Analisis Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa dalam Film Pendek Mawawisa Karya Joko Mursito dan Susilo Nugroho (Suatu Tinjauan Sosiolinguistik)
Abstract
Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu bagi masyarakat bersuku Jawa. Namun
bahasa Jawa kini tidak hanya digunakan di pulau Jawa, tetapi juga digunakan oleh
masyarakat luar negeri yang memiliki darah keturunan Jawa, seperti negara
Suriname, Belanda, Malaysia, dan lainnya, hal tersebut diakibatkan oleh proses
transmigrasi, peristiwa kolonialisme, perkawinan campur, dan peleburan budaya.
Menurut Poedjosoedarmo (1979:13) dalam bahasa Jawa terdapat tingkat tutur
(unggah-ungguhing basa) yang secara umum diklasifikasikan dalam tiga kelompok
yaitu: tingkat tutur ngoko, tingkat tutur madya, dan tingkat tutur krama. Tingkat
tutur tersebut memiliki fungsi untuk menunjukkan rasa kesopanan terhadap lawan
tutur. Tingkat tutur tersebut memiliki faktor dan latar belakang penggunaan yang
disesuaikan dengan lawan tutur bicara.
Latar belakang penggunaan tiga tingkat tutur dapat dilihat dalam kehidupan
sehari-hari dan dapat dilihat melalui film pendek Mawawisa. Pengumpulan data
dan analisis data melalui beberapa tahap, yaitu: pengumpulan data dengan cara
menggunakan metode simak dengan teknik dasar sadap, dan teknik lanjutan berupa
teknik simak bebas libat cakap (SBLC) dan teknik catat. Data kemudian
dimasukkan dalam wujud tingkat tutur, sehingga diperoleh data sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Analisis data menggunakan metode padan intralingual dan
ekstralingual. Untuk menjawab permasalahan yang pertama peneliti menggunakan
metode padan intralingual dengan Teknik HBS, Teknik HBB, Teknik HBSP, agar
dapat diketahui bagaimana tingkat tutur bahasa Jawa dalam film pendek Mawawisa
lalu membandingkan, menghubungkan, dan mencari perbedaan, persamaan dalam
tingkat tutur bahasa Jawa dalam film tersebut. Untuk menjawab permasalahan
kedua, digunakan teknik yang sama dengan teknik yang terdapat dalam metode
penelitian intralingual, namun yang dihubungkan dan dibandingkan adalah hal-hal
yang berada di luar bahasa, misalnya referen, konteks tuturan (konteks sosial pemakaian bahasa, penutur bahasa yang dikelompokkan berdasarkan gender, usia,
kelas sosial). Karena sifatnya yang ekstralingual seperti menghubung-hubungkan
masalah bahasa dengan hal lain diluar bahasa, metode padan ekstralingual untuk
mengetahui faktor-faktor sosial situasi yang melatarbelakangi terjadinya tingkat
tutur bahasa Jawa dalam film pendek Mawawisa.
Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat tiga jenis tingkatan tutur yaitu
tingkat tutur ngoko, tingkat tutur madya, tingkat tutur krama. Pada tingkat tutur
ngoko ditemukan lima konteks percakapan, yaitu ngoko kepada sesama pembeli,
ngoko kepada teman sebaya, ngoko orang muda kepada orang yang lebih tua, ngoko
orang tua kepada orang muda, dan ngoko alus sepasang suami istri. Pada tingkat
tutur madya ditemukan dua konteks percakapan, yaitu madya orang muda kepada
orang tua, dan madya orang yang lebih tua kepada orang yang lebih muda.
Sedangkan pada tingkat tutur krama ditemukan dua konteks percakapan, yaitu
krama orang tua kepada orang muda yang memiliki jabatan, krama orang muda
kepada orang yang lebih tua. Peneliti menemukan beberapa faktor atau latar
belakang seperti, aktor yang usianya lebih muda tidak menggunakan bahasa Jawa
krama kepada orang yang lebih tua. Hal tersebut dikarenakan penutur (orang muda)
dengan lawan tutur (orang tua) keduanya tidak memiliki jabatan atau status sosial
dalam masyarakat yang mengakibatkan penutur harus menghormati lawan tuturnya,
dan faktor lainnya seperti, faktor pertemanan (hubungan keakraban) sehingga tidak
ada jarak dan rasa segan terhadap lawan tuturnya, hubungan kekerabatan, kekuatan
ekonomi, kekuatan status sosial, jabatan, watak, tujuan tutur, kehadiran orang
ketiga (O3), materi percakapan, jenis tuturan, situasi emosi, tingkat pendidikan, dan
konteks pembicaraan. Selain faktor atau latar belakang terdapat peranan penting
penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa dalam film yaitu, menggambarkan karakter
tokoh, mewujudkan realisme budaya, penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa yang
tepat sesuai dengan latar cerita dalam film “Mawawisa” dapat menjadi salah satu
faktor untuk meningkatkan antusias penonton, terutama bagi mereka yang familiar
dengan budaya dan bahasa Jawa.