Pengembangan Soal Numerasi Berbasis Education for Sustainable Development (ESD) untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis
Abstract
Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu kebutuhan bagi peserta didik pada abad 21 (Zakiah & Lestari, 2019). Suatu instrumen diperlukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Alat asesmen tersebut dirancang untuk dapat mengidentifikasi kemampuan berpikir kritis siswa yang mengacu pada indikator-indikator kunci berpikir kritis, yaitu analisis, evaluasi dan argumen lebih lanjut. Salah satu asesmen yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang melibatkan numerasi sebagai salah satu komponennya (Pusat Asesmen Pendidikan, 2021).
Kemampuan untuk mengartikan masalah dalam kehidupan nyata sangat berkaitan dengan soal numerasi. Siswa perlu diperkenalkan pada aspek-aspek yang memungkinkan mereka memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk membentuk masa depan yang berkelanjutan (Qurrotaayun, 2022). Hal tersebut menjadikan soal-soal dengan konsep ESD akan mengharuskan peserta didik untuk berpikir kritis karena melibatkan analisis, evaluasi, dan pemecahan masalah terhadap situasi yang kompleks dan relevan dengan isu-isu global di masa kini dan masa yang akan datang.
Kurangnya pengenalan latihan soal numerasi yang diberikan kepada siswa merupakan salah satu alasan rendahnya kemampuan matematika siswa di Indonesia (Fiangga, 2019). Hal tersebut menjadikan perlunya dikembangkan soal numerasi untuk melatih siswa dalam berpikir kritis. Penelitian pengembangan instrumen telah banyak dikembangkan sebelumnya, namun penelitian pengembangan soal numerasi berbasis ESD masih terbatas. Beberapa penelitian tentang pengembangan soal numerasi berbasis ESD di Indonesia sebagian besar berfokus pada siswa sekolah dasar sehingga perlu adanya pengembangan pada jenjang sekolah menengah.
Proses pengembangan soal numerasi pada penelitian ini menggunakan model 4D oleh Thiagarajan (1974) yang dimodifikasi, yaitu tahap pendefinisian, tahap perancangan, dan tahap pengembangan. Jenis pengumpulan data yang digunakan yaitu metode tes dan angket. Soal-soal dari hasil pengembangan tersebut dilakukan analisis untuk mengetahui berfungsi tidaknya suatu soal salah satunya dengan analisis pemodelan rasch. Proses evaluasi dilakukan untuk menentukan kualitas instrumen, yakni validitas dan reliabilitas dalam mengukur kemampuan berpikir kritis. Soal numerasi berbasis ESD diuji pada 75 siswa kelas XI SMAN 2 Bondowoso. Hal ini dikarenakan SMAN 2 Bondowoso telah menerapkan kurikulum merdeka dan telah melaksanakan AKM dimana peserta ujian pada AKM adalah siswa kelas 11.
Hasil dari penelitian ini adalah diperoleh soal numerasi sebanyak 15 butir yang valid karena telah memenuhi setidaknya salah satu kriteria validitas yang dilihat berdasarkan nilai Outfit Mean Square (MNSQ), Outfit Z-Standard (ZSTD), dan Point Measure Correlation (Pt Measure Corr). Instrumen tes yang valid memiliki arti semua butir soal dapat difungsikan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis secara matematis matematis (Febriano, dkk., 2021). Soal numerasi yang dikembangkan memiliki nilai reliabilitas item sebesar 0,96 yang berarti istimewa. Hal ini menandakan bahwa tes telah berhasil mencakup rentang tingkat kesulitan yang beragam dan memastikan bahwa soal-soal yang disusun cocok dalam mengukur serta menilai beragam kemampuan siswa (Harvani, dkk., 2023).
Tingkat kesukaran dalam soal numerasi yang dikembangkan dibagi menjadi 4 kategori. Lima soal berkategori sangat sulit, tiga soal termasuk kategori sulit, dua soal berkategori mudah, dan lima soal termasuk kategori sangat mudah. Pada penelitian ini, model rasch membagi kelompok kemampuan siswa dalam berpikir kritis menjadi 3 kelompok, yakni level 1, level 2, dan level 3. Interval logit pada level 1 adalah -3,89 sampai -1,88, pada level 2 adalah -1,88 sampai 0,12, dan pada level 3 adalah 0,12 sampai 2,13.