Show simple item record

dc.contributor.authorMURDIADI, Margaretha Helena
dc.date.accessioned2023-11-23T06:13:09Z
dc.date.available2023-11-23T06:13:09Z
dc.date.issued2023-09-13
dc.identifier.nim190710101363en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/118827
dc.description.abstractPutusan Mahkamah Konstitusi No.18/PUU-XVII/2019 menjelaskan bahwa kekuatan eksekusi pada jaminan fidusia ada pada Pasal 15 Ayat 3 UU Jaminan Fidusia. Namun, parate eksekusi hanya dapat dilaksanakan jika terdapat kesepakatan debitur dan tidak adanya upaya hukum. Masalah sering terjadi karena kurangnya pemahaman hukum dari kedua belah pihak, sehingga debitur memprotes tindakan kreditur yang melakukan eksekusi. Parate eksekusi sebenarnya dapat disederhanakan tanpa melibatkan pengadilan, tetapi jika diperlukan penetapan ketua pengadilan, hal ini memiliki kekuatan hukum yang sama dengan eksekusi berdasarkan putusan pengadilan. Namun, tindakan gegabah dan kurang memperhatikan konsekuensi hukum dalam perjanjian dapat menyebabkan parate eksekusi dianggap melanggar hukum. Oleh karena itu, penting untuk memahami peraturan hukum dan memperhatikan ketentuan dalam perjanjian demi mencegah tindakan yang merugikan kedua belah pihak. Berdasar latar belakang tersebut, penulis merumuskan dua rumusan masalah yaitu: 1. Apa Ratio decidendi dalam menentukan kesalahan pelaksanaan parate eksekusi dalam putusan Nomor 3/Pdt.G/2021/PN.Rhl? 2. Bagaimana akibat hukum jika terjadi kesalahan pelaksanaan parate eksekusi dalam perkara wanprestasi sebagai perbuatan melawan hukum?.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Ratio decidendi dalam menentukan kesalahan pelaksanaan parate eksekusi dalam putusan Nomor 3/Pdt.G/2021/PN Rhl. Dan untuk mengetahui akibat Hukum jika terjadi kesalahan parate eksekusi dalam perkara wanprestasi sebagai perbuatan melawan hukum. Penelitian skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer serta bahan hukum sekunder dengan menggunakan metode pengumpulan bahan hukum studi kepustakaan (library research) dengan analisis penelitian menggunakan metode deduktif. Parate eksekusi sendiri sebenarnya tidak tertuang secara gamblang dalam aturan perundang-undangan dimana menurut kamus hukum berarti pelaksanaan langsung tanpa adanya proses pengadilan hakim. Dalam permasalahan ini menjual hak tanggungan atas kekuasaan sendiri bilamana debitur wanprestasi adalah melakukan hak eksekusi yang dimana saat ini ada jaminan hukum berupa undang undang kepada kreditur atas pemegang hak tanggungan yang disebut dengan parate eksekusi. Pertimbangan hakim putusan Nomor 3/Pdt.G/2021/PN Rhl sudah merujuk pada seluruh aspek kepastian hukum, aspek kemanfaatan hukum, dan aspek keadilan. Pertimbangan hukum hakim ini tidak hanya adil dilihat dari segi kepastian hukumnya saja, melainkan juga adil dilihat dari taat atau tidaknya para pihak dalam melaksanakan kewajiban atau prestasi sesuai dengan isi perjanjian. pertimbangan hakim dianggap memadai dan mengikuti aspek keadilan, meskipun penggugat mungkin bersalah dalam rangkaian peristiwa. Selain itu, berdasarkanPasal 15 ayat (3) UU 42 Tahun 1999 tentang Undang-Undang Jaminan Fidusia, pihak tergugat dianggap lalai. Akibat Hukum Pelaksanaan Parate Eksekusi dalam Perkara Wanprestasi sebagai Perbuatan Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 3/Pdt.G/2021/PN Rhl mengharuskan Tergugat membayar kerugian materiil dan imateril kepada Penggugat sebagai kompensasi atas dampak emosional, mental, dan reputasi yang dialami akibat tindakan yang tidak sah tersebut. Mengacu pada Pasal 1365 KUH Perdata, hakim menegaskan bahwa Tergugat harus memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh Penggugat akibat dari perbuatannya yang melanggar hukum. Dalam hal ini, kerugian materil yang dihitung berdasarkan nilai piutang Penggugat yang tidak terbayarkan, serta kerugian imateril yang mencakup dampak emosional, mental, dan reputasi yang diderita oleh Penggugat sebagai akibat dari tindakan Tergugat. Pertimbangan dampak psikologis yang dialami oleh Penggugat menguatkan tuntutan bahwa Tergugat harus bertanggung jawab atas segala akibat hukum dari tindakan mereka. Pembayaran biaya perkara kepada Tergugat yang ditetapkan oleh hakim juga menekankan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam proses peradilan harus menanggung beban finansial sebagai akibat dari tindakan mereka. Kesimpulan dalam skripsi ini yaitu pertama, Ratio decidendi dalam menentukan kesalahan pelaksanaan parate eksekusi dalam putusan Nomor 3/Pdt.G/2021/PN Rhl ialah sesuai dengan amar kedua Pasal 15 Ayat 2 Undang- Undang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa Jaminan Fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kedua, Akibat hukum pelaksanaan parate eksekusi dalam perkara wanprestasi sebagai Perbuatan Melawan Hukum dalam Putusan Nomor 3/Pdt.G/2021/PN Rhl sebaiknya hakim memperhatikan terkait Tergugat harus membayar kerugian materiil dan imateril kepada Penggugat sebagai kompensasi atas dampak emosional, mental, dan reputasi yang dialami akibat tindakan yang tidak sah tersebut. Keputusan ini mengikuti prinsip hukum yang menuntut pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum untuk mengganti rugi kerugian yang timbul. Penting bagi pihak berwenang atau pengadilan untuk memberikan keadilan yang seimbang bagi kedua belah pihak dalam menyelesaikan masalah hukum tentang cedera janji/wanprestasi hutang piutang. Saran yang bisa diberikan adalah: Pertama, lembaga pembiayaan atau kreditur sebaiknya melibatkan tim berpengalaman dalam menangani masalah hukum dan penyelesaian sengketa sebelum membuat perjanjian kredit. Tim ini dapat menganalisis risiko dan memberikan saran yang tepat. Kedua, penting bagi pihak berwenang atau pengadilan untuk memberikan keadilan yang seimbang dalam menyelesaikan masalah hukum tentang cedera janji/wanprestasi hutang piutang. Mereka harus memahami perspektif dan argumen dari setiap pihak sebelum membuat keputusan.en_US
dc.publisherfakultas hukumen_US
dc.subjectParate Eksekusien_US
dc.subjectPerbuatan Melawan Hukumen_US
dc.subjectLeasingen_US
dc.titleAkibat Hukum Parate Eksekusi Dalam Perkara Wanprestasi Sebagai Perbuatan Melawan Hukum (Studi Putusan Nomor 3/Pdt.G/2021/PN Rhl)en_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiilmu hukumen_US
dc.identifier.pembimbing1Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H., C.L.A.en_US
dc.identifier.pembimbing2Yusuf Adiwibowo, S.H., LL.M.en_US
dc.identifier.validatorTeddyen_US
dc.identifier.finalizationTeddyen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record