Kebijakan Pemerintah Dalam Penyediaan Aksesibilitas Trotoar Ramah Difabel di Kabupaten Jember
Abstract
Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki kebijakan untuk memenuhi hak Penyandang Disabilitas yaitu Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Perda tersebut menimbang bahwa penyandang disabilitas di Kabupaten Jember memiliki hak, kewajiban, peran, serta kedudukan yang sama selayaknya masyarakat normal. Hal ini dipaparkan dalam pertimbangan Perda yang berbunyi:
“Bahwa Penyandang Disabilitas di Kabupaten Jember adalah warga negara yang memiliki hak, kewajiban, peran, dan kedudukan yang sama berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945”.
Ruang lingkup Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang dimaksud diantaranya keadilan dan perlindungan hukum, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, politik, keagamaan, keolahragaan, kebudayaan dan pariwisata, kesejahteraan sosial, aksesibilitas, layanan publik, penanggulangan bencana, habilitasi dan rehabilitasi, konsesi, pendataan, komunikasi dan informasi, perempuan dan anak, perlindungan dari tindakan diskriminasi, pemberitaan, dan tempat tinggal. Dengan adanya peraturan tersebut, maka Kabupaten Jember sudah berkomitmen untuk memperhatikan dan memenuhi hak-hak dari penyandang disabilitas. Namun pada kenyataannya, sarana pelayanan yang diberikan masih sangat minim dan banyak kekurangan dalam pengimplementasiannya. Beberapa akses trotoar masih sangat kurang optimal. Trotoar yang sesuai dengan Peraturan Bupati adalah yang menyediakan akses bagi kursi roda, terdapat guiding block, dan ada rambu-rambu/petunjuk dengan tulisan dan atau gambar/simbol. Namun pada kenyataannya, kondisi trotoar yang ada di sepanjang Jalan Jawa, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur belum sesuai dengan kebijakan yang sudah dibuat oleh pemerintah. Trotoar tidak berfungsi sebagai tempat pejalan kaki, namun lebih difungsikan sebagai tempat berjualan para PKL (Pedagang Kaki Lima). Penyandang Disabilitas masih belum merasa aman dan nyaman saat melewati trotoar. Pembangunan infrastruktur yang ramah difabel tidak berjalan baik dikarenakan tidak adanya pengikutsertaan Penyandang Disabilitas dalam pembangunannya. Pembangunan trotoar dan pengadaan guiding block di sekitar Jalan Jawa dan sepanjang jalan Sultan Agung tidak mengikutsertakan perwakilan dari teman-teman difabel.
Untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas yang telah dipaparkan di atas, diperlukan konsistensi dari pemerintah untuk mengimplementasikan regulasi yang telah disepakati bersama. Ketika kebutuhan individu dengan keterbatasan fungsi tidak dapat terakomodasi oleh lingkungannya, maka akses untuk mendapatkan pelayanan publik pun akan terbatas.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk mendapatkan informasi yang valid dan dapat dipercaya tentang hasil kebijakan pemerintah terkait penyediaan aksesibilitas trotoar ramah difabel di Kabupaten Jember. Penelitian ini juga menggunakan jenis evaluasi akhir yaitu evaluasi yang dilaksanakan setelah kebijakan diimplementasikan. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan pemerintah tentang penyediaan aksesibilitas trotoar ramah difabel di Kabupaten Jember berdasarkan standard atau kriteria yang telah ditetapkan.
Hasil dari penelitian ini dilihat dari aspek regulasi, Pemerintah Kabupaten Jember patut diapresiasi karena Pemerintah Kabupaten Jember telah berusaha untuk memenuhi hak penyandang disabilitas sebagai warga negara dengan mengeluarkan sebuah kebijakan sehingga Kabupaten Jember memiliki payung hukum yang jelas. Akan tetapi dalam aspek implementasi, perlu adanya sebuah peninjauan kembali karena penyediaan aksesibilitas trotoar bagi penyandang disabilitas khususnya sepanjang Jl. Jawa kondisinya tidak optimal. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman penyelenggara negara sebagai pembuat kebijakan (policy maker) dan pihak yang menyediakan aksesibilitas trotoar terhadap acuan dari aksesibilitas tersebut. Pada proses implementasi kebijakan aksesibilitas ini hanya melibatkan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga tanpa melibatkan pihak-pihak lain atau perwakilan dari teman difabel sehingga pembangunan pun kurang maksimal dan kurang sesuai seperti kebutuhan penyandang disabilitas. Tidak adanya koordinasi antara pihak-pihak pembuat kebijakan, pelaksana, serta target kebijakan menjadikan penyediaan aksesibilitas trotoar tidak maksimal.