Analisis Kapitalisme dalam Praktik Perbankan Syariah (Studi Deskriptif Pembiayaan dan Bagi Hasil pada Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Jember)
Abstract
Keberadaan bank konvensional ini dirasakan dan dipraktekkan secara terus
menerus di seluruh dunia, namun terdapat sebuah perdebatan di kalangan kelompok
kelompok tertentu baik dalam bentuk dukungan maupun penolakan. Salah satu
kelompok yang tidak setuju dengan adanya sistem bunga dalam pembiayaan bank
konvensional yakni kelompok agama Islam yang mempercayai bahwa adanya
bunga pada sistem pembiayaan bank konvensional menimbulkan kerugian bagi
nasabah atau dikenal dengan istilah riba. Sehingga muncul Gerakan untuk membuat
bank Islam. Kehadiran bank Islam bertujuan untuk dapat memberikan Haluan pada
pemeluknya agar menaati perintah agama.
Salah satu negara dengan mayoritas masyarakat muslim terbesar adalah
Indonesia. Namun di tengah meledaknya perbankan syariah muncul beberapa
kelemahan dan penyimpangan. Terdapat sebanyak 80% dari beberapa lembaga
syariah belum mampu untuk menjalankan prinsip-prinsip syariah secara baik dan
benar, sehingga membuatnya disubtitusi dengan konsep pembiayaan serta bagi
hasil menjadi tidak jauh berbeda dengan kondisi lapangan (Yulia Hafizah, 2004).
Permasalahan semakin memperkeruh dengan Pembentukan Dewan Syariah (DSN)
dan Dewan Pengawas Syariah oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terkesan
hanya sebuah formalitas dalam menjalankan perbankan yang mengarah pada
keburukan untuk menghasilkan profit dan memperluas pasar. Masalah ini
diperparah dengan adanya beberapa bank yang membuka divisi syariah hanya
berlaku untuk nasabah yang mengantongi dana di atas 500 juta yang dinamakan
nasabah privat. Dalam hal ini tampak kapitalisme yang dibalut dengan simbolsimbol
syariah guna melancarkan kepentingan pemilik modal.