Analisis Pantang Larang pada Pekan Imlek Etnis Tionghoa di Lumajang: Kajian Antropolonguistik
Abstract
Indonesia merupakan negara dengan multietnik. Setiap etnik memiliki
budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda. untuk menghindari terjadinya
kesalahfahaman saat berkomunikasi dengan mitra tutur yang berbeda suku, maka
sebaiknya masyarakat Indonesia lebih sadar akan pentingnya upaya untuk
memahami kebiasaan atau kebudayaan etnis lain. Salah satu kebudayaan yang
hampir dimiliki oleh setiap etnis adalah pantang larang. Penelitian ini mengkaji
pantang larang yang terdapat selama Pekan Imlek bagi etnis Tionghoa di
Lumajang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Bentuk data yang dikaji
berupa jenis-jenis pantang larang, makna pantang larang, serta hubungan pantang
larang tersebut dengan perekonomian etnis Tionghoa di Lumajang. Sumber data
diperoleh dari hasil observasi langsung ke kediaman etnis Tionghoa, serta hasil
wawancara dengan informan. Tempat penelitian dilaksanakan di kota Lumajang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis pantang larang
selama pekan Imlek yang dipercayai oleh etnis Tionghoa di Lumajang. Pantang
larang tersebut antara lain: pantang larang kata-kata, pantang larang tindakan, dan
pantang larang meninggalkan makanan/minuman. Pantang larang kata-kata
merupakan jenis pantang larang yang bila diucapkan akan memberikan dampak
buruk bagi yang mengucapkan kata-kata tersebut. Kata-kata tersebut adalah 失败
shībài (gagal), 落下 luòxià (turun), 倒霉 dǎoméi (sial), 糟糕 zāogāo (kacau), 痛
苦 tòngkǔ (sengsara), 受穷 shòuqióng (miskin), dan 四 sì (angka 4). Pantang
larang kedua adalah pantang larang tindakan. Apabila etnis Tionghoa di
Lumajang melakukan tindakan-tindakan yang dianggap pantang larang (dilarang),
maka si pelanggar tersebut akan mendapatkan konsekuensi atas tindakannya.
DIGITAL REPOSITORY UNIVERSITAS JEMBER
DIGITAL REPOSITORY UNIVERSITAS JEMBER
viii
Pantang larang tindakan yang dimaksud adalah 破 碎 pòsuì (dilarang
memecahkan benda), 打扫房子 dǎsǎo fángzi (dilarang menyapu rumah), 剪指甲
与剪头发 jiǎn zhǐjia yǔ jiǎn tóufǎ (dilarang memotong rambut dan kuku), 要说红
包 yào shuō hóngbāo (dilarang menyebut istilah lain selain “hongbao/angpao”),
熬夜 áoyè (dilarang begadang), 倒鱼 dàoyú (dilarang membalik ikan), 送钟
sòngzhōng (dilarang memberi hadiah jam tangan), 手绢 shǒujuàn (dilarang
memberikan sapu tangan), 白色 báisè (dilarang memberi hadiah berwarna putih),
dan 烧金纸 shāo jīn zhǐ (dilarang menyisakan uang arwah). Sedangkan pantang
larang yang terakhir adalah pantang larang meninggalkan makanan/minuman.
Benda-benda atau hewan tersebut dianggap sangat keramat sebab memiliki
filosofi yang mendalam berdasarkan tradisi nenek moyang. Apabila benda-benda
atau hewan tersebut ditinggalkan (tidak ada) ketika pekan Imlek, sang tuan rumah
dan keluarganya harus berlapang dada untuk menerima konsekuensinya.
Makanan/minuman yang dimaksud adalah 猪 zhū (dilarang menghilangkan menu
daging babi), 橘子梨子与苹果 júzi lízi yǔ píngguǒ (dilarang melewatkan buah
jeruk, pir, dan apel untuk persembahan leluhur), 长寿面 chángshòumiàn (dilarang
melewatkan menu mie panjang umur), 猪 鱼 与 鸡 zhū yú yǔ jī (dilarang
melewatkan tiga macam hewan untuk sembahyangan, yaitu: babi, ikan, ayam),
dan 茶咖啡与酒 chá kāfēi yǔ jiǔ (dilarang melewatkan tiga jenis minuman, yaitu:
teh, kopi, dan arak).
Pantang larang yang disebutkan di atas merupakan bagian dari tradisi
turun temurun sejak nenek moyang etnis Tionghoa di Lumajang. Sebagai
perayaan yang sakral, pantang larang selama pekan Imlek bukan hanya sebatas
pantangan-pantangan yang tanpa maksud dan tujuan tertentu. Dalam penelitian ini
ditemukan beberapa hal yang memotivasi etnis Tionghoa di Lumajang untuk tetap
melestarikan budaya pantang larang pekan Imlek ini. Beberapa makna berikut ini
menjadikan pantang larang sebagai salah satu peninggalan tradisi leluhur yang
tak luntur sampai saat ini. makna-makna tersebut yaitu: menunjukkan sakralitas,
menunjukkan rasa cinta terhadap leluhur, menunjukkan makna optimisme yang
tinggi, menunjukkan identitas etnis, menunjukkan bentuk penerapan konsep 阴阳
yīn yáng, dan menunjukkan bentuk penerapan konsep 礼 lǐ (ritual). Berdasarkan
beberapa hasil penelitian tersebut, maka disimpulkan bahwa pantang larang
selama pekan Imlek di Lumajang memiliki hubungan yang erat dengan aspek
finansial yang mendorong etnis Tionghoa untuk tetap mempercayainya. Beberapa
hubungan pantang larang atau pantang larang tersebut yaitu: sebagai usaha untuk
bertahan hidup, sebagai usaha untuk kemakmuran ekonomi, sebagai usaha untuk
kesejahteraan hidup keturutan selanjutnya, serta sebagai usaha untuk
kesejahteraan hidup para karyawan
Collections
- MT-Linguistic [65]