Mise En Scene Dalam Mendukung Dramatik Pada Adegan Sidang Dalam Film Bumi Manusia
Abstract
Film Bumi Manusia merupakan film adaptasi dari novel berjudul Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, yang disutradarai Hanung Bramantyo pada tahun 2019. Durasi film ini 181 menit, dan ditayangkan perdana pada tanggal 15 Agustus 2019. Film Bumi Manusia telah mendapatkan beberapa penghargaan, 5 kategori pada Festival Film Bandung pada tahun 2020 dan 2 kategori pada Piala Maya tahun 2020. Film Bumi Manusia bercerita tentang pemuda pribumi yang melawan dan menuntut keadilan terhadap bangsa Eropa pada era kolonialisme. Mise en scene pada film ini berperan dalam menggambarkan naratif ruang dan waktu pada era kolonialisme, khususnya pada scene pengadilan Eropa Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap peranan mise en scene dalam mendukung dramatik pada film Bumi Manusia karya Hanung Bramantyo.
Penelitian ini menggunakan teori mise en scene untuk menganalisis bagaimana ¬mise en scene dapat mendukung adegan dramatik, khususnya pada scene pengadilan Eropa Surabaya. Teori yang digunakan dikemukakan oleh Bordwell dkk., mencakup aspek-aspek berikut: setting, kostum dan tata rias, pencahayaan serta pemain dan pergerakannya. Penelitian ini memahami bagaimana setiap aspek mise en scene dapat bekerja-sama untuk mendukung dramatik yang dikemukakan oleh Elizabeth Lutters. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, dengan membagi dalam beberapa unsur dramatik. Pembagian dramatik didasarkan pada aspek mise en scene pada scene pengadilan Eropa Surabaya.
Terdapat satu adegan dramatik pada scene pengadilan Eropa Surabaya, yaitu dramatik konflik. Pemain dan pergerakan mendominasi pada scene pengadilan Eropa Surabaya. Ekspresi marah Nyai Ontosoroh dan Minke saat menolak tuntutan dari ketua hakim, ekspresi terkejut ketua hakim dan penonton sidang, dan ekspresi marah Minke serta pergerakan tangannya memukul meja majelis hakim. Pemain dan pergerakan pada scene pengadilan Eropa Surabaya dapat menggambarkan kekecewaan pribumi terhadap hukum Eropa yang tidak adil pada era kolonialisme. Penataan setting ruang pengadilan dapat memberikan informasi naratif lokasi dan waktu terjadinya cerita. Perbedaan kostum dan tata rias dapat memberikan informasi naratif bahwa terdapat perbedaan kebudayaan dan kelas sosial antara pribumi dengan orang Eropa pada era kolonialisme. Pencahayaan dari lampu yang dibuat seolah cahaya matahari dapat memberikan kesan realis sehingga dapat memberikan informasi naratif waktu terjadinya cerita.