Show simple item record

dc.contributor.authorSETYAWAN, Guntur Aji
dc.date.accessioned2024-01-23T03:31:23Z
dc.date.available2024-01-23T03:31:23Z
dc.date.issued2023-12-20
dc.identifier.nim190910302055en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/119592
dc.descriptionvalidasi_repo_firli_januari_2024_19en_US
dc.description.abstractRingkasan skripsi ini membahas eksistensi dan tantangan yang dihadapi oleh komunitas waria, terutama di Yogyakarta. Eksistensi mereka sering dianggap sebagai "gender ketiga" di luar konsep tradisional perempuan dan laki-laki. Tantangan sosial yang dihadapi waria meliputi diskriminasi, stigma negatif, kesulitan dalam praktik ibadah, dan akses terbatas terhadap pekerjaan yang layak. Jadi tujuan ditulisnya skiprisi ini adalah untuk Menganalisis dan Mendeskripsikan bentuk-bentuk diskriminasi pada waria serta mengetahui upaya waria melalui Pondok Pesantren Waria Al Fatah Yogyakarta melawan diskriminasi. Untuk menganalisis permasalahan dalam skripsi ini, penulis menggunakan teori labeling dari Howard Becker, dimana dalam teori ini dijelaskan bahwa individu atau kelompok yang menyimpang dari norma yang berlaku di masyarakat, akan mendapatkan pelabelan buruk. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk menganalisis kehidupan dan tantangan yang dihadapi oleh komunitas waria di Pondok Pesantren Waria Al Fatah. Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Waria Al Fatah yang berlokasi di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Isitimewa Yogyakarta. Untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode observasi, wawancara dan catatan lapangan. Pada penelitian ini terdapat lima informan, diantaranya informan waria pertama yaitu NA (nama samaran), informan waria yang kedua yaitu Rully Mallay, informan waria yang ketiga yaitu Yunsihara. Untuk dua informan tambahan peneliti mengambil Ustazah Rosidah dan Sri Wahyuni sebagai masyarakat sekitar pondok pesantren. Skripsi ini membahas sejarah awal berdirinya pondok pesantren, konflik internal, dan tantangan eksternal yang dihadapi oleh komunitas ini. Selain itu, skripsi ini juga menyoroti upaya pondok pesantren dalam melawan diskriminasi, seperti melalui kegiatan keagamaan, pelatihan keterampilan kerja, kerja sama dengan Lembaga dan advokasi ke pemerintah. Komunitas waria ini berdiri paska bencana gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta beberapa tahun yang lalu. Dari awal berdiri hingga sekarang, Pondok Pesantren Waria Al Fatah sudah tiga kali mengalami pergantian kepemimpinan, pemimpin yang pertama yaitu Alm. Maryani, selanjutnya digantikan Alm. Ibu Shinta Ratri dan pada awal tahun 2023, Shinta Ratri meninggal dunia dan posisinya di pesantren digantikan oleh Yunsihara hingga sekarang. Dari awal berdiri hingga sekarang, Pondok Pesantren Waria Al Fatah tak lekang dengan masalah-masalah yang melanda komunitas mereka. Diantaranya adalah masalah dengan K.H. Hamrolie yang saat itu sebagai ustadz atau pengajar di pondok pesantren. Konflik bermula ketika postingan artikel yang memuat tentang pondok pesantren waria yang akan mengembalikan waria menjadi laki-laki sejati. Hal tersebut pastinya menimbulkan kontra dikalangan santri waria. Selanjutnya konflik dengan ormas keagamaan yang dilandasi oleh isu fikih waria. Akibat dari konflik ini, Pondok Pesantren Waria Al Fatah sempat ditutup sementara selama empat bulan. Pelabelan yang terjadi pada waria menyebabkan mereka mendapatkan stigma yang buruk dimata masayarakat. Tak hanya sampai situ saja, banyak dari mereka yang mengalami atau dengan sengaja memisahkan diri dari keluarga karena stigma atau pengusiran yang terjadi pada waria. Selain itu, paksaan untuk menikah secara heteroseksual juga menjadi alasan waria meninggalkan rumah. Karena berpisah dengan keluarga, membuat waria tinggal sendiri dan pada akhirnya banyak dari mereka memutuskan bekerja sebagai pekerja seks atau pengamen. Selain itu, Pendidikan yang rendah juga menjadi salah satu faktor banyak waria yang memutuskan bekerja di sektor informal. Waria melalui Pondok Pesantren Waria Al Fatah berusaha menghapus palabelan yang selama ini melekat pada diri mereka. Dalam aspek ekonomi, waria berupaya pelatihan kerja, fundraising, membangun relasi dengan lemabaga sosial dan hukum dan advokasi ke pemerintahan. Dalam aspek sosial biasanya pada harihari besar tertentu, para waria di komunitas ini melakukan kunjungan ke masyarakat untuk mempererat hubungan dengan masayarakat umum. serta melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan komunitas mereka. Dalam aspek agama, para waria rutin mengadakan kegiatan keagamaan seperti pengajian, do'a bersama, salat berjama'ah dan upaya membangun relasi dengan tokoh agama. Hal tersebut dapat membangun citra diri yang positif pada waria di masayarakat.en_US
dc.description.sponsorshipRosnida Sari, S.Ag., M.Si.,Ph.D. Nurul Hidayat S.Sos., MUPen_US
dc.publisherFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politiken_US
dc.subjectDiskriminasien_US
dc.subjectHAMen_US
dc.subjectWariaen_US
dc.titleUpaya Waria Melawan Diskriminasi Melalui Komunitas (Studi Kasus Pada Pondok Pesantren Waria Al Fatah Yogyakarta)en_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiSosiologien_US
dc.identifier.pembimbing1Rosnida Sari, S.Ag., M.Si.,Ph.D.en_US
dc.identifier.pembimbing2Nurul Hidayat S.Sos., MUPen_US
dc.identifier.validatorvalidasi_repo_firli_januari_2024_19en_US
dc.identifier.finalizationTeddyen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record