Pemidanaan Terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan Prinsip Perlindungan Anak
Abstract
Pembunuhan yang dilakukan oleh anak dikalangan masyarakat dianggap
sebagai tindakan pelanggaran norma yang sangat serius dibandingakan dengan
tindak pelanggaran lainnya. Tindak pidana pembunuhan dapat menimbulkan
keresahan serta ketakutan di tengah-tengah masyarakat luas. Perlunya Penanganan
khusus serta penerapan dan penjatuhan sanksi yang diberikan terhadap anak
dalam menjalani suatu persidangan bagi yang melakukan tindak pidana khususnya
anak sebagai pelaku tindak pidana. Perlakuan khusus tersebut berupa bentuk
perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak tanpa adanya diskriminasi yang
diberikan oleh pemerintah dimana telah diatur dalam ketentuan UU SPPA.
Sehingga dalam hal ini bertujuan guna menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak. Berdasarkan uraian diatas terhadap 3 permasalahan yang akan di
bahas yaitu: Pertama, apakah penerapan pemidanaan terhadap anak sebagai
pelaku tindak pidana pembunuhan telah sesuai dengan prinsip perlindungan
anak?; Kedua, apa perbedaan jenis pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku
tindak pidana pembunuhan yang berlaku di Indonesia dan di Negara lain?; Ketiga,
bagaimana konsep pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
pembunuhan di masa yang akan datang berdasarkan prinsip perlindungan anak?.
Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif. Pendekatan
masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan kasus
(case approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis kesesuaian penerapan pemidanaan
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan berdasarkan prinsip
perlindungan anak, untuk menemukan perbandingan jenis pemidanaan terhadap
anak sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan di Indonesia dan di Negara lain,
dan untuk mengkaji konsep pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku tindak
pidana pembunuhan dimasa yang akan datang berdasarkan prinsip perlindungan
hukum.
Hasil analisis dan pembahasan yang diperoleh yaitu; Pertama, Penerapan
pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan dalam
putusan No. 2/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Spg dan putusan No. 1/Pid.Sus-
Anak/2018/PT. Smg dimana masing-masing anak dijatuhkan pidana penjara 10
tahun dan pidana penjara 9 tahun, serta kasus wilfrida Soik seorang TKW di
Malaysia yang berasal dari NTT dengan vonis hukuman mati dianggap kurang
tepat dan tidak sesuai dengan prinsip perlindungan anak. Hakim berpandangan
bahwa perlunya pembalasan serta berkeinginan agar anak tidak mengulangi
perbuatannya kembali di kemudian hari. Namun sayangnya pidana penjara
maksimum bagi anak dianggap tidak mengedepankan prinsip kepentingan terbaik
bagi anak untuk kedepannya, serta LPKA sebagai tempat pelaksanaan masa
pidana anak masih diangggap kurang efektif dan masih mengakibatkan stigma
negatif bagi anak. Sanksi pidana memang perlu diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat karena tidak mungkin meniadakan pidana. Namun dalam hal ini
hakim lebih selektif dan perlu memperhatikan hak-hak demi melindungi
kepentingan anak, serta kebaikan psikis dan perkembangan anak pada saat ini dan
di masa yang akan datang. Kedua, Pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku
tindak pidana di Indonesia diatur dalam UU SPPA, jenis sanksinya berupa : (a)
DIGITAL REPOSITORY UNIVERSITAS JEMBER
DIGITAL REPOSITORY UNIVERSITAS JEMBER
XI
pidana pokok, (b) pidana tambahan, (c) pidana tindakan. Pemidanaan terhadapa
anak di negara Belanda di atur khusus di dalam Bab VIII A KUHP Belanda, jenis
sanksinya berupa : (a) hukuman utana (untuk kejahatan yaitu berupa kurungan
anak, layanan masyarakat atau denda, dan untuk pelanggaran berupa layanan
masyarakat atau denda), (b) pengabdian kepada masyarakat, (c) pidana tambahan
(penyitaan dan pencabutan SIM), (d) pidana tindakan. Pemidanaan terhadap anak
di negara Malaysia diatur dalam Akta Kanak-kanak 2001 (Akta 611), jenis
sanksinya berupa : amaran dan melepaskan pelaku anak; dilepaskan setelah ia
menyempurnakan bon berkelakuan baik; diletakkan dalam pemeliharaan saudara
atau orang yang layak dan sesuai; membayar denda, pampasan atau kos;
dikenakan perintah percubaan, dibawah kesekolah yang diluluskan atau sekolah
henry gurney; disebat (dirotan); dan di penjara. Indonesia dan Malaysia
mengaktegorikan batas usia anak yaitu di bawah umur delapan belas tahun,
sedangkan belanda mengkategorikan batas usia anak di bawah umur dua puluh
tiga tahun. Ketiga, Pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
pembunuhan di Indonesia dimasa yang akan datang dapat lebih mengedepankan
asas-asas perlindungan terhadap anak seperti kepentingan terbaik bagi anak.
Selain itu mengurangi masa pejatuhan pidananya dalam kasus-kasus yang
dikategorikan sebagai tindak pidana berat sebagai bentuk perlindungan demi masa
depan anak dan mengupayakan perdamaian antara pelaku anak dan keluarga
korban sebagai bentuk diversi yang mecerminkan prinsip restoratif justice pada
kasus tindak pidana pembunuhan yang pelakunya adalah anak. Serta pelru adanya
judicial activism yaitu pilihan dari pengambilan putusan hakim juga merupakan
bentuk kebijakan hukum pidana dalam rangka mewujudkan keadilan dimasa yang
akan datang.
Collections
- MT-Science of Law [333]