Keterlambatan Berbicara (Speech Delay) dalam Perkembangan Bahasa Anak Usia 4 Tahun
Abstract
Keterlambatan berbicara atau speech delay merupakan kondisi ketika
seorang anak mengalami kesulitan dalam berbicara untuk mengekspresikan
perasaan atau keinginannya kepada orang lain. Hurlock (dalam Anggraini,
2011:30-31) menjelaskan bahwa anak dikatakan terlambat berbicara apabila
tingkat perkembangan berbicara anak berada di bawah tingkat kualitas
perkembangan bicara anak pada seusianya yang dapat diketahui dari ketepatan
penggunaan katanya, sudah sesuai atau tidak. Seorang anak dapat digolongkan
terlambat berbicara apabila anak tersebut tidak mencapai tahapan unit bahasa
sesuai dengan usianya.
Penelitian ini berfokus pada keterlambatan berbicara (speech delay) pada
anak usia 4 tahun. Penelitian ini menjawab dua rumusan masalah, yaitu bentukbentuk lingual yang belum dikuasai oleh anak usia 4 tahun, dan stimulasi yang
dilakukan pada anak usia 4 tahun yang mengalami keterlambatan berbicara
(speech delay).
Penelitian ini menggunakan rancangan kualiatif observasional dan jenis
penelitian ini deskriptif dengan pendekatan psikolinguistik. Data dalam penelitian
ini merupakan tuturan dari anak usia 4 tahun dan hasil wawancara. Sumber data
dalam penelitian ini adalah anak usia 4 tahun dan orang tua subjek. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi dan teknik wawancara.
Teknik analisis data yang dilakukan adalah reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan. Instrumen penelitian ini menggunakan instrumen
pengumpul data dan instrumen analisis data.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Keterlambatan
Berbicara (Speech Delay) dalam Perkembangan Bahasa Anak Usia 4 Tahun, maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, subjek penelitian ini yaitu Azka dapat diindikasi mengalami keterlambatan berbicara (speech delay)
karena dianggap belum mampu mencapai tahapan perkembangan bahasa anak
usia 4 tahun. Subjek mengalami gangguan pada aspek linguistiknya. Subjek masih
mengalami kesulitan dalam mengucapkan bentuk-bentuk lingual. Dari hasil
pembahasan dapat disimpulkan bahwa subjek masih belum sempurna dalam
mengucapkan beberapa kata, subjek kerap kali melakukan nasalisasi, dan
menghasilkan bentuk linguistik ø atau tanpa bersuara. Subjek mendeskripsikan
sesuatu sering kali menggunakan gerak isyarat dan tampak bingung ketika ingin
menjelaskan sesuatu. Meskipun demikian subjek mengerti maksud dari ujaran
lawan tuturnya dan paham kapan giliran berbicara.
Kedua, dari stimulasi yang telah diberikan dapat disimpulkan bahwa peran
lingkungan yang ada di sekitar subjek sangat membantu untuk berinteraksi dan
mendorong untuk mengasah kemampuan berbicaranya. Subjek diberikan stimulasi
secara perlahan oleh lingkungannya dengan mengeja satu persatu suku kata serta
mendorong untuk berani mengungkapkan pendapat. Berdasarkan stimulasi yang
telah diberikan, terdapat beberapa bentuk lingual yang belum sempurna diucapkan
oleh subjek. Dari hasil pengamatan, subjek lebih sering berinteraksi dan
menghabiskan waktu bermain dengan saudara-saudaranya dibandingkan dengan
orang tuanya. Meskipun demikian subjek dapat mengejar keterlambatan
berbicaranya dengan bantuan stimulasi yang diberikan oleh lingkungannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan saran
sebagai berikut. Pertama, penelitian ini hanya mengkaji dari bentuk-bentuk
lingual dan stimulasi keterlambatan berbicara (speech delay). Apabila ditinjau dari
ilmu psikolinguistik, masih banyak yang belum dibahas dalam penelitian ini yang
masih bisa diteliti oleh peneliti lain. Kedua, bagi peneliti selanjutnya yang
sebidang ilmu, diharapkan dapat memberikan tindakan atau treatment dengan
melihat perkembangan pada anak sehingga anak mampu mengejar ketertinggalan
kemampuan berbicaranya.