepemimpinan
Hoegeng sebagai kapolri pada tahun 1968-1971 Metode penelitian yaitu: (1)
pemilihan topik (2) heuristik (3) kritik (4) intepretasi (5) historiografi.
vii
Hasil dari penelitian: (1) Beberapa faktor yang menyebabkan Hoegeng
Imam Santoso ditunjuk menjadi Kapolri antara lain: prestasi kinerja Hoegeng
sebelum menjadi Kapolri dan Intergritasnya dan kedekatan Hoegeng dengan
Presiden yang menjabat. Karir pendidikan kepolisian Hoegeng dimulai dengan
mengikuti akademi kepolisian di Sukabumi. Hoegeng dialihtugaskan sebagai
seksi II Kepolisian Semarang dengan pangkat Kei Bu Ho II setara Ajun Inspektur
Polisi Kelas II (Aipda). Pada masa revolusi kemerdekaan Hoegeng masuk
angkatan Laut di di Yogyakarta pada tahun 1945. Hoegeng membentuk Dinas
Kepolisian Militer Angkatan Laut yang bernama Satuan Penyelidik Militer Laut
Khusus (PMLC). Keberhasilan Hoegeng dalam membangun Angkatan Laut,
membuat Kepala Kopolisian RI R.M. Soekanto menawari Hoegeng kembali ke
lembaga kepolisian. Hoegeng kemudian dimutasi ke Medan Sumatera Utara pada
tahun 1956 untuk menangani kasus kriminal. Jabatan Kepala Reskrim Sumut
sangat menantang sebab Medan terkenal dengan penyelundupan, perjudian dan
perampokan. Hoegeng dipercaya menjabat Kepala Jawatan Imigrasi pada 19
Januari 1961. Hoegeng ditugasi menangani kasus korupsi yang terjadi di institusi
tersebut. Perkenalan antara Bung Karno dan Hoegeng sudah terjalin jauh sebelum
menjadi pejabat. Pasca-kemerdekaan, saat masih menjadi tantama, Hoegeng
merupakan salah satu polisi yang bertugas mengawal sang ”Singa Podium” ketika
berpidato di Gedung Agung atau Istana Yogyakarta, 17 Agustus 1947.
(2) Pola Kepemimpinan dan Manajerial Hoegeng saat menjadi Kapolri.
Hoegeng saat menjadi Kapolri menerapkan berbagai kebijakan. Kebijakan
dikategorikan dalam dua hal: a) Pembenahan Infrastruktur dan Organisasi Polri.
Pembenahan institusi dilakukan sebagai respon adaptasi terhadap berbagai
dialektika yang terjadi. Pembenahan berkaitan dengan infrastuktrur kepolisian,
pembenahan organisasi dan Pembinaan anggota kepolisian. Kondisi infrastruktur
pada masa kepemimpinan Hoegeng kurang mempuni untuk menunjang kegiatan
operasional secara optimal. Kondisi ini menyebabkan pembengkakan biaya dalam
pelaksanaan kegiatan operasional. Pada pembenahan organisasi kepolisian paling
mencolok yakni kembali bergabungan Kepolisian RI dengan Interpol. Kebijakan
ini mendorong keterlibatan kepolisian untuk menangani kejahatan dengan wilayah
viii
yuridiksi lebih luas. Pembinaan anggota kepolisian berkaitan dengan kualitas
sumber daya manusia, langkah sistematis dalam upaya mewujudkan tujuannya
mereformasi institusi kepolisian. Permasalahan yang ditemukan yakni dibidang
pendidikan, latihan, dan keterampilan yang diterima kepolisian terbatas. b)
Penegakkan Hukum dan Penanganan Kriminalitas. Kebijakan dikategorikan
dalam beberapa poin: penanganan kasus Coenrad, penanganan kasus
penyelundupan Robby Tjahyadi dan kasus lainnya, penanganan kejahatan dan
kasus Sum Kuning, dan memberantas kasus narkoba. Kasus Coenrad berkaitan
dengan visi kebijakan kepolisian dalam memperbaiki citra dan hubungan dengan
masyarakat salah satunya kelompok Mahasiswa. Mahasiswa pada periode ini
memiliki pengaruh sosial politik yang sangat signifikan. Kasus penyelundupan
Robby Tjahyadi menjadi prestasi fenomenal yang dapat diselesaikan oleh
Hoegeng. Penyelundupan mobil mewah terjadi melibatkan oknum anggota ABRI
dan beberapa elite Orde Baru. Kasus Sum Kuning sangat kontroversial yakni
kasus pemerkosaan seorang penjual telur yang bernama Sumarijem di
Yogyakarta.