dc.contributor.author | ASTUTI, Windy Puri | |
dc.date.accessioned | 2023-05-23T06:51:28Z | |
dc.date.available | 2023-05-23T06:51:28Z | |
dc.date.issued | 2023-01-06 | |
dc.identifier.uri | https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/116383 | |
dc.description.abstract | Praktik kedokteran dilakukan oleh seorang dokter untuk memberikan bantuan terhadap pasien berupa pelayanan medis yang dilakukan secara individual. Saat melakukan tindakan medis seorang dokter dapat melakukan kesalahan sehingga merugikan pasien baik karena mengakibatkan luka atau meninggal dunia, karena tidak mematuhi standar prosedur dan standar profesi. Terdakwa yang bernama Dokter H bin A dalam Putusan Nomor 114/2021/Pid.Sus/PN.Idi dijatuhi putusan lepas dari segala tuntutan hukum dan didakwa penuntut umum Pasal 294 Ayat (2) KUHP terkait pencabulan karena melakukan pemeriksaan terhadap saksi korban I yang menderita tumor payudara, dan saksi korban II yang belum mempunyai keturunan dengan memasukkan jari ke vagina saksi korban I dan saksi korban II, serta dakwaan kedua Pasal 79 (b) UU Praktik Kedokteran tentang tidak membuat dibuatnya rekam medis. Isu hukum dalam penelitian ini mengenai tindakan terdakwa dapatkah dikategorikan sebagai malpraktik medis dan ketidaksesuain ratio decidendi hakim dalam memutus lepas dari segala tuntutan hukum dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan tindakan terdakwa yang dikategorikan sebagai malpraktik medis dan menguraikan ketidaksesuaian ratio decidendi hakim dengan perbuatan terdakwa.
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode pengumpulan data untuk penelitian ini dengan studi kepustakaan (library research) setelah itu akan dianalisis oleh penulis.
Tindakan terdakwa yang melakukan pemeriksaan tumor payudara terhadap saksi korban I dengan memasukkan jari ke vagina saksi korban I bertentangan dengan standar prosedur operasional pemeriksaan payudara, terdakwa setelah melakukan palpasi kemudian memasukkan jari ke dalam vagina saksi korban I, tentu tindakan tersebut tidak berkaitan dengan penyakit saksi korban I, karena saksi korban I mengeluhkan payudara bukan vagina. Saksi korban II diperiksa oleh terdakwa tanpa pendaftaraan di rumah sakit sehingga bukan berstatus pasien rumah sakit tersebut dan melanggar standar prosedur adminitrasi rumah sakit. Terdakwa melakukan pemeriksaan secara sukarela terhadap saksi korban II karena selama menikah 8 (delapan) tahun belum mempunyai keturunan, sehingga terdakwa melakukan pemeriksaan dengan memasukkan jari ke vagina saksi korban II, sehingga bertentangan dengan landasan otoritas dalam standar profesi yaitu autoriti materiil yang mana dokter tidak boleh melakukan pemeriksaan apabila bukan kompetensinya. Sementara pertimbangan hakim yang memutus lepas terdakwa dari segala tuntutan hukum terdapat ketidaksesuaian dengan perbuatan yang telah terdakwa lakukan. Salah satunya mengenai pertimbangan hakim yang meragukan saksi korban mengalami trauma karena tidak menunjukkan ekspresi kesedihan pada saat persidangan. Agar mengetahui kondisi seseorang diperlukan proses pemeriksaan yang harus dilakukan oleh ahli seperti psikolog, sehingga hakim harus mempertimbangkan kembali kondisi saksi korban bukan hanya dilihat secara respon insidental.
Saran dalam persidangan organisasi profesi dapat memberikan keterangan ahli sesuai dengan peraturan dan kesaksian tersebut dapat menentukan kesalahan yang telah terdakwa lakukan. Dalam kasus tersebut, organisasi profesi yang hadir adalah MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) seharusnya pengadilan juga menghadirkan MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) karena semua yang tindakan dokter yang telah diduga melakukan kesalahan/kelalaian harus diperiksa terlebih dahulu oleh MKDKI, maka seharusnya MKDKI turut hadir dalam persidangan sebagai saksi ahli dan dapat memberikan second opinion untuk membentuk keyakinan hakim mengenai malpraktik medis, agar pertimbangan hakim diberikan secara objektif dan dengan nalar yang baik agar mewujudkan keadilan. | en_US |
dc.description.sponsorship | Dr. Y A Triana Ohoiwutun, S.H., M.H.
Sapti Prihatmini, S.H., M.H | en_US |
dc.publisher | Fakultas Hukum | en_US |
dc.subject | Dokter | en_US |
dc.subject | Pencabulan | en_US |
dc.subject | Malpraktik Medis | en_US |
dc.subject | Putusan Lepas | en_US |
dc.subject | Pertimbangan Hakim | en_US |
dc.subject | Tindakan Medis | en_US |
dc.title | Analisis Putusan Lepas dari Segala Tindakan Hukum terhadap Dokter dalam Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Nomor 114/Pid.Sus/2021/PN.Idi) | en_US |
dc.type | Skripsi | en_US |
dc.identifier.finalization | Finalisasi tanggal 23 Mei 2023_M.Arif Tarchimansyah | en_US |